Namun ada yang lebih dari itu, Diary. Disini aku bisa belajar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama tentang tata cara penulisan. Seperti di bawah ini nih.
Awalnya, aku iseng-iseng buka facebook Kompasiana. Eh, ketemu artikelku yang dibagikan oleh Kompasiana. Tapi disitu ada yang aneh teman, yaitu ada kata "akan tetapi".
Iya aneh, karena aku sangat jarang atau bahkan tidak pernah menggunakan kata "akan tetapi". Aku lebih suka menggunakan kata "tapi" atau "namun".
Aku penasaran, Diary, bertanya-tanya jangan-jangan ada perbedaan antara "akan tetapi" dan "tapi". Kemudian aku cari di google.Ternyata dugaanku benar, ada perbedaan antara "akan tetapi", "tapi", "tetapi", dan "namun".
Dari google aku tahu bahwa setelah tanda baca titik (.) tidak boleh menggunakan kata "tapi" atau "tetapi". Setelah tanda baca titik (.) harus menggunakan kata "akan tetapi" atau "namun. Kata "tapi" atau "tetapi" hanya boleh digunakan setelah tanda baca koma (,).
Dari situ aku baru tahu, Diary, bahwa selama ini aku salah menggunakannya ketika menulis. Hahaha. Seperti di bawah ini nih contohnya, teman, kesalahan yang sering kulakukan sebelum melihat facebook Kompasiana.
Hahaha, aku jadi malu, Diary. Namun, tidak apa lah, namanya juga belajar. Kamu tahu kan, aku tidak punya latar belakang di dunia kepenulisan. Blog pribadi juga tidak punya. Hahaha.
Selain itu, aku juga belajar tata cara penulisan yang baik dan benar di Kompasiana dari Pak Khrisna Pabichara. Iya, Kompasianer yang aku ceritakan waktu terakhir kali aku menemuimu itu, 10 hari yang lalu. Contohnya seperti di bawah ini nih, Diary.
Dari artikel Pak Khrisna, aku jadi tahu bahwa penulisan "keindonesiaan", huruf "I" pertama dalam "Indonesia" tidak ditulis menggunakan huruf kapital.
Sebelum membaca artikel Pak Khrisna, setiap kali aku menuliskan kata "keindonesiaan" pasti seperti ini, "ke-Indonesiaan". Hahahaha.