Saat melihat judul di atas mungkin terbayang seorang pelaku maksiat yang buruk perilakunya. Hal yang sama dengan pandangan masyarakat muslim saat itu. Dan hal yang sangat penting untuk dijadikan pelajaran bagi umat muslim dalam melihat sesuatu.Â
Dikisahkan bahwa Sultan Murad saat itu berjalan di tengah kota dan bertemu dengan mayat seorang yang membawa botol miras. Saat itu tidak ada satupun muslim yang datang membantu, bahkan cenderung menjauh.Â
Melihat hal tersebut Sultan Murad pun heran dan bertanya kenapa tak ada yang mau membantu si mayat. Seorang muslim yang berada di dekatnya menjawab bahwa mayat tersebut adalah seorang ahli maksiat sehingga tak ada orang muslim yang mau membantunya.Â
Mendengar hal tersebut Sultan Murad yang yakin akan perlunya membantu seorang muslim walaupun ia ahli maksiat minta ditunjukkan jalan menuju rumah si mayat.Â
Singkat kisah, saat sampai di rumah sang mayat, istri nya membukakan pintu sambil menangis. Lalu Sultan Murad pun bertanya apa saja yang dilakukan si mayat hingga setiap muslim menyatakan beliau ahli maksiat. Dengan tenang sangat istri berujar " Sesungguhnya suamiku adalah orang yang sholeh. ".Â
Setiap hari beliau membeli miras dari setiap toko yang menjual untuk di bawa pulang dan di buang kedalam toilet. Tidak hanya itu, sang mayat semasa hidupnya juga mendatangi tempat pelacuran setiap malam untuk membayar para pezina agar menutup tempat mereka masing-masing, sehingga tidak ada satupun yang dapat melakukan maksiat malam itu.Â
"Alhamdulillah, telah ku upayakan agar hari ini maksiat orang-orang terjauhkan" Ungkap sang mayat kepada istrinya setiap malam. Akibat tindakan  tersebut orang-orang mengecap nya sebagai ahli maksiat dan tidak akan ada yang mau membantunya kelak saat kesulitan. Namun sang istri menyampaikan jawaban sang mayat semasa hidupnya akan pernyataan tersebut dengan senyum, " Tidak mengapa, InsyaAllah Sultan dan para orang sholih yang akan merawat jenazah ku jika sampai ajalku".Â
Mendengar hal tersebut Sultan Murad menjawab bahwa ia adalah seorang Sultan dan memberi kemuliaan bagi sang mayat dengan mengurusi jenazahnya bersama para ulama dan orang-orang sholih.Â
Sungguh pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kisah tersebut.Â
Sesungguhnya seorang muslim tidaklah mengedepankan prasangka buruk. Bagaimanapun tindakan seorang muslim, ia tetaplah muslim yang butuh tabayun dari muslim yang lain. Terkadang yang terlihat tidak sesuai dengan kenyataannya. Maka kewajiban seorang muslim lah untuk menjaga marwah saudaranya. Namun, di masyarakat saat ini prasangka buruk selalu dikedepankan. Cap ahli maksiat dengan mudah disematkan. Bahkan yang lebih buruk adalah kata yang tersirat dalam hati bahwa " Aku lebih baik darinya", yang menyiratkan kesombongan.Â
Bukankah Allah marah terhadap seorang muslim yang memiliki kesombongan dalam hatinya? Bukankah kesombongan adalah hal yang menjerumuskan iblis dalam kemurkaan Allah?Â
Sungguh, bagi seorang muslim kesombongan adalah aib yang tak boleh tersemat bahkan terbetik setitik pun dalam hatinya.Â
Keburukannya tidak hanya berhenti sampai disana, pada masyarakat saat ini ghibah dan fitnah gencar dilakukan. Dengan alibi bertetangga, bersosial, menjalin komunikasi dan lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan setiap amalan baik yang ia lakukan akan tergerus sia-sia akibat apa yang dilakukan lidahnya terhadap saudaranya seiman.Â
Maka jauhilah prasangka, jauhilah gunjingan dan kedepankan tabayun. Sungguh sosial masyarakat akan lebih indah saat setiap orang percaya bahwa saudaranya adalah orang baik dan saling menjaga dalam kebenaran dan kesabaran.Â
Bisa jadi saudaramu menutupi keluh kesahnya dan berbuat lebih baik dari kita yang merasa lebih baik dari nya. Moga kita terjaga dari segala fitnah akhir zaman. Aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H