Mohon tunggu...
M Giovanny Aulia Vikry
M Giovanny Aulia Vikry Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STIABI Riyadlul Ulum Tasikmalaya

Kreator

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Biografi KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

11 Januari 2023   11:00 Diperbarui: 11 Januari 2023   11:04 1859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perkembangannya Gus Dur selalu mempelajari ilmu agama. Tampaknya cocok dengan cita – cita sang ibu yang ingin anaknya meneruskannya seperti sang kakek dan ayahandanya lakukan yaitu mengembangkan pesantrennya dan ilmu agama secara luas. Boleh jadi, bakatnya sebagai kyai handal, dimulai dari sini. Apalagi ditambah kemampuan Gus Dur yang pandai bicara.

Gus Dur muda merupakan sosok orang yang sangat rajin belajar apa saja. Menjadi santri di Pesantren Tegalrejo Magelang selama 3 tahun, beliau tetap ingin memperluas ilmu dari pesantren lain yakni dari Pesantren Denanyar Jombang, yaitu Pesantren kakeknya sendiri K.H Bisri Syansuri. Selama di Yogyakarta, beliau sempat belajar kepada K.H Ali Ma’sum, Krapyak. Ia juga sempat memperluas lagi ilmu agama selama kurang lebih 2 tahun di Pesantren Tegalrejo Magelang dengan bimbingan K.H Chudori. Setelah itu, Gus Dur menjadi santri Kyai Wahab Hasbullah di Pesantren Tambakberas, Jombang (1959 – 1963).

Pada saat di pesantren, banyak sekali waktu yang habiskan Gus Dur untuk belajar dari guru –gurunnya. Pagi – pagi beliau selalu mengaji dengan 3 kitab dengan bimbingan langsung oleh kyai pengasuh pesantren K.H Fatah. Disaat siang, beliau menimba ilmu kembali ke kyai lain seperti K.H Masduki, lalu dilanjutkan mengaji dengan kitab lain kepada ustadz sang kakek.

 

Dengan keuletan, kegigihan, dan ketekunan yang luar biasa membuat Gus Dur tampil berbeda dibandingkan dengan santri yang lain. Ditambah lagi dengan usianya yang masih muda tersebut, Gus Dur sangat fasih dalam penggunaan gramatika Bahasa Arab. Tentu saja hal ini membantu untuk melanjutkan kuliahnya di Mesir kelak.

 

Tahun 1944, Ayah Gus Dur terpilih sebagai ketua pertama di Partai Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Merupakan organisasi yang berdiri dan didukung oleh tentara Jepang yang sedang menduduki Indonesia saat itu. Pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia, Gus Dur kembali pulang ke Jombang, dan menetap kembali sepanjang perang Indonesia dengan Belanda.

 

Pada tahun 1949 di akhir perang, Gus Dur kembali lagi ke Jakarta karena ayahnya ditugaskan untuk menjadi Menteri Agama. Gus Dur meninmba ilmu di Jakarta, kemudian masuk SD KRIS yang kemudian beliau pindah ke SD Matraman Perwari. Oleh ayahnya, Gus Dur diajarkan membaca koran, majalah, sampai buku non – Muslim guna memperluas lagi pengetahuannya. Gus Dur dan keluargannya tetap tinggal di Jakarta meski ayahnya sudah tidak menjabat Menteri Agama lagi. April 1953, ayah Gus Dur mengalami kecelakaan mobil dan akhirnya meninggal dunia.

 

Gus Dur melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertamanya di tahun 1954. Gus Dur tidak naik kelas pada tahun tersebut, sehingga ibunya mengirim Gus Dur ke Yogyakarta tersebut.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun