Mendengar kalimat terakhir Jodha, Jay terlonjak bahagia. “Yes....!” Lalu dia menghampiri Jodha dan memeluknya. Jodha yang tidak menyangka akan menerima pelukan, hanya bisa tertegun diam. Setelah sadar, dengan canggung dia mendorong tubuh Jay menjauh, sehingga pelukannya terlepas.
“Maaf…” ucap Jay sambil tertawa bahagia. Dia meraih jemari Jodha dan menggenggamnya. “Besok abang akan datang, melamar Jodha untuk menjadi istri abang.”
Jodha mengangguk setuju. Amplop coklat itu masih terpegang di tangan kirinya. Belum juga di lihatnya. Melihat itu Jay penasaran, dia meminta Jodha agar membuka amplop itu dan melihat isinya. Tapi Jodha hanya tersenyum dan menggeleng.
“Kenapa?” tanya Jay penasaran. “Kau tidak ingin tahu apa yang aku berikan padamu?”
“Abang telah memberiku hatimu. Apalagi yang lebih berharga dari itu?” ucap Jodha dengan nada bercanda tapi mengena. Jay menganggu-angguk bangga dan bahagia. Ketika seseorang mendapatkan hati yang lainnya apalagi yang dapat membuat mereka lebih bahagia?
“Tunggu lah…. Besok abang datang!” janji Jay sebelum beranjak pulang.
Cinta adalah Pengikat Jiwa
“Saya terima nikahnya Jodha Binti Bharmal dengan mas kawin sebuah rumah dan deposito sebesar 100 juta, tunai.”
Semua yang hadir berdecak kagum. Tidak menyangka kalau anak petani biasa bisa di persunting oleh putra tuan tanah dan mendapat mas kawin yang sedemikian banyaknya. Jangankan orang lain, Jodha dan kedua orang tuanya pun tidak menyangka. Tapi setelah amplop coklat itu di buka di depan penghulu dan di saksikan semua orang yang hadir, ternyata isinya memang sertifikat sebuah rumah mungil diatas lahan seluas 2 ha dan selembar surat deposito dari sebuah bank terkemuka sebesar Rp 100 juta. Semua orang boleh berdecak kagum tapi hanya Tuan Humayun yang bisa berdecak bangga. Tidak percaya kalau anak semata wayangnya begitu kompeten dan punya kemampuan mewujudkan mimpinya. Maka, hari itu juga, resmilah Jodha menjadi Nyonya Jalaludin Humayun.
Pada malam pengantin mereka, terbukalah segala rahasia yang menyelimuti kedua insan itu. Tentang perasaan Jodha, syarat-syarat yang di mintanya dan kepergian Jay. Jay menunjukan laminating kertas wangi yang berisi syarat-syarat yang di minta Jodha. Isinya ternyata hanya sebaris kata. “Jadilah lelaki yang bisa membuat ku bangga, pemimpin yang arif, bertanggung jawab pada keluarga, mandiri & bijaksana.”
Jay menceritakan perjalanan hidupnya setelah membaca syarat Jodha. Malam itu, setelah meninggalkan Jodha, Jay terus berpikir dan berpikir akan makna kalimat yang di jadikan syarat oleh Jodha. Dia sama sekali tidak tahu, bagaimana bisa membuat Jodha bangga terhadap dirinya. Bertanggung jawab pada keluarga, dia pasti bisa melakukannya. Tapi mandiri, dia sendiri masih bergantung pada orang tua. Bijaksana? Sama sekali jauh dari bayangannya.