Mohon tunggu...
M Fuad Hasyim
M Fuad Hasyim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Filsafat Universitas Indonesia

Seorang Mahasiswa Filsafat yang menggeluti bidang psikologi, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat pikiran, eksistensialisme, sastra, budaya, dan teologi keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memikirkan Keadilan Ideal: Sudahkah Kita Berpikir?

15 Juli 2023   19:11 Diperbarui: 15 Juli 2023   19:13 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana selama ini kita memikirkan keadilan? Apakah hanya berpikir pada keseimbangan dan kesetaraan pada apa yang dibagikan? Atau bahkan kita tidak ambil pusing memikirkan keadilan?

Adil dan keadilan memiliki makna yang berbeda dalam praktiknya. Adil hanya melihat pada ke-sama rata-an yang dibagikan kepada setiap orang. Pendistribusian objek keadilan secara merata tanpa ada pertimbangan etis lainnya. Sedangkan keadilan adalah berpikir lebih jauh tentang adil dengan membagikan objek keadilan secara proporsional berdasarkan kebutuhan, kenyamanan, dan kegunaan yang dibutuhkan.

Sejak dulu, keadilan adalah perdebatan kontradiktif dari para pemegang kuasa dan mereka yang mengikut kuasa. Hasilnya, para pemegang kuasa banyak yang memonopoli keadilan hanya untuk kepentingan pribadi.

Dalam perkembangannya, konsep keadilan mengalami evolusi yang signifikan dalam menghadapi permasalahan yang semakin kompleks. Kompleksnya permasalahan tersebut menuntut adanya pemahaman tentang keadilan yang ideal yang bisa diterapkan di semua kalangan. Kalau keadilan hanya diartikan demikian, bukankah keadilan layaknya sebuah 'adil' yang tidak proporsional. Bukankah yang dicari adalah keadilan yang menyeluruh dalam proporsi dan komposisi hak yang dibagikan, tanpa tumpang tindih yang berujung pada ketidakadilan?

Bagaimana menciptakan keadilan yang berkeadilan, bukan hanya keadilan yang adil semata?

Keadilan yang ideal adalah keadilan yang mutualisme, yang menguntungkan satu sama lain dalam satu landasan 'tanah' yang sama. Keadilan yang ideal adalah ketika setiap individu mencapai hak yang dikehendaki tanpa mengorbankan hak orang lain. Yang bisa disebut keadilan adalah ketika kita mendapatkan kebahagiaan kita tanpa harus menyakiti orang lain.

Secara teoritis, proses demokrasi merupakan bentuk ketidakadilan yang paling dekat dengan kita. Di dalam sistem demokrasi memberikan ruang besar untuk menciptakan ketidakadilan. Ketidakadilan ini disebut sebagai ketidakadilan struktural yang dengan sengaja melanggengkan ketidaksetaraan dan ketidakseimbangan keputusan. Misalnya, ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan dapat memengaruhi akses individu atau kelompok terhadap proses politik, sehingga membatasi partisipasi yang merata dan adil.

Demokrasi menghendaki adanya pendapat mayoritas untuk menentukan keputusan, sedangkan minoritas mau tidak mau harus menuruti apa pendapat mayoritas. Dari sini saja, konsep keadilan yang harus saling menguntungkan, mendapatkan hak yang diinginkan, tanpa mengorbankan hak kelompok lain jelas telah dilanggar.

Lagi-lagi, meskipun sudah tahu bagaimana konsep keadilan yang benar, nyatanya konsep tersebut terlalu ideal. Sangking idealnya, tidak bisa menemukan cela untuk merealisasikannya secara penuh di dalam praktik menciptakan keadilan.

Daripada memikirkan keadilan yang ideal, lebih baik berfokus pada penghapusan ketidakadilan yang dapat dihilangkan, daripada mendefinisikan masyarakat yang benar-benar adil. Setidaknya ada empat hal yang bisa digunakan untuk merancang kebebasan yang memadai dan valid untuk direalisasikan. Empat hal tersebut adalah kebebasan, kapabilitas, kebahagiaan dan kesetaraan.

Pertama, adalah kebebasan, yang mewujudkan keadilan yang tidak hanya dimaknai sebagai paksaan dari eksternal, namun juga kebebasan untuk memutuskan bagaimana meraih sesuatu yang diinginkan. Dengan adanya kebebasan untuk memilih, kita akan memiliki tanggung jawab terhadap apa yang kita pilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun