Mohon tunggu...
Meysha Lestari
Meysha Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - Taruna

Menulis yang terpikirkan.... di www.meyshalestari.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terbang dalam Mimpi

20 Januari 2011   09:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:22 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa mau jadi Pilot? Masih ingat iklan susu zaman dahulu kala ketika seorang bocah di tanya  kalau besar ingin jadi apa..? ada yang menjawab ingin jadi dokter, jadi guru, jadi presiden dan ada juga yang ingin jadi pilot... kalau di tanya kenapa? jawabnya....agar bisa terbang. Logika anak kecil simple dan menyegarkan suasana dalam keluguannya.  Bagi mereka... pilot identik dengan terbang. Jadi kalau mau terbang ya harus jadi pilot... lho kok? Ya dulu kan begitu. Iklan itu sendirikan di buat tahun 90 an di mana kesempatan untuk bisa terbang bagi orang kebanyakan sangat langkah. Karena harga tiket yang mahalnya naudzubilah. Sekarang? Ada airasia... dan lain-lain perusahaan penerbangan yang murah meriah. So, sekarang siapapun bisa terbang... Beberapa hari lalu saya terbaca sebuah berita tentang sekolah penerbangan yang menghasilkkan banyak kadet tapi hanya sedikit yang bisa menjadi pilot. Hal ini di sebabkan karena kesempatan kerja yang tidak banyak dan pengalaman yang tidak mencukupi. Untuk menjadi pilot yang di hitung adalah jam terbangnya. Untuk mendapatkan Sim pilot atau yang di sebut dengan Airline Transport Pilot Licence (ATPL) seorang kadet setidaknya harus mengantongi  1.500 jam terbang dan untuk menjadi kapten sebuah pesawat penumpang setara Boeing 737 di perlukan sekitar 4000 jam terbang. .Sedangkan para kadet yang lulus dari sekolah atau kursus penerbangan biasanya hanya mengantongi sekitar 200 jam terbang. Mungkin inilah yang menjadi kendalanya yaitu perbedaan jam terbang. Artinya, para cadet yang lulus sekolah atau kursus penerbangan memang belum layak terbang kalau di lihat dari jam terbang. Dengan hanya 200 jam terbang mereka hanya layak menerbangkan sebuah pesawat kecil yang mempunyai berat di bawah 5.700 kg saja. Menurut data statistik, sebenarnya industri penerbangan banyak memerlukan kapten penerbang. Terutama mereka yang akan menerbangkan pesawat komersil berpenumpang. Dengan menjamurnya perusahaan perbangan dewasa ini hal ini memang sangat mungkin terjadi. Tapi jika yang di butuhkan adalah Kapten penerbang yang jam terbangnya di atas 4000 sedang yang banyak sumberdaya yang ada adalah cadet atau fresh graduations dengan jam terbang di bawah 1000, bagaimana bisa masuk kualifikasi? Maka sampai kapanpun kebutuhan tidak akan terpenuhi sementara calon pilot yang mengangur semakin menjadi. Untuk menyelesaikan polemik semacam ini alangkah baiknya kalau sekolah atau kursus penerbangan menambah jam terbang siswa-siswa lulusannya. Sehingga dapat memenuhi kriteria yang di butuhkan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun