Mohon tunggu...
M Fachreza Ardianto Irsyal
M Fachreza Ardianto Irsyal Mohon Tunggu... profesional -

General Practitioner RS Permata Cibubur | FKUI 2007 | SMAN 77 Jakarta | twitter: @mfachrezaa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Komunikasi Kreatif Dokter-Pasien

7 September 2014   16:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:23 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang wanita Y, berusia 60 tahun datang ke Poli umum di RS tempat saya bekerja. Wanita ini datang sendirian dan tampak murung. Sekilas dari kondisi tubuh pasien tidak tampak permasalahan. Tapi apa yang membuat ibu datang berobat?

“Ibu Y, apa yang di keluhkan?” tanya saya. “Saya susah tidur dan makan dok” si Ibu menjawab dengan wajah murungnya. “Wah, ibu dengan usia 40an kok udah susah tidur? Sibuk kerja di kantor ya Bu?” saya membalasnya. Lalu, sontak alis mata beliau bergerak, mulai mengangkat mata dan rautan keningnya tampak berkurang. “ahh dokter bisa saja, saya sudah memiliki cucu 4 dok, masa dibilang masih 40 dan bekerja di kantor?” mimik senyum tampak di wajah beliau. Selanjutnya sang Ibu-pun mulai berbicara lugas dengan saya.

Pujian yang sederhana kepada pasien tentu akan mempermudah hubungan antara dokter dan pasien. Hubungan dokter-pasien bukanlah hubungan yang memiliki batas, tetapi hubungan yang terintegrasi berasal saling membutuhkan. Dokter tidak akan mengetahui seluruh riwayat pasien tanpa ada komunikasi yang aktif dari pasien. Demikian sebaliknya, seorang pasien tentu akan merasa senang jika semua keluhannya dapat didengar oleh dokter.

Selama dokter memiliki dasar ilmu yang kuat dan sesuai dengan kompetensi, maka mencampurkan ilmu kreatifitas dan hiburan dalam berkomunikasi yang akan membuat pasien tertarik tentunya tidak masalah. Dokter harus bisa menilai seperti apa pasien yang akan dihadapi, sehingga dokter dapat menemukan keinginan dari pasien.

Hubungan dokter-pasien memiliki dasar sebuah kepercayaan (trust), kekuatan yang saling mengisi dimana pasien akan memberikan segalanya kepada dokter dan dokter akan memberikan yang terbaik kepada pasien. Dalam menghadapi pasien, dokter tidak hanya mempelajari hal-hal yang terkait dengan menyembuhkan (to cure), tetapi juga bagaimana dokter dapat memperbaiki kualitas hidup pasien (quality of life).

[caption id="attachment_341441" align="aligncenter" width="380" caption="doctorpatient relationship"][/caption]

Seperti contoh diatas, dalam mengatasi permasalahan tidur, dokter memiliki obat yang jitu untuk menanganinya, tapi apakah jika tanpa obat-obatan pasien dapat tertidur dengan lelap? Apakah penggunaan obat tidur berkepanjangan memberikan efek yang baik terhadap pasien? Dokter bukan hanya menangani keluhan pasien datang tapi dokter harus berpikir (out of the box) apa yang menyebabkan pasien tidak dapat tidur. Tentu ini membutuhkan informasi tambahan yang didapatkan dari pasien, atas dasar kepercayaan (trust) dokter-pasien dalam berkomunikasi informasi ini dapat tergali.

Hubungan yang kreatif, menggunakan komunikasi aktif, bercanda, tentu akan membuat pasien merasa nyaman dan percaya terhadap dokter. Bukankah tidak sulit untuk dokter hanya sekedar memuji pasien atau bahkan bertanya hobby pasien? (t:@mfachrezaa)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun