Lato-lato sudah ada dari tahun 1960-anÂ
Sekarang ini, mungkin kamu sudah mengenal dengan apa itu lato-lato, atau setidaknya udah tidak asing lagi dengan suaranya.
Buat banyak anak, mainan ini mungkin dikenal sebagai fenomena baru. Namun sejarah sudah mencatat, lato-lato ini ternyata sudah ada sejak era 1960-an. Ketika itu, mainan tersebut diperkenalkan sebagai mainan edukasi sebelum akhirnya ditarik dari peredaran karena alas an tertentu.
Lato-lato banned (dilarang)
Ketika mainan ini pertamakali diperkenalkan di Amerika Serikat, konon katanya lato-lato ini berperan sebagai alat edukasi hokum Newton.
Lato-lato ini dikenal dengan sebutan clackers balls, click-clack atau knockers hingga di Italia yang disebut "Lato" (bahasa italia yang berarti sisi samping).
Maninan ini digadang-gadang memberikan pemahaman terhadap dua hukum gerak Newton; tentang benda bergerak yang cenderung tetap bergerak dan setiap tindakan yang akan menyebabkan sebuah reaksi yang sama atau berlawanan.
Namun kiranya belajar, mainan ini malah menuai reaksi negative dari masyarakat.
Selain dianggap menjadi polusi suara (berisik) bagi masyarakat, lato-lato ini juga dianggap berbahaya dikarenkan bisa pecah dan berubah menjadi proyektil yang bisa mengancam kebutaan mata.
Puncaknya saat itu terjadi pada tahun 1971. Ketika itu, Food and Drug Administration (FDA) yang bertanggung jawab untuk keamanan publik. FDA saat itu juga menetapkan standar baru untuk sebuah produsen mainan yang kemudian akan menjadi hambatan besar untuk pembuat lato-lato. Efeknya, mainan ini pun ditarik dari pasar. Karena peraturan yang samapun juga berlaku di Kanada dengan alasan yang sama.
Di Indonesia sendiri, mainan ini mulai populer pada tahun 1990-an. Tapi sekarang, ketika mainan ini populer lagi, muncul beberapa larangan-larangan untuk memainkan atau membawa lato-lato di sekolah. Hal tersebut sudah terjadi di Pesisir Barat Lampung. Disdikbud wilayah Lampung Barat itu merujuk pada UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Atas dasar tersebut, pihak dari Disdikbud Pesisir Barat Lampung mengeluarkan surat imbuan untuk Kepala Satuan Pendidikan se-Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Erwin Kostalani, selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Barat, Lampung, meminta agar semua kepala sekolah satuan pendidikan segara untuk memberitahukan imbauan tersebut kepada para siswanya.
"Kami menilai permainan ini akan memberikan dampak yang kurang baik jika dimainkan di lingkungan sekolah," beber Erwin Kostalani. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Barat, Lampung, dilansir dari Tribun, Rabu (4/1/20223).
Untuk itu kita minta agar para kepala sekolah mensosialisasikan surat imbauan ini kepada seluruh siswa."
Mainan ini ini ternyata masih ada manfaatnya
Hal ini diamini oleh dosen program studi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (Unair) Ikhasan Rosyid Mujahidul Anwari.
Menurut beliau, lato-lato ini adalah sebuah bukti dimana peran manusia sebagai homo ludens atau makhluk yang suka bermain selalu memiliki permainan yang tren disetiap eranya, atau mengikuti perkembangan zaman dan ekonomi.
"Masing-masing zaman atau era selalu punya zeitgeist atau yang biasa kita sebut sebagai jiwa zaman. Kebetulan, sekarang mainan lato-lato. Siapa yang meyebabkan permainan tersebut menjadi populer, salah satunya produsen media permainan anak dan saya kira hal ini akan berulang pada waktu mendatang," jelasnya dilansir dari laman resmi Unair pada kamis, 3 Januari 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H