Tradisi mandi Safar bagian dari budaya masyarakat Melayu Daik yang berada di wilayah Kelurahan Daik, dan Kelurahan Daik Sepincan, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Tradisi mandi Safar dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan Safar yang bertujuan sebagai mandi tolak bala, supaya dihindari dari nahas atau segala bencana. Tradisi mandi Safar merupakan budaya yang telah lama ada di Daik khususnya dan Kabupaten Lingga pada umumnya. Orang Melayu di zaman Kerajaan Lingga-Riau juga melakukan ritual mandi Safar. Pada masa kini, tradisi mandi Safar terus dilestarikan oleh masyarakat.
Tradisi mandi Safar merupakan budaya yang dimunculkan oleh umat Islam itu sendiri. Di Daik, sumber tradisi mandi Safar dapat ditemukan dalam Kitab Tajul Mulk berbahasa Melayu yang ditulis menggunakan aksara Arab Melayu. Dalam Kitab Tajul Mulk dikisahkan Syaikh Syarifuddin dalam Kitab Ta'liqah menceritakan bahwa bala takdir dari Allah Swt. setiap setahun sekali sebanyak 12.000 berpindah dari Lauh Mahfuz ke langit dunia pada malam Rabu akhir bulan Safar.Â
Ada 7 ayat yang dimulai dengan kalimah bismillahirrahmanirrahim dijadikan doa, dan ditulis lalu direndam dalam air untuk diminum. 7 ayatnya yakni, Bismillahirrahmanirrahim, Salamun qaulammirrabirrahim, Salamun 'ala Nuhin fil 'alamin, Salamun 'ala Ibrahim, Salamun 'ala Musa wa Harun, Salamun 'ala Ilyasin, Salamun 'alaikum thibtum fadkhuluha khalidin, Salamun hiya hatta mathla'il fajr. Dalam Kitab Tajul Mulk ada lafaz niat mandi Safar yang artinya "Aku mandi sengaja pada bulan Shafar dan melalu akan daku oleh Allah ta'ala daripada fitnah Dajjal karena Allah ta'ala".
Sebagian masyarakat percaya adanya nahas di bulan Safar sehingga melaksanakan ritual mandi Safar. Kecelakaan yang terjadi pada hari bulan Safar atau bertepatan hari Rabu terakhir bulan Safar selalu dikaitkan dengan terkena hari nahas. Sebagian yang percaya sangat berhati-hati dalam beraktivitas pada bulan Safar.Â
Namun demikian, kepercayaan tentang hari nahas pada bulan Safar tidak sejalan dengan kisah dalam Kitab Tajul Mulk. Kitab Tajul Mulk hanya menceritakan pada malam Rabu terakhir bulan Safar bala berpindah dari Lauh Mahfuz ke langit dunia. Tidak diterangkan bala di langit dunia jatuh pada bulan Safar atau hari Rabu terakhir bulan Safar. Bala yang berada di langit dunia tidak diketahui waktu dan tempat jatuhnya. Kepercayaan tentang adanya hari nahas di bulan Safar juga tidak sejalan dengan hadis Nabi yang berbunyi, "Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa." (HR Imam al-Bukhari dan Muslim).
Kedudukan hadis Nabi lebih utama dan lebih dipercaya. Tradisi mandi Safar bukan karena bulan Safar bulan nahas, tetapi sebagai ikhtiar meminta kepada Allah Swt supaya dijauhkan dari bala bencana.
Di Daik, pelaksanaan mandi Safar dilakukan dengan niat yakni "Aku mandi bulan Safar menolak bala karena Allah ta'ala." Ditulis 7 ayat suci Al-Quran pada sehelai kertas lalu direndam dalam air, dijadikan air mandi dan minum. Tujuannya supaya Allah Swt memberikan keselamatan, dijauhkan dari bala bencana. Untuk menuliskan ayat suci di lembar kertas, masyarakat meminta pertolongan tokoh-tokoh agama. Tujuh ayat suci yang ditulis yakni,
Salamun Qaulammirrabirrahim (Yassin:58)
Artinya: (Dan ucapan) selamat, perkataan daripada Tuhan yang pengasih.
