Kerusuhan antar suporter sepakbola di Indonesia kerap terjadi.
Beritanya kerap menghiasi media massa.
Bosan!
Itulah yang saya rasakan jika mendengar suporter ribut melulu.
Kapan damainya?
Tiap kelompok suporter seakan sudah memiliki musuh bebuyutan tersendiri.
Sebut saja Viking vs The jack, Bonek vs Aremania, Snex+Panser Biru vs Banaspati(suporter Persijap) , Pasoepati Solo vs Slemania.
Perseteruan mereka sudah menyaingi rivalitas Madriditas vs Barcelonista.
Suporter dari Indonesia amat fanatik kepada tim kesayangannya.
Jangankan duit, nyawapun rela diberikan. Tak jarang terdengar kabar tewasnya suporter akibat bentrok.
Baik bentrok antar kelompok suporter maupun dengan masyarakat.
Suporter tanah air mudah sekali diprovokasi.
Suka melempar-lempar, bakar-bakar, menyulut petasan, merusak bus tim dan suporter lawan.
Ada 3 hal yang menjadi penyebab kenapa suporter Indonesia suka brutal.
3 hal tersebut yaitu:
1. PENDIDIKAN RENDAH.
Orang yang berpendidikan rendah mudah diprovokasi. Jalan pikiran mereka tak biasa berpikir panjang menimbang-nimbang akibat perbuatannya. Yang penting brak-bruk asal hantam, soal resiko itu nanti.
Beda dengan orang yang berpendidikan tinggi. Mereka akan selalu berpikir matang akan tindakannya.
Meski belum ada penelitian, suporter Indonesia sepertinya rata-rata berpendidikan rendah.
Banyak yang jebolan SD, SMP atau SMA.
Mungkin para gibol yang jebolan perguruan tinggi malas ke stadiun karena sering rusuh.
2. USIA SUPORTER
RELATIF MUDA.
0rang tua biasanya lebih bijak dalam bertindak.
Tidak grusa-grusu asal ikut-ikutan.
Tentu mereka mempertimbangkan akibat segala perbuatannya.
Kalau kita lihat secara fisik, suporter sepakbola tanah air umumnya berumur muda.
Didominasi umur 25 th kebawah.
Kebanyakan usia SMP dan SMA, bahkan banyak yang usia SD.
Usia segitu adalah usia labil. Mudah diprovokasi.
Kalau ada yang lempar-lempar maka yang lain juga ikut.
3. EKONOMI RENDAH.
Sering terdengar suporter yang menjarah makanan atau bensin. Mereka pergi mendukung klub pujaan hanya bermodal pas-pasan atau modal nekad.
Yang penting punya duit buat beli tiket pertandingan.
Soal transport bisa nggandol truk atau kereta.
Soal makanan tinggal menjarah warung dan toko dipinggir jalan.
Tak jarang mereka memalak pengendara bermotor.
Itulah 3 penyebab suporter tanah air mudah rusuh.
Kita bandingkan dengan suporter sepakbola di negara maju.
Sebut saja negaranya David Beckham yaitu negara Inggris.
Ketika kita tayangan Premier League di layar tv, kita melihat kesantunan penontonnya.
Tak ada yang lempar-lempar, bakar-bakar atau menyerbu lapangan.
Meskipun antara tribun penonton dengan lapangan tanpa dibatasi pagar, para penonton tak tergelitik untuk masuk lapangan.
Regulasi FA(PSSI-nya Inggris) juga tegas.
Dengan menggandeng pihak kepolisian, FA bisa saja menghukum melarang seorang provokator suporter untuk menonton sepakbola di stadiun seumur hidup.
Ah kapan kita bisa melihat suporter tanah air yang tertib dan sportif?
Mungkin dengan membaiknya ekonomi Indonesia, makin terdidiknya masyarakat Indonesia , makin dewasanya suporter Indonesia dan makin tegasnya regulasi PSSI sikap pecinta bola Indonesia akan membaik.
Sekian.
Salam sportif.
Jebret!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H