Dilema Perubahan Kurikulum: Pengalaman Seorang Gen Z
Oleh : M. Gilang Pratama
Sebagai seorang Gen Z yang tumbuh bersama perubahan kurikulum yang begitu cepat, saya merasakan langsung bagaimana sistem pendidikan kita terus bertransformasi. Mulai dari masa sekolah dasar yang masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga jenjang perkuliahan di jurusan pendidikan, saya telah mengalami peralihan ke Kurikulum 2013 dan kemudian ke Kurikulum Merdeka. Perubahan yang begitu cepat ini seringkali membuat saya dan teman-teman merasa lelah dan kesulitan untuk beradaptasi.
Beban Adaptasi yang Berat dan Dampaknya
Transisi dari satu kurikulum ke kurikulum lainnya bukan hanya sekadar pergantian buku atau metode pembelajaran. Ini adalah sebuah proses yang kompleks dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan kurikulum yang terlalu sering dapat menyebabkan penurunan prestasi belajar siswa, terutama pada awal-awal penerapan kurikulum baru. Hal ini sejalan dengan pengalaman saya dan banyak teman seangkatan. Contoh penelitian yang mendukung argumen pribadi saya adalah penelitian yang dilakukan oleh Salsabila Azzahra dengan judul "Implikasi Perubahan Kurikulum Pendidikan Nasional Terhadap Kualitas Pembelajaran Dan Prestasi Siswa"
Selain penurunan prestasi, perubahan kurikulum yang cepat juga dapat memicu stres dan kecemasan pada siswa. Siswa yang sering mengalami perubahan kurikulum cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan kurikulum yang stabil. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian dan tuntutan untuk terus beradaptasi dengan perubahan yang cepat.
Ketika masih duduk di bangku sekolah, saya merasakan betul bagaimana setiap kali ada perubahan kurikulum, materi pelajaran yang harus saya pelajari seolah-olah dimulai dari nol. Materi yang sebelumnya sudah dikuasai, tiba-tiba menjadi tidak relevan dan harus dipelajari ulang dengan pendekatan yang berbeda. Belum lagi, seringkali terjadi tumpang tindih materi antara satu kurikulum dengan kurikulum lainnya, yang membuat saya merasa kebingungan.
Pengalaman yang sama juga saya alami saat kuliah di jurusan pendidikan. Ketika mulai kuliah, saya mempelajari Kurikulum 2013. Namun, belum lama berselang, pandemi Covid-19 melanda dan memaksa dunia pendidikan untuk beradaptasi dengan pembelajaran jarak jauh. Kurikulum darurat pun diterapkan, yang tentunya membawa tantangan baru bagi saya sebagai calon pendidik. Ketika akhirnya saya melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL), saya harus menerapkan Kurikulum Merdeka, yang sekali lagi menuntut saya untuk belajar hal-hal baru.
Dampak terhadap Guru dan Kualitas Pendidikan
Perubahan kurikulum yang cepat juga memberikan tekanan yang besar pada guru. Guru dituntut untuk terus mengikuti perkembangan kurikulum dan menyesuaikan metode pembelajaran mereka. Hal ini seringkali membuat guru merasa kewalahan dan tidak memiliki cukup waktu untuk mendalami materi pelajaran. Akibatnya, kualitas pembelajaran di kelas pun dapat terpengaruh.
Solusi yang Komprehensif
Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh perubahan kurikulum yang terlalu sering, diperlukan solusi yang komprehensif. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
- Periode transisi yang lebih panjang: Memberikan waktu yang cukup bagi guru dan siswa untuk beradaptasi dengan kurikulum baru.
- Involvmen semua pihak: Melibatkan guru, siswa, orang tua, dan masyarakat dalam proses penyusunan dan implementasi kurikulum.
- Evaluasi yang berkelanjutan: Melakukan evaluasi secara berkala terhadap efektivitas kurikulum dan melakukan perbaikan jika diperlukan.
- Peningkatan kapasitas guru: Memberikan pelatihan yang berkelanjutan bagi guru agar mereka dapat mengimplementasikan kurikulum baru dengan efektif.
- Stabilitas kebijakan: Menghindari perubahan kurikulum yang terlalu sering dan memastikan bahwa setiap perubahan didasarkan pada kajian yang mendalam dan melibatkan berbagai pihak.
Kesimpulan
Perubahan kurikulum adalah hal yang wajar dalam konteks perkembangan zaman. Apalagi tujuan perubahan kurikulum adalah perubahan yang lebih baik. Namun, perubahan harus dilakukan secara hati-hati dan terukur. Jarak yang singkat, survei yang kurang serta kesiapan yang tidak matang menyebabkan hilangnya tujuan dari perubahan kurikulum sendiri. Dengan melibatkan semua pihak dan memberikan waktu yang cukup untuk beradaptasi, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Bagaimana pendapatmu? Apa kamu juga memiliki pengalaman terkait hal ini? Coba ceritakan dalam di kolom komentar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H