Salamun 'ala Nuhin fil 'alamin (As-Shaffat:79)
Artinya: Keselamatan untuk Nuh di antara semesta alam
Salamun 'ala Ibrahim (As-Shaffat:109)
Artinya: Keselamatanlah untuk Ibrahim
Salamun 'ala Musa wa Harun (As-Shaffat:120)
Artinya: Keselamatanlah untuk Musa dan Harun
Salamun 'ala Ilyasin (As-Shaffat:130)
Artinya: Keselamatanlah untuk keluarga Ilyas
salaamun 'alaikum tibtum fadkhuluuhaa khaalidiin (Az-Zumar:73)
Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masuklah, kamu kekal di dalamnya.
Salamun hiya hatta mathla'il fajr (Al-Qadr: 5)
Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.
Di samping menggunakan kertas, boleh menggunakan papan tolak bala ataupun daun pohon macang yang ditulis dengan 7 ayat suci. Penggunaan daun pohon macang karena daunnya lebar dan keras sehingga tidak mudah rusak saat direndam. Sangku mekah yakni mangkok tembaga yang di dalamnya ada tulisan kalimah suci, juga bisa digunakan untuk mandi Safar. Sangku mekah dijadikan wadah mendirus tubuh saat mandi dan minum. Pada masa lalu, sebagian masyarakat meminta tokoh agama untuk membaca doa selamat supaya keluarganya dan seluruh umat Islam dijauhkan dari bala bencana. Tokoh agama membaca doa selamat di rumahnya, dan diberi hadiah makanan dan minuman manis sebagai ucapan terima kasih.
Dalam budaya masyarakat Daik, pada mulanya sebagian masyarakat melaksanakan mandi Safar sambil bertamasya di hulu Sungai Tanda dan Sungai Daik. Pada masa sekarang ini, sejak adanya jalan yang mudah dilewati kendaraan dari Daik menuju pantai di desa lain, sebagian masyarakat pergi bertamasya ke sana. Hari mandi Safar merupakan hari yang membahagiakan, terutama buat anak-anak yang akan pergi ke tempat pemandian di sungai atau pantai.
Keluarga yang pergi mandi Safar membawa bekal makanan dan minuman yang sedap-sedap. Mereka berkumpul bersama sanak keluarga dan teman-teman bertamasya menikmati keindahan alam. Terutama anak-anak, mereka bermain air, berenang dan menyelam lalu menikmati bekal. Di tepi sungai atau pantai orang-orang duduk berkumpul bercengkerama, menikmati bekal dan saat matahari telah condong, mereka satu per satu pulang ke rumah.Â
Tradisi mandi Safar sebagai warisan budaya masyarakat Daik mengandung nilai-nilai penting bagi kehidupan masyarakat. Mandi Safar suatu tradisi religius mendekatkan diri manusia kepada Allah Swt. Tradisi mandi Safar suatu doa dan harapan kepada Allah Swt untuk dijauhkan dari segala bala bencana dunia dan akhirat. Doa dan pengharapan mengingatkan kita pada ajaran agama Islam tentang suruh dan tegahnya yang berhubungan dengan hal-hal yang menyelamatkan manusia dari hidup celaka.
Tradisi mandi Safar menjadi hari tempat mempererat tali silaturahmi antara sanak keluarga, teman, orang sekampung, dan seluruh masyarakat yang terlibat. Di saat mandi Safar satu sama lain berkumpul bercengkerama dan berbagi makanan yang dibawa. Tradisi mandi Safar yang sekaligus sambil bertamasya mengingatkan masyarakat untuk menjaga lingkungan alam sekitar. Alam sekitar perlu dijaga dan dirawat supaya tidak rusak oleh tangan jahil manusia.
Masyarakat dan generasi muda juga perlu diberi edukasi bahwa tradisi mandi Safar bukan acara hiburan tahunan yang lebih menonjolkan hiburan semata namun suatu tradisi yang mempunyai makna penting dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut kehidupan yang religius untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, hubungan silaturahmi antara sesama manusia, dan menjaga lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H