Mohon tunggu...
Muhammad Hamzah
Muhammad Hamzah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengajar

Kajian IHSAAN | Madrasah Al-Imtiyaaz | Makassar English Plus (MEP) | Al-Markaz for Khudi Enlightening Studies (MAKES) | Pesantren Modern IMMIM | Aktivasi IKHLAS | Pelatihan Shalat | Kota Makassar, Sulawesi Selatan |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Siapa Eko Ramaditya?

20 Agustus 2010   09:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:51 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Siapa Eko Ramaditya?

Semoga saya tidak salah tulis nama, Eko Ramaditya. Nama yang baru saya tahu kemarin karena ditulis di kompasiana.com ini. (Saya pun rupanya melewatkan banyak penampilannya di layar kaca)

Saya sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan "topik" ini. Namun setelah saya baca berita tentangnya di Harian Kompas yang terbit hari ini, saya pun jadi ingin menulis sesuatu tentang Rama ini.

Berhubung saya tidak mengenalnya secara pribadi, maka tidak pada tempatnya saya mengomentari sosoknya maupun "sepak terjang-"nya.

Hanya dengan bekal bacaan tentangnya di kompasiana ini, saya ingin membagi "hikmah" yang saya dapati.

Pertama, "ambil yang baik, buang yang buruk." Dari apa yang saya baca, Rama memiliki "banyak" kelebihan. Apalagi untuk ukuran orang yang (maaf) memiliki keterbatasan fisik seperti dirinya. Proses untuk memperoleh dan menguasai berbagai kelebihan itu saja bagi saya yang membayangkannya sudah merupakan suatu usaha yang luar biasa. Saya berasumsi, proses "menaklukkan diri" yang ia alami saja sudah pantas diacungi jempol. Tidak banyak orang yang bersedia dan mampu keluar dari zona nyamannya (atau mungkin zona keterbatasannya).

Kedua, soal "pengakuannya". Tentu saja sangat memalukan mengaku-aku karya orang lain sebagai karya sendiri. Sebuah tindakan yang bagi sebagian orang tidak dapat dimaafkan dan pantas mendapat cacian.

Melakukan sebuah kesalahan atau pelanggaran adalah satu hal. Mengakui sudah melakukannya adalah satu hal yang lain.

Terlepas dari motivasi atau proses pengakuannya, sukarela atau terpaksa, tindakan "mengakui suatu kesalahan" itu sendiri merupakan suatu tindakan yang layak untuk "dipuji".

Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk menutupi kesalahan yang ia perbuat. Kalau perlu dengan segala tipu dan muslihat. Dalam konteks inilah Rama dapat memperoleh "pengampunan" dari publik yang ia kibuli.

Rama mungkin masih lebih baik dari seseorang yang meski perilakunya sudah terekam melalui video, masih saja berkelit. Atau satu dua oknum pejabat yang sampai instansinya sendiri perlu mengeluarkan jurus "silat lidah" level tertinggi untuk mengelak dari tuduhan telah melakukan kebohongan di hadapan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun