Mohon tunggu...
Mgs Ahmad Ramadhani
Mgs Ahmad Ramadhani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

mgsahmadramadhani.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asertif pada Perokok Aktif

11 Agustus 2012   10:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:56 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat pemerintah untuk memperjuangkan aturan mengenai larangan iklan, sponsor, dan promosi rokok di media massa bukanlah tanpa alasan yang kuat. Komisi Perlindungan Anak pernah melakukan penelitian pada tahun 2007 mengenai pengaruh iklan rokok terhadap jumlah anak perokok. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa iklan rokok yang massif dan agresif terbukti secara signifikan meningkatkan jumlah anak perokok. Sebanyak 83,7% dari anak berusia 13-15 tahun terdorong dan terinspirasi untuk merokok dari iklan rokok. Selain itu masih banyak penelitian lainnya mengenai pengaruh rokok terhadap kesehatan yang menjadi landasan perjuangan penyusunan regulasi oleh pemerintah.

Peraturan dibuat untuk dilanggar, seperti itulah anekdot di masyarakat. Industri rokok dicurigai telah menghapus aturan, pegawai pemerintahan berani melanggar surat edaran, Perda,Pergub mengenai larangan merokok di tempat umum, apalagi masyarakat umum yang begitu apatis terhadap aturan-aturan ini. Setiap hari bisa kita temui di kendaraan umum, terminal, perkantoran, rumah sakit, sekolah, tempat hiburan, mal, dan tempat umum lainnya para perokok yang dengan nyamannya mengepulkan asap putih tanpa mengindahkan kenyamanan orang sekitarnya yang tidak merokok, bahkan sekalipun di dekatnya terdapat bayi yang membutuhkan udara bersih untuk perkembangannya. Perokok entah mengetahui atau tidak bahwasanya dalam aturan tersebut terkandung sanksi jika melanggarnya yang dapat berupa denda ataupun hukuman penjara. Namun apa peduli, tiadanya ketegasan penegakan hukum, kurangnya asertivitas masyarakat, kebutuhan untuk terus merokok dalam interval waktu tertentu / saat tertentu dijadikan alasan bagi perokok aktif untuk terus merokok di tempat manapun.

Kondisi di negara ini jauh berbeda dengan kondisi di negara-negara lain. Di negara-negara maju maupun negara berkembang telah diberlakukan aturan ketat mengenai pelarangan merokok di tempat umum, bahkan di negara Thailand dan Kamboja sekalipun. Singapura telah menerapkan ruang publik sebagai kawasan bebas rokok, mesin penjual rokok dinyatakan ilegal, dan melarang perusahaan rokok menjadi sponsor even publik. Jika kita berjalan-jalan ke Hongkong, maka kita dapat melihat “No Smoking. Maximum Penalty HK$5000” di airport, bis, hotel, restoran, stasiun, dan tempat lainnya. Semua masyarakat dan turis mematuhi aturan ini. Hal yang menakjubkan yaitu Bhutan sejak tahun 1729 telah melarang masyarakatnya untuk merokok di tempat umum.

Berani bersikap asertif

Indonesia merupakan negara ketiga di dunia yang jumlah perokok akifnya terbanyak setelah India dan China. Hasil survei sosial ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) Palembang tahun 2009 menemukan tingkat konsumsi warga ibu kota Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) terhadap rokok cukup tinggi. Pengeluaran rumah tangga untuk membeli rokok melampaui tingkat konsumsi kebutuhan pokok, seperti beras. Dibandingkan tahun 2008, angka konsumsi rokok ini mengalami kenaikan sekitar tiga persen. Adapun di daerah lainnya di Indonesia secara umum, konsumsi rokok berada di peringkat kedua kebutuhan yang dibeli orang miskin setelah beras. Fakta yang memperlihatkan bahwa rokok telah menjadi kebutuhan primer bagi para perokok aktif ini diasumsikan sulit untuk dikurangi. Namun bagi para perokok pasif tidak perlu berkecil hati dan bermurung diri karena sesak menghisap asap, sebab masih ada harapan untuk mengatasinya selain bergantung pada peran pemerintah dalam regulasi dan penerapannya.

Sebagai perokok pasif yang peduli kesehatan diri sendiri dan masyarakat, semestinya  berani bersikap asertif terhadap perokok aktif guna tidak merugikan orang lain. Asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Perokok pasif dapat menegur secara verbal maupun nonverbal kepada perokok aktif yang tak segan merokok di tempat umum, menasehati dengan kasih sayang kepada anggota keluarganya yang merokok terutama ketika berada bersama anggota keluarga lain yang tidak merokok, ataupun menolak tawaran merokok. Dalam kata lain, berani menegur dan berani berkata tidak.

Tanpa tindakan nyata, tidak akan ada perubahan nyata pula. Oleh karena itu, mengekspresikan perasaan ketidaknyamanan terhadap asap rokok secara jujur, nyaman, dan terbuka kepada perokok aktif guna mempertahankan hak-hak pribadi adalah salah satu jalan untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat.

Kondisi di berbagai tempat umum, banyak masyarakat yang segan dan enggan untuk asertif sekalipun berada dalam keadaan ketidaknyamanan. Banyak di antara kita yang bersikap pasif, hanya diam terhadap orang yang merokok di sekitar kita, atau sekadar menutup hidung dengan telapak tangan, tisu, sapu tangan. Sangat jarang yang berani menegur perokok untuk mematikan rokoknya atau menyarankan merokok di tempat lain yang tidak merugikan orang lain.

Bersikap asertif memang bukan perkara mudah terutama bagi budaya kita yang memiliki kesungkanan untuk menegur, sehingga bersikap pasif lebih dipilih dibanding asertif. Pemahaman yang salah mengenai berperilaku ramah tamah, saling menghormati membuat seseorang khawatir berbuat tidak sopan, menghindari diri dari konflik, tidak berani membuat keputusan. Perilaku ABS (Asal Bapak Senang) dideterminasi oleh kepasifan diri dan ketiadaan asertivitas diri. Asertif bukan berarti mencari masalah dan konflik, namun sebaliknya, keberanian untuk mengekspresikan tanpa menimbulkan perseteruan dan justru menghasilkan win-win solution. Dengan berperilaku non asertif, seseorang malah melukai dirinya sendiri karena harus menyimpan perasaan negatif dalam diri, apalagi dalam konteks tulisan ini maka seseorang membiarkan kesehatan paru-parunya dirusak oleh asap rokok.

Saat kita telah asertif dengan sopan menegur perokok di tempat umum, maka kita akan nyaman untuk beraktivitas, dan perokok pun sadar bahwa perbuatannya salah. Ia dapat mematikan rokoknya atau pindah ke tempat lainnya. Yang tidak merokok senang, perokok pun tidak geram.

Mgs. Ahmad Ramadhani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun