Bandung, Jawa Barat - Perkembangan teknologi informasi yang pesat membawa dampak positif dan negatif. Sayangnya, kemudahan akses informasi dan komunikasi juga dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak bertanggung jawab, seperti dalam kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar. Sebuah kasus di SMP [Disamarkan] di Bandung mengungkapkan bagaimana kecurigaan  orang tua berawal dari aktivitas digital sang anak dan berujung pada pengeluaran 11 siswa yang bersangkutan dari sekolah.
Berawal dari Grup Chat Mencurigakan, kasus ini bermula dari kecurigaan Ibu [Nama Disamarkan],  orang tua AMP (14 tahun), siswa kelas VII di SMP  [Disamarkan]. Ibu AMP merasa ada perubahan sikap pada diri AMP, seperti sering menyendiri, mudah tersinggung, dan menunjukkan gejala fisik seperti mata merah dan berat badan turun drastis. Kecurigaan Ibu AMP semakin kuat ketika ia tidak  sengaja melihat isi percakapan AMP di sebuah grup chat di HP anaknya. Â
Dalam  grup  tersebut, AMP dan beberapa temannya menggunakan bahasa gaul yang mencurigakan dan sering membicarakan tentang "barang" dan "paket". Ibu AMP menduga "barang" dan "paket" yang dimaksud adalah narkoba
Bukti Digital dan Konfirmasi Pihak Sekolah, ibu  AMP kemudian mencari informasi lebih lanjut  dengan memeriksa riwayat pencarian dan aktivitas AMP di internet. Ia menemukan beberapa situs web dan forum online yang membahas tentang narkoba jenis tembakau sintetis, ganja, dan sabu. Temuan ini semakin memperkuat dugaan Ibu AMP  bahwa anaknya terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.Â
Dengan bukti-bukti digital yang dimiliki, Ibu AMP  segera melaporkan kecurigaannya kepada pihak sekolah. Pihak sekolah menindaklanjuti laporan  tersebut dengan melakukan pemeriksaan terhadap AMP dan beberapa siswa lain yang diduga terlibat. Setelah dilakukan tes urine, terbukti bahwa AMP dan 10 orang lainnya positif mengonsumsi narkoba jenis ganja dan sabu.
Wawancara dengan Narasumber dalam investigasi  berhasil  melakukan  wawancara dengan  beberapa  pihak  terkait:
Ibu [Nama  Disamarkan], Orang Tua AMP "Saya  sangat sedih dan kecewa ketika mengetahui anak  saya terlibat narkoba. Saya berusaha menjadi orang tua yang baik dan memberikan yang terbaik  untuk anak saya. Tapi ternyata saya kecolongan. Saya berharap AMP bisa mendapatkan rehabilitasi  yang tepat dan kembali menjadi anak yang baik."
Bapak [Nama  Disamarkan], Kepala Sekolah SMP  [Disamarkan] "Kami sangat prihatin dengan kejadian ini. Sekolah telah berupaya keras untuk  mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan siswa. Â
Kami secara rutin melakukan sosialisasi tentang bahaya narkoba dan melakukan tes urine untuk para siswa. Namun, ternyata masih ada siswa  yang terjerumus. Keputusan untuk mengeluarkan AMP dan 10 orang lainnya dari sekolah diambil setelah melalui pertimbangan yang matang dan sesuai dengan aturan sekolah."
AMP (14 Â tahun), Siswa terlibat kasus "Awalnya aku coba-coba soalnya diajak teman yang lain. Rasanya enak. Tapi lama-lama aku jadi ketagihan. Aku nyesel dan kapok".
S (14 tahun) salah satu siswa yang juga teman kelas AMP, terjerumus narkoba karena tidak percaya diri sebab memiliki cacat fisik. "Pas saya pake narkoba itu, Aku jadi ngga ingat dan ngga malu kalau kaki aku cacat". ungkapnya lirih.