Mohon tunggu...
Agatha Mey
Agatha Mey Mohon Tunggu... Freelancer - agathamemey@gmail.com / agathamey.com - Menulis sesuka hati

Ibu satu anak, yang suka mempelajari berbagai hal tanpa harus menjadi ahli karena hidup sejatinya adalah sesederhana untuk menjadi bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu Pilot Satu Tipe Pesawat

12 April 2018   21:25 Diperbarui: 12 April 2018   23:16 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah naik pesawat terus mendaratnya membuat kita hampir terpental ? Aaahh... lebay !!! Eitsssss, saya pernah looo, pesawat turun dengan bergoyang kanan kiri dan kemudian mendarat keras membentur landasan sampai banyak yang berteriak. Itu kalau naiknya penerbangan yang "agak-agak murah" gitu ya?

Eeehhmmmm, waktu itu siy iyaaa, karena murah jadi saya belinya itu. Kapok gak ? Enggak juga hahaha... abis saat saya sering bepergian dengan pesawat, yang terjangkau harganya cuma penerbangan merk itu. Sekarang saya jarang bepergian jauh, tetapi jika nanti bepergian lagi, semoga naik pesawatnya Garuda Indonesia. Kenapa ?

Karena saya sudah melihat tempat pelatihan para pilot dan awak kabin di Garuda Indonesia Training Center (GITC) sehingga saya semakin yakin akan ke-piawai-an para pilot dan awak kabinnya. Kesempatan berkunjung ke GITC memberikan banyak pengetahuan baru untuk saya sekaligus mendapatkan informasi yang mungkin teman-teman belum tahu, looo... 

Saya beruntung menjadi salah satu peserta yang terpilih dalam Akademi Sobat Aviasi yang di adakan oleh Kompasiana dan Dirjen Perhubungan Udara, sehingga dapat mengunjungi tempat ini. Karena tidak bisa begitu saja, orang awam seperti saya masuk ke fasilitas ini. Tanggal 5 April 2018 lalu saya berkunjung ke sini untuk melihat berbagai fasilitas yang ada. Bisa dilihat dalam link YouTube berikut :


Banyak informasi yang saya dapatkan yang akan saya bagikan dalam bentuk point-pointnya saja yaaa... Tetapi nanti saya akan fokus pada satu hal saja yang paling menarik perhatian saya ya... Saat melihat langsung trainingnya dan melalui  penjelasan dari para narasumber, yaitu :

  1. Direktur Operasi PT Garuda Persero Tbk Kapten Priyanto Moeharsono 
  2. Direktur Produksi PT Garuda Persero Tbk Puji Nur Handayani 
  3. Kepala Garuda Indonesia Training Centre Kapten Martinus Kayadu 
  4. Senior Manager Operasi Garuda Indonesia Kapten Setijabudi 
  5. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Dr. Ir. Agus Santoso, M.Sc. 

saya mendapatkan banyak informasi, antara lain :

  • Dunia penerbangan adalah transportasi yang paling aman dan sangat sedikit kecelakaannya dibandingkan transportasi lain. Hal ini adalah pesawat memang di desain dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi dan tidak bisa di kemudikan oleh sembarang orang. Bagi seorang penerbang, safety itu tidak ada komprominya. 

aman terbang bersama Garuda Indonesia - dok.pribadi
aman terbang bersama Garuda Indonesia - dok.pribadi
  • GITC berdiri tahun 1984 dan merupakan fasilitas yang tertua di Indonesia, memiliki 34 ruang kelas, 7 simulator pesawat ( tipe B737-800 NG, B737-300 / 400/500, CRJ1000, A330, A320, dan ATR72-600 ), laboratorium komputer, 40 kamar dormitory bahkan helipad di lahan seluas 7 hektar.
  • Banyak syarat untuk training di GITC, yang pasti harus lulus sekolah penerbangan dunk yaaa... Tetapi selain itu, ada belasan tahap agar dapat di terima, antara lain lulus psikotest, bahasa Inggris, test kesehatan, persyaratan jam terbang dll.

  • Untuk menjadi seorang penerbang di Garuda Indonesia, seorang calon pilot wajib menyelesaikan training, 20 sesi x 4 jam, total 80 jam training dalam simulator tipe pesawat yang akan di kemudikannya. Setelah menjadi pilot, mereka juga wajib mengikuti refreshment training secara berkala. Satu jam training dalam simulator jika dihitung biayanya dapat mencapai $ 400. Deuhhhh mahalnya sebuah keselamatan... 

  • Simulator ini 98% mirip asli dan dapat di kondisikan untuk kondisi normal, abnormal ataupun darurat dari panel komputer yang berada di belakang. Jadi pilot belajar dalam segala situasi dan kondisi landasan, bahkan bisa di berikan simulasi petir loooo.. 

dalam simulator pesawat - dok. Asita DK
dalam simulator pesawat - dok. Asita DK
  • Selain menyelenggarakan training untuk pilot Garuda Indonesia, ternyata banyak pilot asal negara Saudi Arabia, Irak, India, Jepang, Korea dan China yang belajar di sini. Mereka belajar di sini karena perusahaan penerbangannya tidak efesien jika memiliki simulator sendiri yang harganya saja mencapai 200 milyard.

  • Pramugara/i belajar tidak hanya tentang kondisi pendaratan darurat, tetapi juga mengenai food and beverages. Kenapa demikian ? Karena mereka juga harus dapat menjelaskan jenis makanan / minuman dan rasanya jika ada pertanyaan dari penumpang

belajar food & beverages - dok. pribadi
belajar food & beverages - dok. pribadi
  • Dalam kondisi pendaratan di air, setelah pelampung di kembangkan semua bergantian melompat dengan cara membelakangi air untuk mencegah badan tengkurap saat jatuh dan tidak kemasukan air.

selesai latihan pendaratan di air - dok. pribadi
selesai latihan pendaratan di air - dok. pribadi
Salah satu yang saya baru tahu dan sangat menarik adalah bahwa seorang pilot memiliki lisensi yang menunjuk pada tipe pesawat sehingga tidak bisa sembarangan untuk menerbangkan pesawat tipe lainnya. Ilustrasinya begini : kalau kita punya SIM A mobil, kan boleh nyetir mobil merk Mercedes Benz, BMW, Lexus atau Toyota, Honda, Suzuki, dsb.

Nah, kalau pilot gak bisa !!! Butuh belajar ulang untuk mendapatkan lisensi tersebut dan biayanya luar biasa mahal. Ihhhh kirain kaya SIM A mobil dimana kita bisa mengendarai mobil merk abc sampai z asalkan bukan kendaraan umum, bus atau truck.

Jadi misalnya pilot yang memiliki lisensi menerbangkan pesawat keluaran Airbus seri A340-200,300,500,600 harus meratifikasi kualifikasinya jika akan menerbangkan pesawat Boeing meski serinya 737-200. Nahhhh looo, sama sekali gak bisa sembarangan yaaa... Pantas saja setiap maskapai biasanya hanya menggunakan satu sampai dua jenis tipe pesawat.

Ternyata supaya tidak perlu lisensi baru untuk pilot-pilotnya bergantian mengemudikan pesawat di maskapai tersebut. Contohnya setahu saya Citilink menggunakan banyak pesawat Boeing 737 sedangkan Wings Air menggunakan ATR 72 dam Air Asia menggunakan Airbus A320.

saya dan CRJ pilot Andi Leo (8.000 jam terbang) - dok. pribadi
saya dan CRJ pilot Andi Leo (8.000 jam terbang) - dok. pribadi
Menurut penjelasan yang saya terima dari CRJ pilot, Andi Leo hal tersebut terkait dengan penanganan pada saat terjadi kondisi emergency. Jadi setiap pesawat itu walaupun cara mengemudikannya siy sama aja tetapi jika terjadi kondisi emergency, perlakuannya berbeda-beda tergantung tipe nya.

Jika akan mengemudikan tipe pesawat yang berbeda, pilot harus mengikuti prosedur training dari awal lagi dan biayanya sangat mahal. 

Hal yang berbeda di berlakukan untuk para awak kabin karena fokus mereka bukan dalam cockpit melainkan pada bantuan kepada para penumpang. Jadi para pramugara/i dapat bekerja dalam pesawat tipe apa saja.

Hmmmm, jadi memang terbukti siy bahwa penerbangan adalah industri yang sangat mengutamakan keamanan  dan keselamatan. Tinggal kita sebagai konsumen memilih yang lebih nyaman dunk kalau begitu.... Yukkkksss terbang !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun