Masjid Jamik Sultan Lingga dibangun dari batu bata, berlantai marmer dan beratap genting. Pada masa kini atap masjid telah diganti asbes. Atap limas masjid punya keunikan tersendiri karena tidak dipasang kubah. Hanya di ruang tempat meletakkan mimbar terdapat kubah yang sekaligus berfungsi sebagai atap bangunan.Â
Di bagian ruang depan hanya diberi pagar besi. Ruang dalam dan depan dibatasi dinding tembok yang dihubungkan tiga pintu. Masjid selesai dibangun pada tahun 1909.Â
Di dalam masjid terdapat mimbar berukir yang berasal dari masjid era Sultan Mahmud Riayat Syah. Sesuai dengan penjelasan yang terdapat di inskripsi mimbar, pada Senin 12 Rabiul Awwal 1212 (4 September 1797) mimbar selesai dibuat di Semarang, Jawa.Â
Di samping kiri Masjid Jamik Sultan Lingga terdapat kolam penampungan air yang telah ada sejak zaman masjid lama. Di belakang masjid terdapat komplek pemakaman Sultan Mahmud Riayat Syah serta keluarganya.
Masjid Jamik Sultan Lingga dan masjid sebelumnya pada masa yang lalu menjadi bagian dari pusat pendidikan agama Islam masyarakat. Masjid menjadi tempat masyarakat sekitar untuk menimba ilmu agama dari para ulama yang bersedia untuk memberikan berbagai pelajaran.Â
Masjid menjadi tempat beribadah para ulama lingkungan istana dan pusat kerajaan sehingga memudahkan masyarakat sekitar untuk bertanya mengenai berbagai masalah agama.Â
Masjid mempunyai berbagai kitab agama dalam bentuk cetak dan manuskrip. Kitab-kitab yang ada di masa lalu menjadi rujukan dalam pelajaran agama yang diajarkan.Â
Pada masa kini kitab milik masjid dititipkan ke Museum Linggam Cahaya Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga. Masjid Jamik Sultan Lingga menjadi bagian khazanah warisan Kerajaan Lingga-Riau yang masih kokoh berdiri dan masih bisa dipergunakan di Kabupaten Lingga. Bangunan fisik masjid perlu terus dilestarikan dengan dirawat sebaik-sebaiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H