Keesokan harinya, dalam kesempatan yang selalu ada, Jodha berbicara empat mata dengan Jay. Dia bertanya apa yang di inginkan Jay sebenarnya. Di tanya begitu, hati Jay berbunga-bunga karena akhirnya, keberadaannya di perhatikan juga oleh Jodha. Dalam kesempatan itu, Jay melamar Jodha. Jodha tidak kaget ataupun terkejut. Dia hanya menatap Jay, tidak menerima ataupun menolak. Tetapi dia mengajukan syarat, yang harus di penuhi Jay jika dia berniat ingin menikahinya.
Syarat itu di berikan Jodha dua hari kemudian. Tertulis rapi di sebuah kertas putih yang wangi. Jay membacanya dalam hati. Apa isinya? Saat itu hanya Jodha dan Jay yang tahu. Yang jelas setelah membaca persyaratan itu, Jay pergi dari hadapan Jodha setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya. Tidak pernah lagi berkunjung ataupun menemui Jodha. Untuk waktu yang sangat lama.
Cinta adalah Penantian dan Perjuangan
Hari berganti hari, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Tahun naga terlewati, tahun ular berlalu, dan tahun kuda di jelang. Ramalan dan prediksi datang silih berganti. Jodha masih tetap sibuk dengan rutinitas hidupnya. Bahkan aktivitasnya kini bertambah. Internet telah masuk desa. Jodha menjadi salah satu orang di desa itu yang sukses bekerja di dunia maya. Segala pekerjaan dia lakukan. Membuka Toko online, affiliate marketing, blogging bahkan forex trading. Tapi dia tidak berubah. Tetap seperti dahulu kala. Pagi mengerjakan pekerjaan rumah tangga, siang pergi ke sawah, malam membantu ibu di warungnya dan sedikit malam lagi dia sibuk di depan laptopnya.
Jodha berhasrat untuk mengenal cinta dan tidak juga ingin menjalin cinta. Sejak Jay pergi setelah membaca syarat yang dimintanya, Jodha telah menutup hatinya. Banyak pria mendekat, tapi mereka tak punya tekad. Banyak pria menyapa, tapi hanya berani sebatas kata. Tidak ada seorang pun yang berhasil memiliki hati Jodha. Hingga usia 25 tahun di jelangnya.
Jodha telah tumbuh menjadi wanita muda yang mempesona. Cantik dan simpati. Sukses tapi bersahaja. Lalu Jay datang menemuinya, di warung remang-remang ibunya. Membawa sebuah map coklat yang di peluk di dada. Dia masih terlihat tampan seperti dulu kala. Meski nampak sedikit lelah.
Dia duduk di tempat duduk favoritnya dan memesan makanan kesukaannya. Jodha yang tak menyangka akan melihat Jay kembali, tertegun tak percaya. Tapi melihat Jay menyantap hidanganya dengan lahap dan penuh semangat, hati Jodha jadi berbunga-bunga.
Dan malam itu, saat mengantar Jodha pulang, Jay kembali menyuarakan hasratnya yang tertunda.
“Aku telah mengabaikanmu se-lama ini demi hasrat pribadiku. Maafkan aku,” ucap Jay dengan suaranya yang mantap dan tenang. Lalu di sodorkannya amplop coklat itu ke tangan Jodha, dengan sebuah senyum tulus tergurat di wajahnya dia berkata, “Aku telah berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi syaratmu. Aku tidak tahu apakah aku layak menjadi pendampingmu. Ini adalah hasil kerja kerasku yang akan ku persembahkan sebagai mas kawin kalau kau menerima ku sebagai suamimu. Kalau tidak, maka terimalah itu sebagai hadiah ulang tahun mu. Aku akan sangat bahagia kalau kau tahu betapa aku mencintaimu.”
Jodha menerima amplop coklat itu. Memegangnya, tetapi tidak membukanya. Gadis itu tertunduk menahan haru. Setelah berhasil menentramkan gejolak di hatinya, dia menatap Jay dengan berjuta rasa.
“Terima kasih karena telah kembali...” kata Jodha lirih tapi sepenuh hati. “Besok, abang datanglah kemari, bicara dengan ayah untuk menentukan tanggal perkawinan kita..”