Di Indonesia, terdapat peraturan yang bertujuan untuk menjaga, meningkatkan kesejahteraan, dan memastikan hak-hak anak terlindungi, seperti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, pertanyaannya adalah apakah undang-undang tersebut benar-benar dapat menjamin kehidupan yang lebih baik dan perlindungan yang memadai bagi anak-anak. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa jumlah kasus anak yang terlibat dalam masalah hukum terus meningkat dari tahun ke tahun, menunjukkan bahwa undang-undang tersebut belum membawa perubahan yang signifikan bagi anak-anak di Indonesia.
Permasalahan seperti kemiskinan, ketidakharmonisan dalam keluarga, kenakalan remaja, dan perpecahan dalam rumah tangga dapat mempengaruhi tingkat kejahatan dalam masyarakat. Faktor-faktor lingkungan sekitar, seperti kualitas pendidikan, kekacauan dalam pengajaran, dan keadaan lingkungan fisik juga turut berkontribusi terhadap kejahatan yang terjadi. Menurut Andi Hamzah, sanksi pidana adalah konsekuensi yang diberikan kepada individu yang terbukti melakukan pelanggaran yang telah diatur dalam hukum pidana, berdasarkan keputusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pidana merupakan bagian dari hukuman yang dikenakan kepada pelaku kejahatan yang melanggar norma-norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Ini merupakan bentuk penderitaan yang disengaja yang diberikan kepada pelanggar yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan ketentuan dalam hukum pidana.
Bentuk perilaku kenakalan remaja bisa dikategorikan berdasarkan beberapa metode, misalnya dengan membaginya menjadi tiga kriteria: kebetulan, kadang-kadang, dan habitual (kebiasaan), yang menunjukkan tingkat penyesuaian dengan patokan yang tinggi, medium, dan rendah. Metode klasifikasi lainnya menggunakan tripartite: historis, instinktual atau naluri, dan mental, yang dapat saling berinteraksi. Contohnya, dalam konteks etiologi kejahatan instinktual, dapat dilihat dari perspektif keserakahan, agresivitas, seksualitas, keluarga yang rusak, dan anomali dalam dorongan berkelompok. Klasifikasi ini juga mempertimbangkan kondisi mental, yang menghasilkan pola perilaku remaja yang agresif, serakah, kurang pikir panjang, kurangnya pengenalan akan nilai-nilai etis, serta kecenderungan untuk melakukan tindakan merugikan dan berbahaya atau nekad.
Perilaku tindak pidana seorang Anak dianggap sebagai Kenakalan remaja yang disebabkan karena lingkungan dan keluarga, tetapi hal tersebut bukanlah hal yang perlu di"wajarkan" melainkan perlu diarahkan untuk dapat berjaalan dengan perilaku yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H