Mohon tunggu...
Muhamad Faliq Ramadan
Muhamad Faliq Ramadan Mohon Tunggu... Konsultan - Railway Business Development - Master in Tourism and Business

Saya hadir untuk terlibat dengan rasionalitas dalam percakapan publik. Sebab kebenaran hadir dengan dipercakapkan, dan ia tidak dilakukan sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Quo Vadis Perkeretaapian Umum Republik Indonesia?

13 Desember 2022   09:04 Diperbarui: 14 Desember 2022   07:50 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis perbandingan emisi setiap moda transportasi. Sumber: Muhamad faliq Ramadan

Desain perkeretaapian nasional bersandar pada prinsip pembangunan yang berwawasan sosial dan lingkungan, guna menopang ketahanan nasional (persatuan dan kesatuan) dan roda perekonomian (mobilitas orang dan barang).

Hari ini, perkeretaapian umum RI menghadapi dilema: Perubahan iklim dan kondisi jaringan eksisting.

Di dalam kota, kita memiliki MRT (Moda Raya Terpadu), LRT (Lintas Raya Terpadu), KRL (Kereta Rel Listrik), dan untuk antarkota terdapat Kereta Konvensional dan Kereta Api Cepat.

Saat ini, kereta jarak jauh antar kota menggunakan mesin diesel, dan dalam beberapa waktu ke depan pembangunan kereta api cepat yang bertenaga listrik akan segera rampung.

Dari sudut pandang lingkungan, emisi yang dihasilkan kereta api cepat jauh lebih minimal dibandingkan dengan kereta diesel, pesawat udara, mobil dan motor.

Hal ini tentu menjadi sebuah terobosan di indonesia, sebab kita baru mengadopsi sistem baru ini di mana eksistensi sistem tersebut telah lama digunakan di beberapa negara lain.

Dunia tengah berbenah dan memperbaiki dirinya. Hal ini disebabkan salah satunya oleh perubahan iklim yang memicu rentetan peristiwa yang dapat mengancam keberlangsungan kehidupan umat manusia, agenda dan upaya untuk menangani perubahan iklim tengah dilakukan secara masif di seluruh penjuru bumi.

Pertama, dalam dilema perubahan iklim

Terdapat setidaknya dua variabel dalam transportasi kereta api, yaitu emisi moda kereta api jarak jauh konvensional dan kereta cepat bertenaga listrik  serta efisiensi waktu tempuh. Emisi karbondioksida per penumpang pada kereta konvensional lebih tinggi terhadap kereta api cepat yang berbasis listrik.

Hal tersebut disebabkan dua hal, yang pertama, jenis mesin diesel yang menghasilkan lebih banyak emisi serta durasi tempuh, semakin lama sebuah mesin beroperasi, ia berbanding lurus terhadap gas buang.

Kedua, dari sudut pandang jaringan eksisting

Jaringan kereta api konvensional sudah terbangun di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan segera di Kalimantan.

Di sisi lain, jaringan trase kereta api cepat baru mencakup Jakarta-Bandung, dengan potensi perpanjangan hingga Surabaya menurut Rencana Pembangunan Perkeretaapian Jangka Menengah Nasional.

Rencana tersebut tidak terjadi begitu saja, pemerintah memiliki visi mewujudkan perkeretaapian yang berdaya saing, berintegrasi, berteknologi, bersinergi dengan industri, terjangkau dan mampu menjawab tantangan perkembangan.

Namun di sini yang menjadi fokus adalah bagaimana strategi operasional dua jenis kereta dengan karakter berbeda, dan pada saat jaringan kereta cepat terbangun secara utuh di pulau Jawa.

Dalam poin ini, kebijakan publik menjadi penting dalam mengakomodir kepentingan nasional dan berpihak pada kebutuhan publik untuk bertransportasi.

Tentu, peraturan perundang-undangan menjadi dasar yang digunakan untuk mengontrol dan atau mengarahkan kepentingan umum, namun jika peraturan tersebut belum ada, maka pemerintah juga memiliki melindungi kepentingan umum, sebagai perwujudan dari konsep Welfare State. 

Negara tidak boleh menghindar untuk menyediakan pelayanan kepada publik dengan alasan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengakomodir atau belum/tidak ada peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar kewenangan melakukan perbuatan hukum.

Hal tersebut beberapa waktu lalu didapati dalam sebuah opini (yang belum diklarifikasi kebenarannya) untuk menghentikan sementara layanan Argo Parahyangan untuk Kereta Api Cepat.

Hal ini menarik terlepas pro dan kontra yang menyertai, dalam konsep Welfare State, tugas pemerintah yang utama adalah memberikan pelayanan umum atas dasar kepentingan umum, dalam kerangka mendekatkan masyarakat pada kesejahteraan.

Pembahasan ini masih sangat jauh dari sebuah pendekatan yang holistik, untuk menjaga antusiasme dan semangat membaca, maka akan saya lanjutkan dalam sesi selanjutnya, semoga bermanfaat dan saya terbuka untuk percakapan intelektual, guna mempertajam pembahasan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun