Mohon tunggu...
Meyra Tabitha
Meyra Tabitha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Permasalahan Bandara Notohadinegoro Jember dengan APBN

23 Maret 2023   13:58 Diperbarui: 23 Maret 2023   14:03 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada di dunia khususnya di kawasan Asia Tenggara. Perkembangan terus menerus terjadi di Indonesia dalam berbagai aspek di seluruh daerah. Hal itu ditandai dengan pembangunan sarana dan prasarana negara seperti fasilitas dan infrastrukturnya. Perkembangan di Indonesia tidak hanya terfokus pada pembangunan di kota-kota besar seperti contohnya Palembang, Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta saja, melainkan juga terjadi di desa-desa serta kota-kota lainnya. Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah harus dilakukan agar negara tersebut bisa menjadi negara maju dan tidak menjadi negara yang tertinggal. Tentunya apabila dibandingkan dengan masa sebelum kemerdekaan, negara Indonesia mengalami perubahan yang dinilai cukup signifikan. Pertumbuhan dan perkembangan negara Indonesia terjadi di berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, pertahanan dan keamanan, serta transportasinya. Adanya perkembangan yang terjadi di suatu negara tidak dapat terlepas dari permasalahan yang akan muncul seiring dengan pertumbuhan tersebut. Tidak jarang hal tersebut berhubungan dengan timbulnya permasalahan ekonomi atau pembiayaan pembangunannya seperti contohnya berpengaruh terhadap APBN atau APBD yang didistribusikan. Hal inipun terjadi di salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Jember. Kabupaten Jember merupakan kabupaten yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek dan masih terus berlanjut hingga saat ini. Salah satu pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi dalam sarana transportasinya yaitu dibangunnya bandar udara yang bernama Bandara Notohadinegoro. Bandar udara ini terletak di Desa Wirowongso yang berada di Kecamatan Ajung. Bandar udara yang terletak di Kabupaten Jember ini memiliki luas lahan kurang lebih 120 hektare sedangkan jaraknya dari pusat kota dapat ditempuh dengan jarak kurang lebih 7 kilometer. Bandara Notohadinegoro ini dibangun pada era kepemimpinan Bupati Samsul Hadi Siswoyo pada tahun 2003 dan baru diresmikan pada tahun 2005 oleh K.H. Abdurrahman Wahid. Hal tersebut ditandai dengan penerbangan uji coba dari Bandara Juanda Surabaya menuju Bandara Notohadinegoro. Pengoperasian bandar udara ini baru bisa dilakukan pada tahun 2008. Saat itu Bupati Kabupaten Jember yang sedang menjabat, MZA Djalal, mengupayakan bandara ini dapat melayani penerbangan yang menghubungkannya dengan Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo. Namun sayangnya upaya MZA Djalal tersebut ternyata hanya bisa bertahan selama tiga bulan saja, sebab maskapai penerbangan yang dioperasikan PT Aero Ekspress Internasional tak mampu meneruskan operasional. Hal tersebut terjadi dikarenakan jumlah penumpang yang tidak sebanding dengan biaya operasional. Bandara Notohadinegoro ini merupakan satu-satunya bandara perintis yang dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten Jember sendiri. Sejak awal didirikan, bandara ini menggunakan dana APBD dalam pembangunannya. Bandar udara ini mengalami kesulitan dalam mendapatkan bantuan APBN. Hal tersebut dikarenakan bandara ini terletak dalam daerah yang bukan termasuk daerah 3T yakni daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal. Permasalahan lain yaitu terkait dengan lahan yang digunakan. Tanah yang digunakan untuk membangun bandar udara ini merupakan Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara 12. Selain itu seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa Bandara Notohadinegoro ini merupakan satu-satunya bandara perintis yang dikelola sendiri oleh pemerintah daerah Kabupaten Jember, membuat bandara ini tidak mendapatkan keuntungan. Dalam hal ini, sebetulnya APBN bisa saja mendistribusikan dana subsidi namun kegiatan operasional di bandar udara ini harus tetap berjalan. Hal tersebut sudah dibuktikan dengan rute Surabaya-Kangean dan Sumenep-Jember dengan harga tiket sebesar 250 ribu rupiah. Secara tidak langsung APBN mengambil risiko kerugian dalam pembiayaan kegiatan operasional bandar udara tersebut. Dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut, Pemerintah Kabupaten Jember memilih untuk tetap mengoperasikan bandar udara tersebut. Tentunya Pemerintah Kabupaten Jember memiliki alasan mengapa memilih langkah tersebut. Hal itu dikarenakan pemerintah memiliki tujuan untuk menghidupkan perekonomian melalui bidang transportasi yaitu di sektor bandara. Alasan lain adalah keyakinan bahwa dengan beroperasinya bandara ini, membantu dalam membangun sektor-sektor di bidang perekonomian lain yang ada di wilayah Kabupaten Jember seperti perdagangan barang dan jasa ataupun sektor pariwisata. Mereka beranggapan bahwa apabila penerbangan ini terus beroperasi, maka terjadi perkembangan dalam pariwisata dan hal tersebut juga berpengaruh terhadap perdagangan barang dan jasa yang ada disana seperti ramai dikunjunginya hotel-hotel, pusat toko oleh-oleh khas daerah, dan lainnya. Namun kenyataan memang terkadang tak selaras dengan ekspektasi yang sudah dibayangkan. Niat hati ingin mengoperasikan kembali, namun hasilnya nihil. Tak ada satu pun maskapai penerbangan yang masuk dan bertahan dalam waktu yang lama di Bandara Notohadinegoro ini. Hal itu dikarenakan jumlah minat yang masih kurang dan membuat penumpang yang menaiki pesawat sangat sedikit, alhasil bandara ini sama sekali tidak bisa menutup biaya operasional. Sedikitnya penumpang juga mempengaruhi harga tiket. Dengan minimnya penumpang inilah harga tiket pesawat semakin tinggi, hal itu digunakan sebagai salah satu cara atau solusi untuk menutupi biaya perawatan pesawat seperti kebersihan dan perawatan pesawat serta gaji untuk pilot dan pramugari. Beberapa cara sudah dilakukan oleh Kepala Bandara, Edy Purnomo, dengan melakukan kerja sama dengan beberapa instansi seperti hotel dan dinas pariwisata. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memberi sosialisasi terhadap masyarakat dalam penggunaan pesawat terbang. Namun tetap tidak mendapatkan hasil seperti yang diinginkan. Karena bandara ini merupakan program kerja nasional dan juga sudah mendapat lisensi dari Kementerian Perhubungan membuat Bandara Notohadinegoro ini tidak bisa ditutup. Hingga saat ini Bandara Notohadinegoro sudah berhenti melayani penerbangan dengan rute Jember-Surabaya dan Surabaya-Jember. Kegiatan operasional penerbangan hanya bisa di lakukan apabila pasar sudah memenuhi dan mampu menutup biaya operasional dari bandara tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun