Mohon tunggu...
Adik Manis
Adik Manis Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

*A simple girl* *Penikmat & pelajar fenomena kehidupan*

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Stop Menjadi Polisi Moral!

29 Oktober 2014   23:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:14 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang yang selalu berkilah bahwa niat baik untuk mengingatkan malah disangka menghakimi atau disangka menggurui. Kata canggihnya 'polisi moral'

Kalau saya sih, perlu kita instropeksi diri, kalau kita sering dituduh sebagai polisi moral, mungkin cara kita yang tidak tepat meski niat kita baik. Saya memiliki pengalaman yang cukup mengherankan mengapa saya selalu menjadi tempat cerita teman mengenai uneg-unegnya atau ketidaksukaannya terhadap seseorang. Ya, selain dipercaya dapat menyimpan rahasia, tapi saya baru menyadari bahwa cara saya yang merespon yang sepertinya membuat mereka nyaman bercerita tentang semua pikiran-pikiran negatifnya & bahkan rencana tidak baiknya kepada seseorang. Seperti cuplikan di bawah ini:

"Saya mau curhat, tapi jangan dibocorin ya?"

"Ya, kenapa?"

"Sebenarnya saya sebal sekali dengan ipar saya itu. Orangnya otoriter, pokoknya suka perintah-perintah".
"Oh, tapi pelit tidak?"

"Tidak sih. Tapi menyebalkan saja"

"Kalau begitu itu memang sudah pembawaannya dia. Mungkin karena dia dulu terbiasa pakai pembantu atau bagaimana. Yang penting tidak pelit, aman. Tapi kalau memang tidak suka disuruh-suruh, ya dihindari saja. Pokoknya cari cara biar kamu tidak disuruh-suruh lagi"

"Iya, juga sih".

Bisa dibayangkan kalau saya mengatakan "jangan begitu, bagaimana pun dia itu keluarga kamu". Bisa jadi, dia menganggap saya sebagai polisi moral yang sudah tiada cacat & cela. Pokoknya saya bisa sukses menjadi pendengar yang tidak baik karena sulit menempatkan diri pada posisi tukang curhat.

Kuncinya adalah jangan menggurui seperti jangan begini, jangan begitu. Kadang orang dewasa tidak perlu didikte seperti anak kecil. Mereka hanya membutuhkan pertimbangan yang mereka tidak sempat pikirkan. Kalau mereka sudah tahu pertimbangan-pertimbangan itu, mereka akan tahu mengambil sikap atau keputusan. Bagaimana pun, keputusannya adalah haknya yang tidka bisa diganggu gugat.

Terbukti, beberapa teman saya sangat berani membuka masalah pribadi & keluarganya kepada saya. Mungkin karena saya memang memberikan pertimbangan yang seimbang yang tidak merugikan dirinya & juga pihak yang tidak disukainya.

Di sisi lain, saya tidak suka mengambil ukuran diri saya sendiri untuk saya berikan kepada teman saya, karena kemampuan saya & dia berbeda.  Cukup dimengerti saja bahwa seseorang memang kadang perlu melalui cara yang salah dulu untuk menjadi baik, dan itu sangat manusiawi sehingga memang tidak perlu memporsir diri menjadi polisi moral orang lain.

Bahkan jika teman bertanya "jika kamu menjadi saya, apa yang akan kamu lakukan?". Saya akan menjawab "jika saya menjadi saya, saya akan mengambil keputusan blablablabla". Bagaimana pun saya tidak akan pernah menjadi dia, yang sangat dapat saya ukur adalah kemampuan diri saya sendiri bukan kemampuannya. Pengalaman hidup, bahkan mental & jenis makanan yang kami makan mungkin cukup berbeda sehingga kemampuan kami juga turut berbeda.

Di sisi lain, kadang kita perlu sedikit turun ke bawah mengatakan "kadang-kadang saya juga kayak kamu, jengkel juga kalau dikasi begitu". Sehingga seseorang merasa bahwa kita adalah teman senasibnya dalam sisi yang cukup manusiawi. Sehingga memacunya untuk mendengar kelanjutan kalimat kita mengenai bagaimana kita menyelesaikan masalah itu, yang mungkin akan dipinjamnya dalam menyelesaikan masalahnya.

Sebab mencoba untuk menjadi sempurna di mata seseorang, tidak akan pernah menjadikan kita kawan berdiskusi & pendengar yang baik .

Prinsip saya, kalau memang mau menjadi pribadi yang baik & perhatian, jangan setengah-setengah. Niat yang baik saja tidak cukup. Perlu berbesar hati untuk terus menerus belajar memahami orang lain & perbedaan untuk menemukan cara-cara yang bersifat diplomatis sehingga niat baik kita turut terbaca.

Banyak orang yang ingin menjadi pribadi yang perhatian tapi tak tahu cara yang bisa membuat orang yang diberikan perhatian senang & tidak merasa sebagai pribadi yang terintimidasi, tapi nekat & akhirnya dicap sok tahu & dilabeli polisi moral.

Kata teman saya: "Lebih enak temanan sama orang yang biasa-biasa saja daripada orang yang terlalu religius yang menganggap dirinya selalu benar & orang lain selalu salah".

Mau tidak mau, saat itu saya menyetujui pendapatnya itu karena ada benarnya juga kalau dipikir-pikir.

Jika menginginkan seseorang baik, jangan pernah mencoba mencabut atribut kemanusiaannya lalu menuntutnya untuk menjadi malaikat, sebelum dia berubah menjadi iblis.

Ya sudah, begitu dulu. Sebelum saya dianggap menggurui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun