"Aku lupa deh, Sof. Kita itu udah lama banget gak ketemu semenjak kamu pindah sekolah dari kelas 5 SD kalau gak salah ya? Emang sampai ada masalah apa sih sebenarnya sampai kamu minggat dari sebelah bangkuku?", tanya Pasya sembari memasang wajah penasaran.
Begini....
"Sofa sebenarnya terpaksa buat pindah, sebab ikut Ibu ke Kampung. Ini semua terjadi karena broken home dan orang tuaku tak bisa melanjutkan lagi dan memutuskan untuk pisah. Aku ikut Ibu kembali ke Kampung, sedangkan Ayah menikah lagi dan udah punya anak. Yah! Itu semua udah menjadi masa lalu, Sya. Sofa hanya ingin Ibu melihat Sofa sukses, sama seperti Ayah dulu. Makanya, kenapa Sofa pindah gak bilang-bilang ke Pasya.", jawab Sofa sambil menangis.
"Aduuuhh!! Sorry ya Sof. Aku gak tau tentang itu. Cup..Cup..Cup jangan nangis lagi ya. Kan udah ada aku di sini yang nemenin kamu, Ayooo semangat dong ah!!!", Pasya memberi semangat Sofa.
"Aku ingat ketika kita terkahir bertemu, ada rasa sakit yang masih terasa sampai aku kembali ke Kampung. Iya, itu terkahir kalinya. Ingatkan, Sya? Kamu nyubit pipiku sampai merah gara-gara kotak pensilmu ku lempar dari lantai dua sekolah? Hehe... Maaf", lanjut Sofa sambil senyum-senyum.
"Iya lo!!! Kamu tu nakal sangat!!", jawab Pasya.
"Tapi, sekarang aku mau minta sama kamu.", pinta Sofa dengan tegas.
"Apa, Sof? Jangan yang aneh-aneh deh!!!", jawab Pasya terheran-heran.
"Izinkan aku untuk mencubit pipimu, Sya! Sebagai tanda pertemuan kita di dunia kuliah. Hehe... Please!!!", Sofa memohon.
"Nih!!! Cubit ni cubit sampai puas!!! Tapi jangan keras-keras lho ya!! Awas... Tak doakan jomlo lho!!", jawab Pasya sambil menonjolkan pipinya ke Sofa.
Sofa mencubit....