Mohon tunggu...
Mey Rosmaida Oppusunggu
Mey Rosmaida Oppusunggu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara

Menulis membuat konten

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Misteri Batu Persidangan Siallagan yang bikin Melongo

30 Mei 2024   11:38 Diperbarui: 30 Mei 2024   11:52 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi diambil pada tanggal 17 Mei 2024. Di Desa Siallagan, Kec.simanindo, kab. Samosir.

Huta Siallagan yang merupakan perkampungan yang letaknya di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir. Mungkin kalian semua tidak asing lagi dengan Huta Siallagan yang terdapat pada kabupaten Samosir ini. Yah betul Huta siallagan ini merupakan salah satu objek wisata yang memiliki berbagai macam peninggalan pada zaman batak dahulu salah satunya yaitu Batu Persidangan.

Batu persidangan ini merupakan batu untuk mengadili para pelaku kejahatan seperti membunuh, memperkosa, dan juga intel musuh. Dimana ketika hanya melakukan kejahatan kecil seperti mencuri akan dikenakan sangsi berupa hukuman pasung didalam penjara, dan bagi melakukan kejahatan yang berat seperti membunuh dan memperkosa akan diberikan hukuman pacung. Namun sebelum sipelaku kejahatan tersebut dipacung ia terlebih dahulu dibawa kedalam penjara yaitu yang letaknya di bawah istana raja.

Setelah tersangka dipenjara lalu dibawa kebatu persidangan, dimana dalam persidangan tersebut dihadiri oleh Raja, beberapa penetuah kampung, Datuh (dukun), dan diikuti masyarakat setempat yang menyaksikan dari luar. Dalam persidangan ini fungsi datuh untuk mencari tahu apa kelemahan si tersangka dan datuh tersebut yang akan menentukan tanggal eksekusi pemacungan dengan cara menggunakan buku pustaka laklak. Karena pada zaman dahulu orang yang berani melakukan kejahatan pasti memiliki ilmu hitam.

Setelah hari pemacungan tiba, pelaku kejahatan akan dibawa ketempat eksekusi dengan mata yang ditutupi kain ulos dan tangan diikat serta kaki diikat dengan rotan. Seperti yang dijelaskan bapak Parasen Sitinjak selaku tour gide di huta siallagan tersebut mengatakan bahwa yang telah melakukan kejahatan tersebut sudah dianggap sebagai binatang, pasalnya ketika sebelum melakukan pemacungan, sipelaku akan diberi makanan berisi ramuan yang telah dibuat datuh untuk melemahkan pelaku kejahatan. Setelah pelaku kejahatan memakan makanan terakhir yang telah diberikan mereka tidak lupa untuk memeriksa terlebih dahulu pelaku kejahatan tersebut dengan membuka pakaiannya untuk mengetahui apakah pelaku kejahatan menyimpan jimat-jimat atau tidak, lalu pelaku dipakaikan dengan kain ulos.

Kemudian pelaku kejahatan di diangkat kebatu penyiksaan, kemudian datuh (dukun) mengelilingi pelaku dengan memegang tongkat tunggal penaluan tidak lupa untuk membaca mantra lalu tongkat tunggal tersebut dipukulkan sampai berulang kali ke hadapan pelaku dari atas sampai bawah, ketika pelaku semakin mengeluarkan suara keras itu artinya ia sudah lemah. Dan untuk mengetahui bahwa pelaku kejahatan benar-benar sudah tidak mempunyai tenaga dan ilmu hitam, badan pelaku akan di sayat-sayat dengan pisau sampai mengeluarkan darah lalu luka tersebut disirami dengan air asam sampai sipelaku kejahatan lemah.

Setelah pelaku kejahatan tersebut sudah lemah lalu tibalah hukuman pacung. Dimana bagian kepala dan tubuh pelaku dipisahkan, Kepala diletakkan dimeja bundar sedangkan bagian badan diletakkan dimeja berbentuk persegi. Yang paling mengerikan bagian jantung dan hati pelaku diambil dan diberi kepada panglima raja guna untuk menambah kekuatan sang panglima raja, hal tersebutlah yang menyebabkan Huta Siallagan disebut sebagai huta kanibal.

Lalu setelah itu badan pelaku kejahatan akan dibuang ke hutan sedangkan bagian kepala terlebih dahulu digantungkan di depan kerajaan guna untuk memberitahu kepada masyarakat bahwa pemancungan telah dilakukan dan memberitahukan kepada masyarakat agar tidak melakukan kejahatan. Setelah bagian kepala digantungkan beberapa hari lalu dibuang lah bagian kepala tersebut ke danau, konon katanya ketika melakukan pembuangan baik bagian badan dan kepala pelaku kejahatan tersebut, tidak diperbolehkan melihat dan melakukan aktivitas selama tujuh hari tujuh malam, karena ketika melihat sebelum hari yang telah ditentukan konon katanya roh jahat dari pelaku kejahatan tersebut akan kembali kepada kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun