Mohon tunggu...
MOKHAMAD FARID FAUZI
MOKHAMAD FARID FAUZI Mohon Tunggu... Lainnya - Bapak

S1 Sarjana Ekonomi Universitas Airlangga - Surabaya S2 Master in Development Management di Asian Institute of Management - The Philippines

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Prinsip Alokasi Anggaran Provinsi Berbasis Indikator untuk Pencegahan Korupsi

11 Februari 2023   15:06 Diperbarui: 11 Februari 2023   15:15 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus korupsi level provinsi menyeruak lagi di akhir tahun 2022 dan awal tahun 2023. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) dan beberapa pihak lain dalam kasus korupsi suap pengelolaan dana hibah pada akhir tahun 2023. KPK juga menangkap Gubernur Papua pada awal tahun 2023 dalam kasus korupsi suap atau gratifikasi proyek infrastruktur Pemerintah Provinsi Papua.

Kasus korupsi level provinsi tidak hanya pernah terjadi di dua provinsi tersebut tapi juga di beberapa provinsi lain. Kasus korupsi dana hibah provinsi juga pernah terjadi di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Mantan Gubernur Provinsi Banten juga pernah terseret korupsi pengadaan alat kesehatan. Begitu juga oknum aparat di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, ada yang pernah terjerat korupsi dana bantuan keuangan dan ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan tahun 2019. Sumber dana semua kasus korupsi tersebut sama, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemerintah level provinsi.

Dalam konteks sistem pemerintahan Indonesia dimana fokus otonomi ada di tingkat kabupaten/kota maka sebenarnya pelaksanaan APBD provinsi berada di kabupaten/kota. Memang terdapat sebagian urusan yang kewenangan provinsi berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tapi sangat terbatas, misalnya Sektor Kehutanan. Itupun lokasi hutannya berada di wilayah kabupaten/kota.

Prinsip pelaksanaan APBD Provinsi berada di wilayah kabupaten/kota terjadi di hampir semua jenis dan sektor pelaksanaan APBD, misalnya angaran untuk rumah sakit pelaksanaannya berada di kabupaten/kota tertentu di provinsi bersangkutan. Begitu juga hibah, termasuk hibah untuk organisasi sosial masyarakat yang berada di kabupaten/kota dalam provinsi tersebut. Bahkan dalam APBD provinsi terdapat anggaran bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota didalam provinsinya.

Harus diakui selama ini tidak ada kriteria kuantitatif tertentu yang menjadi patokan pengalokasian APBD Provinsi. Misalnya untuk dana hibah, pembagian masing-masing kabupaten/kota didasarkan pada proposal bukan krteria kuantitatif pembangunan tertentu, misalnya jumlah penduduk atau tingkat kemiskinan atau luas wilayah. Begitu juga dengan anggaran bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota.

Sebenarnya terdapat praktik baik alokasi APBD pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota melalui skema Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi, yang sering disingkat dengan TAPE. Skema TAPE telah dilaksanakan pada APBD Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Kalimantan Utara No. 49 Tahun 2018 dan Pergub Kaltara No. 6 Tahun 2019. Kedua regulasi ini mengatur tentang tata cara penyaluran anggaran bantuan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota memasukkan unsur lingkungan sebagai kriteria atau dalam pergub disebut dengan Bantuan Keuangan Bersifat Ekologis.

Beberapa kriteria dan bobot yang disebut dalam Pergub adalah (1) Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan 15%; (2) Ruang Terbuka Hijau atau RTH 20%; (3) Pengolahan Persampahan 25%; (4) Perlindungan Air 30%; dan (5) Pencemaran Udara 10%. Masing kriteria diberikan diberikan indikator kuantitatif untuk perhitungan, misalnya indikator RTH adalah jumlah RTH yang tersedia dan prosentase luas RTH dibandingkan dengan luas wilayah.

Indikator pencemaran udara adalah indeks standar pencemaran udara -yang sudah banyak tersedia alat pengukurnya-. Kriteria dan indikator dapat ditentukan berdasarkan kebutuhan masing-masing wilayah. Wilayah urban seperti Jakarta mungkin lebih membutuhkan bobot pengolahan sampah dan ruang terbuka hijau lebih tinggi dari pada pencegahan kebakaran hutan karena luas hutan sedikit. Wilayah di Kalimantan mungkin sebaliknya karena tutupan hutannya masih tinggi.

Regulasi menyebutkan proses pengumpulan datanya. Dalam Pergub di Kaltara disebutkan proses pengumpulan data berdasarkan self-assessment oleh kabupaten/kota berdasarkan form yang disediakan oleh provinsi. Tim dari provinsi melakukan verifikasi data berdasarkan form yang dikirimkan. Verifikasi dapat melibatkan pihak non-pemerintah untuk menjamin independensi, misalnya perguruan tinggi atau organisasi pemerhati lingkungan. Hasil verifikasi menjadi dasar perhitungan.

Berikut contoh simulasi sederhana hasil perhitungan. Misalnya terdapat 5 kabupaten/kota dalam satu provinsi. Berdasarkan hasil perhitungan adalah sebagai berikut : Kabupaten A skor 20%; Kabupaten B skor 22,5%; Kabupaten C skor 25%; Kabupaten D skor 15% dan Kota E skor 17,5%. Jika alokasi anggaran bantuan provinsi untuk kabupaten/kota sebesar Rp 100 Milyar maka Kabupaten A mendapat Rp 20 Milyar; Kabupaten B mencapat Rp 22,5 Milyar; Kabupaten C mendapat Rp 25 Milyar; Kabupaten D mendapat Rp 15 Milyar dan Kota E mendapat Rp 17,5 Milyar. 

Pola yang sama dapat digunakan untuk anggaran hibah yang seringkali diberikan kepada kelompok masyarakat. Anggaran hibah dapat diberikan berdasarkan sektor-sektor yang menjadi prioritas pembangunan pemerintah provinsi. Misalnya provinsi mempunyai prioritas pengurangan stunting, maka kabupaten dengan jumlah stunting tinggi memperoleh hibah penanganan stunting lebih tinggi. Atau indikator dapat dibuat berdasarkan prestasi, yaitu daerah yang mampu menurunkan angka stunting lebih baik maka memperoleh anggaran hibah sektor penanganan stunting lebih banyak karena merupakan sebuah prestasi.

Skema-skema tersebut mungkin tidak akan menghapus korupsi sepenuhnya, tapi setidaknya akan menutup atau mencegah korupsi yang berdasarkan negosiasi atau kedekatan politik karena berdasarkan indikator yang lebih pasti dan lebih transparan dalam mekanisme. Skema tersebut tidak akan mengurangi kualitas angaran karena indikator dapat ditentukan berdasarkan prioritas pembangunan pemerintah provinsi.

Artikel yang sama juga dimuat di detik..com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun