Mohon tunggu...
Muhammad Hamzah
Muhammad Hamzah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengajar

Kajian IHSAAN | Madrasah Al-Imtiyaaz | Makassar English Plus (MEP) | Al-Markaz for Khudi Enlightening Studies (MAKES) | Pesantren Modern IMMIM | Aktivasi IKHLAS | Pelatihan Shalat | Kota Makassar, Sulawesi Selatan |

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Belajar Dari Priyadi Lewat Komodo

6 November 2011   08:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:00 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Priyadi yang saya maksud pada judul tulisan ini adalah seorang blogger (http://priyadi.net/). Di tengah-tengah pembicaraan soal komodo, nama blogger ini mencuat. Tulisannya yang berjudul FAQ Tentang New7Wonders pada saat opini ini saya tulis sudah menerima lebih dari 400 komentar. Untuk ukuran saya, ini luar biasa.

Dari tulisan beliau, saya belajar beberapa hal. Pertama, soal komodo. Kedua, soal "kontes-kontesan". Ketiga, tentang keterlibatan "publik". Kelima, soal "olok-olokan".

Pengetahuan dan pemahaman saya soal komodo sangat terbatas dan dangkal. Tidak banyak yang saya ketahui soal hewan "purba" tersebut. Satu-satunya yang saya anggap saya mengerti adalah hewan-hewan tersebut harus tetap lestari hingga hari terakhir. Agar bisa lestari, kawasan tempat mereka hidup dan berkembang biak harus selalu dijaga. Caranya, lokasi itu terlebih dahulu harus dijaga dari jamahan atau intervensi massal dari ras manusia, baik manusia yang datang untuk sekedar melihat komodo maupun manusia yang datang untuk mengeksploitasi kawasan tersebut demi mengeruk keuntungan dari dalam maupun dari atas tanah.

Berdasarkan pemahaman di atas, saya tidak merespon ajakan untuk "vote" komodo agar menang dalam "kontes yang ajaib itu". Hemat saya, para komodo tidak memerlukan "vote" saya. Mereka justru memerlukan "ketenangan hidup" di habitat mereka sendiri dan menerima sesedikit mungkin intervensi atau kontak dengan manusia.

Selain itu, saya tidak mudah mempercayai pihak yang menamakan diri New7Wonders (http://www.new7wonders.com/) ini. Begitu pula dengan sistem atau mekanisme "kontes" mereka. Akibatnya, saya tidak tertarik untuk mengulas soal "kontes yang ajaib ini" pun tidak tergerak untuk "vote". Sebagian besar pendapat Priyadi yang beliau tulis pada FAQ Tentang New7Wonders di blognya saya setujui. Posisi saya terhadap kontes ini dan penyelenggaranya kurang lebih sama dengan beliau. Hal ini sekaligus mengokohkan ide betapa kuatnya peran dan pengaruh blog sebagai salah satu media alternatif terhadap penyebarluasan informasi dan pembentukan/penggalangan opini publik.

Yang membuat saya relatif takjub adalah respon masyarakat Indonesia soal "vote komodo" ini yang luar biasa meluas. Ini saya tangkap karena media-media besar aktif memuat dan mengulas kampanye ini. Keaktifan ini bermakna ganda: karena komodo menjadi perbincangan hangat, maka media massa mengangkatnya; karena diangkat dan diulas oleh media massa, maka semakin banyak masyarakat yang sadar akan isu ini dan membicarakannya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Terlepas dari banyak orang yang setuju atau tidak, suka atau tidak suka, meluasnya isu komodo di tengah-tengah masyarakat Indonesia tidak lepas dari keikutsertaan Jusuf Kalla (JK), mantan wakil presiden RI, dalam mengkampanyekan komodo.

Sependek pengamatan saya, JK terbilang aktif dan konsisten mengkampanyekan "vote komodo" ini. Beliau terlihat tidak lupa meminta orang-orang yang dia temui di berbagai kegiatan dan kesempatan untuk melakukan vote.

Konsistensi dan cara beliau mengkampanyekan vote komodo ini menjadi pelajaran tersendiri bagi saya. Saya memang tidak setuju dan tidak merespon ajakan vote komodo ini. Namun hal itu tidak lantas membuat saya "menyayangkan, menyalahkan, atau bahkan sampai memparodikan atau mengolok-olok" beliau.

Apa yang dilakukan JK merupakan tanggungjawab pribadi beliau kepada publik, meski kini ia bukan lagi berstatus "pejabat". Saya berasumsi, setiap keputusan, langkah, tindakan beliau telah ia pikirkan secara matang, meski itu ia lakukan hanya kurang dari tiga menit sekalipun. Untung-rugi, baik-buruk telah beliau perhitungkan juga sekaligus konsekuensi terburuk baik bagi dirinya maupun bagi publik.

Benar atau tidaknya asumsi saya di atas biarlah waktu yang menjawabnya. Yang pasti, tidak pada tempatnya bagi saya untuk memberi beliau "cap alias sebutan/gelar" (baca:menghakimi beliau salah atau mengambil kesempatan politik untuk 2014) atas kontroversi "vote komodo" ini pun kepada seluruh pihak yang menceburkan diri dalam soal ini, baik yang pro dengan "vote komodo" maupun yang kontra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun