Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Menikah Beda Agama, Sah atau Tidak?

12 April 2018   19:44 Diperbarui: 12 April 2018   19:49 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki beranekaragam budaya, suku, ras, hingga aliran kepercayaan (agama). Agama di Indonesia saat ini yang diakui adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sesuai dengan sila 1 pancasila "Ketuhanan yang Maha Esa" adalah dasar terdalam dan penting dari bangunan manusia Indonesia merdeka. Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia percaya bahwa segala sesuatu tidak dapat diraih karena usaha manusia semata melainkan karena adanya keterlibatan Tuhan sehingga permasalahan yang dihadapi dapat terselesaikan dengan baik. 

Soekarno mengemukakan bahwa prisip ketuhanan menjadi landasan kelima bangunan Indonesia merdeka, sebagaimana dikemukakannya, "Prinsip yang kelima hendaknya menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa!". Selain itu, Soekarno juga menegaskan bahwa, "Prinsip ketuhanan; bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan Tuhannya sendiri. 

Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam ber-Tuhan menurut petunjuk nabi Muhammad S.A.W, orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaklah negara Indonesia negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan lebih leluasa. Setiap rakyat Indonesia ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada 'egoisme agama'. Dan hendaknya negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan.

Dari pernyataan Soekarno tentang konsep Ketuhanan maka dapat disimpulkan dan dijelaskan dalam beberapa hal. Pertama adanya anjuran yang pada kenyataannya agar masyarakat Indonesia ber-Tuhan dengan caranya masing-masing. Kedua ber-Tuhan bukan hanya karakteristik dari tiap individu melainkan seluruh masyarakat Indonesia karena masyarakatnya yang plural dengan keanekaragamanya tersebut. 

Keberagaman tersebut menjadi benturan bagi umat beragama yang menjadi warna khas antar pemeluk agama maupun antar pemeluk keyakinan dalam sebuah agama. Pluralisme religius tersebutlah yang menjadikan masyarakat Indonesia kaya akan berbagai etnis dan kebudayaannya. Salah satu bentuk dari pluralism tersebut adalah lewat pernikahan beda agama.

Pernikahan berlaku pada manusia selaku mahluk sosial. Secara terminologis bahwa pernikahan merupakan sebuah ikatan yang dibuat oleh dua orang untuk saling mengasihi. Menurut Thalib (1980), mendefinisikan pernikahan sebagai suatu perjanjian suci, kuat kokoh untuk hidup bersama secara sah antar seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membuat sebuah keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia. 

Menurut Soemiyati, pernikahan atau pengertian adalah perjanjian perikatan antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Perjanjian dalam hal ini bukan sembarang perjanjian tetapi perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Suci di sini dilihat dari segi keagamaan dari suatu pernikahan.

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 (Pasal 1), pernikahan diartikan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia lahir maupun batin dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian jika kita menilik lebih mendalam dari pelbagai pengertian terkait pernikahan itu sendiri terdapat suatu titik inti yang memiliki kesamaan dan perbedaan, yaitu :

  •  Kesamaan antar pendapat yang ada yakni sama-sama sepakat bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan antara seorang pria dan wanita untuk membangun rumah tangga.
  • Perbedaan antar pendapat yakni  ada yang mengarahkan konsep pernikahan dengann kata sah, ada yang mengatakan sebagai sebuah ikatan lahir dan batin dan juga ada yang mengatakan suatu ikatan yang suci.

Dari pelbagai pendapat para ahli telah diuraikan yang tentunya menarik untuk dicermati, karena berdasarkann optik kelompok tampaknya para ahli mengartikan pernikahan merupakan suatu sah dan suci berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Maka dapat disimpulkan bahwa, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

Perbedaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang menjadikan berlainan baik antara benda satu atau benda yang lain. Jadi, pernikahan beda agama adalah sebuah ikatan yang sah yang dilakukan oleh dua orang berbeda secara gender yaitu pria dan wanita berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia lahir maupun batin dann kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.

Agama Kristen mengajarkan bahwa nikah adalah persekutuan suci yang ditetapkan Tuhan. Mereka memandang pernikahan sebagai tata-tertib suci yang ditetapkan Tuhan. Perkawinan adalah persekutuan hidup meliputi keseluruhan hidup, yang menghendaki laki-laki dan perempuan menjadi satu, satu dalam kasih Tuhan, satu dalam mengasihi, satu dalam kepatuhan, satu dalam menghayati kemanusiaan, dan satu dalam memikul beban pernikahan. 

Tujuan perkawinan menurut agama Protestan ialah supaya dengan pernikahan itu seorang pria dan seorang wanita dapat saling bantu membantu, saling melengkapi, saling menyempurnakan satu dengan lainnya, sehingga akan dapat dicapai kebahagian hidup materiil dan spiritual di dalam kasih dan rahmat Tuhan.

Gereja Kristen Protestan berpendapat bahwa agar perkawinan itu sah, perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan hukum negara maupun hukum Tuhan. Sesuai dengan hukum negara yaitu pernikahan tersebut dicatatkan di Kantor Catatan Sipil, agar pernikahan itu diakui sah secara yuridis oleh hukum negara sedangkan sesuai hukum agama yaitu dengan memenuhi syarat-syarat perkawinan, yaitu :

1. Masing-masing pihak tidak terikat tali perkawinan dengan pihak lain

2. Kedua mempelai beragama Kristen Protestan

3. Kedua calon mempelai harus sudah dewasa

4. Harus dihadiri oleh saksi

5. Dan disaksikan oleh jemaat

Namun gereja Protestan tidak dapat memungkiri bahwa umatnya hidup bersama-sama dengan pemeluk agama lain, karena itulah gereja tidak melarang umatnya menikah dengan pemeluk agama lain. Sama halnya dengan agama Katolik yang mengatur ketentuan mengenai perkawinan beda agama, agama, Protestan juga melakukan hal yang sama yaitu mengatur ketentuan mengenai perkawinan beda agama yaitu dengan kesediaan pihak bukan Protestan untuk menikah di gereja dan anak-anaknya dididik secara Kristen.

Namun menurut Junius Tamuntuan M. Th ,Dosen agama Protestan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Protestan melarang pernikahan beda agama karena agama merupakan pondasi rumah tangga. Jika agama dan kepercayaan sudah berbeda, akan sulit menjalankan kehidupan rumah tangga ke depannya, misalnya dalam hal mendidik anak, Bapak Julius dalam agama Protestan perkawinan beda agama tidak dapat dilakukan dengan alasan apapun yang mendasarinya

sehingga perkawinan beda agama menurut Protestan dilarang, hal itu tercantum pada Korintus 6: 14-18: "janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan ?atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang yang tak percaya? 

Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini:"Aku akan diam bersama-sama dengan mereka yang hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa. Hal itu lah yang menjadi dasar perkawinan beda agama dalam Protestan tidak mungkin dapat dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun