Mohon tunggu...
Muhammad Fajar Marsuki
Muhammad Fajar Marsuki Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Departemen Pendidikan IPA di UM dan Mahasiswa S3 Pendidikan IPA FKIP UNS

Dosen muda UM dan mahasiswa program S3 Pendidikan IPA FKIP UNS yang hobi membaca dan menulis tentang topik pendidikan dan teknologi informasi terbaru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Daur Ulang Baterai Kendaraan Listrik dan Tantangannya di Indonesia

24 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 24 Desember 2024   09:56 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Struktur Baterai (Sumber: Simplified Heat Generation Model for Lithium ion battery used in Electric Vehicle. IOP Conference Series) 

Kendaraan listrik kini semakin populer di Indonesia. Di jalan-jalan, sering terlihat berbagai jenis kendaraan listrik, mulai dari mobil listrik hingga yang paling kecil, sepeda listrik. Fenomena ini mungkin disebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kendaraan yang ramah lingkungan. Atau mungkin karena banyaknya keuntungan ekonomis yang diperoleh dengan menggunakan kendaraan listrik, seperti rendahnya biaya operasional kendaraan listrik ataupun rendahnya pajak kendaraan listrik di Indonesia. Namun, di tengah fenomena tersebut, muncul satu tantangan besar yang mungkin jarang dipikirkan oleh pengguna kendaraan listrik dan masyarakat secara umum, yaitu pengolahan limbah baterai kendaraan listrik.

Baterai adalah komponen paling utama dan paling mahal dalam sebuah kendaraan listrik, utamanya mobil listrik. Biaya penggantian ataupun perbaikan baterai mobil listrik sering kali mencapai jumlah yang mencengangkan, bahkan bisa mencapai 1/3 dari harga mobil listrik itu sendiri. Sebut saja mobil listrik seperti Hyundai Ioniq dan Wuling Air EV yang biaya penggantian baterainya sekitar Rp100 juta hingga Rp 200 juga. Dengan dana sebanyak itu, masyarakat sudah bisa mendapatkan satu kendaraan konvensional berbahan bakar fosil. Aspek tersebut menjadi salah satu pertimbangan utama yang menghalangi masyarakat untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan tersebut dalam jangka panjang.

Di luar negeri, pengolahan baterai kendaraan listrik menjadi perhatian serius, baik dari pemerintahnya maupun dari pelaku industrinya. Dengan teknologi hidrometalurgi dan pirometalurginya, negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan Cina, telah berhasil melakukan proses daur ulang baterai yang matang. Teknologi mereka telah mencapai tahap dimana dapat mengekstrak logam penting dari baterai bekas, seperti litium, nikel, dan kobalt. Perusahan besar seperti Umicore di Belgia dan CATL di Cina telah banyak menginvestasikan dananya dalam mengembangkan teknologi daur ulang baterai yang efisien. Negara-negara maju di Eropa juga mewajibkan produsen kendaraan listrik untuk bertanggung jawab terhadap limbah baterai dari kendaraan yang mereka produksi melalui skema Extended Producer Responsibility (EPR) sehingga proses daur ulang baterai kendaraan listrik telah masuk dalam rantai produksinya.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Sebelum memproyeksikan kebijakan pengolahan limbah baterai dari kendaraan listrik tersebut di Indonesia, ada baiknya menilik sedikit bagaimana struktur baterai dan proses daur ulang baterai yang ada saat ini. Pada dasarnya, struktur baterai terdiri dari enam komponen utama. Ada elektroda (anoda dan katoda), pemisah (separator) yang mencegah aliran elektron di antara elektroda, elektrolit (bisa dalam bentuk larutan, padatan, atau gel), pengumpul arus di bagian luar setiap elektroda, dan casing/penutup baterai. Elektron masuk dan keluar dari pengumpul arus melalui elektroda pengumpul arus yang menghubungkan baterai ke sirkuit eksternal (perangkat elektronik). Nama baterai biasanya diambil dari jenis elektrolit yang dipakai. Contohnya baterai Li-ion yang sering dijumpai merupakan baterai yang memakai elektrolit dari logam litium. Umumnya, pada kendaraan listrik ada enam jenis baterai yang digunakan, yaitu:

  1. Li-ion (biasa dipakai pada perangkat elektronik handphone, laptop, tablet, dan kendaraan listrik)
  2. Nickel-Metal Hydride/NiMH (biasa dipakai pada mobil hybrid)
  3. Lead-Acid/SLA (biasa dipakai pada sepeda dan motor listrik)
  4. Solid-State (biasa dipakai pada peralatan kesehatan dan kendaraan listrik)
  5. Nickel-Cadmium/Ni-Cd (biasa dipakai pada perangkat elektronik tahun 90-an)
  6. Ultracapacitor (Mirip SLA dan biasa digunakan sebagai tempat penyimpanan tenaga sekunder)

Struktur Baterai (Sumber: Simplified Heat Generation Model for Lithium ion battery used in Electric Vehicle. IOP Conference Series) 
Struktur Baterai (Sumber: Simplified Heat Generation Model for Lithium ion battery used in Electric Vehicle. IOP Conference Series) 

Umumnya, kendaraan listrik, khususnya mobil listrik, hanya memiliki masa pakai baterai sekitar 5 sampai 10 tahun saja. Setelah melewati masa pakainya, baterai dari kendaraan listrik akan berkurang kapasitasnya sehingga mempengaruhi jarak maksimal yang dapat ditempuh oleh kendaraan listrik tersebut. Lalu bagaimana cara mendaur ulang baterai bekas dari kendaraan listrik? Ada tiga jalur untuk proses daur ulang baterai yang dapat digunakan, yaitu:

  1. Jalur pertama adalah direct disassembly. Limbah baterai dibongkar secara langsung. Proses daur ulang ini meliputi pemisahan katoda dan anoda dari baterai bekas dan hasilnya dikalsinasi (dipanaskan pada suhu tinggi) untuk menghasilkan bahan aktif yang dapat digunakan lagi dalam proses pembuatan baterai baru.
  2. Jalur kedua adalah pirometalurgi. Limbah baterai dipanaskan dalam kondisi vakum atau dengan atmosfer inert (sukar bereaksi) untuk menghasilkan logam oksida dari komponen baterai. Logam oksida tersebut dilelehan dan direduksi (reductive smelting) menghasilkan logam murni yang dapat digunakan kembali dalam proses pembuatan baterai baru.
  3. Jalur ketiga adalah hidrometalurgi. Logam dari limbah baterai diekstrak menggunakan berbagai macam larutan kimia (umumnya campuran asam sulfat dan hidrogen peroksida). Kemudian larutan berisi ion logam tersebut diendapkan secara terpisah menggunakan pengaturan pH ataupun menggunakan pelarut organik sehingga diperoleh padatan garam dari logam baterai tersebut.

Skema Daur Ulang Baterai Li-ion (Sumber: BLithium-Ion Battery Recycling: Overview of Techniques and Trends. ACS Energy Letters)
Skema Daur Ulang Baterai Li-ion (Sumber: BLithium-Ion Battery Recycling: Overview of Techniques and Trends. ACS Energy Letters)

Dari ketiga jalur daur ulang baterai bekas tersebut, mana yang cocok untuk Indonesia? Sebenarnya, ketiga pilihan tersebut punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jalur direct disassembly memerlukan teknologi dan keahlian yang tinggi mungkin saat ini masih sulit diterapkan di Indonesia (juga sangat costly). Di sisi lain, jalur pirometalurgi memerlukan energi yang besar dan menghasilkan polusi udara yang tinggi sehingga kurang cocok di Indonesia yang mengejar Net Zero Emission di tahun 2060. Yang paling cocok adalah jalur hidrometalurgi karena industri kimia di Indonesia sudah cukup mumpuni dalam mengolah limbah cair bahan kimia yang merupakan produk sampingan dari proses daur ulang baterai tersebut.

Indonesia sendiri sebenarnya sudah memberikan dorongan awal tentang daur ulang baterai. Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, khususnya pada Pasal 32, telah mengatur regulasi penanganan limbah baterai dari kendaraan listrik. Namun, aturan mengenai skema daur ulang baterai kendaraan listrik secara spesifik belum ada. Pemerintah Indonesia sangat perlu untuk membuat regulasi berkaitan dengan daur ulang baterai kendaraan listrik tersebut agar tidak tertinggal dari negara lain. Jangan hanya mengatur tentang emisi dari daur ulang baterai seperti pada Permenlhk Nomor 12 Tahun 2021 tentang Baku Mutu Emisi Daur Ulang Baterai Litium. Buat aturan yang mendorong pelaku industri kendaraan listrik di Indonesia agar mampu dan mau mendaur ulang baterai dari produknya sendiri.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga harus mendorong inovasi di bidang daur ulang baterai kendaraan listrik. Jangan hanya menunggu hasil penelitian dari peneliti dan dosen di bidang tersebut yang biasanya hanya mengendap sebagai artikel internasional terindeks Scopus. Kalau diperlukan, sekolahkan penerus bangsa ke luar Indonesia untuk menjadi ahli daur ulang baterai. Setelah pulang ke Indonesia, manfaatkan keahlian mereka. Apalagi Indonesia terkenal dengan sumber litium, nikel, dan kobaltnya yang melimpah dibandingkan negara lainnya. Indonesia tidak kekurangan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk mewujudkan sistem daur ulang baterai kendaraan listrik di dalam negeri.

Penulis:

  1. Muhammad Fajar Marsuki, S.Pd., M.Sc. (Dosen S1 Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang/Mahasiswa S3 Pendidikan IPA FKIP Universitas Sebelas Maret)
  2. Prof. Dr. Sarwanto, S.Pd., M.Si. (Dosen S3 Pendidikan IPA FKIP Universitas Sebelas Maret)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun