Kerugian Inter paling besar berada di sektor penjualan cinderamata, yaitu sebesar 37% atau 56,7 juta euro.
Kemudian disusul kerugian dari sektor hak siar, yaitu sebesar 14,4% atau sebesar 23 juta euro.
Kendati demikian, pendapatan Inter dari sektor penjual tiket penonton justru mengalami pertumbuhan sebesar 14% menjadi 56,9 juta euro.
Pertumbuhan dari sektor penjualan tiket ini berasal dari asuransi gangguan usaha (business interruption insurance) yang menanggung kerugian Inter dari penjualan tiket penonton.
Inter Milan merupakan salah satu dari tiga klub yang meraup keuntungan dari penjualan tiket saat pendemi, bersama Tottenham Hotspur dan Zenit St. Petersburg.
Berkaca dari data di atas, cukup masuk akal jika Suning Group yang juga sedang diterjang krisis ekonomi akibat pandemi, lantas menjual Inter Milan sebagai upaya mengatasi masalah tersebut dengan cara menghentikan semua bisnis yang tidak terkait dengan ritel.
Karena Inter tidak hanya merugi di tahun 2020 saja, tapi Inter juga memiliki hutang yang sangat besar, yaitu sekitar 375 juta euro, serta menanggung beban gaji pemain sebesar 149 juta euro per tahun.
Sangat ironis, raksasa yang baru bangkit dari tidur panjang dan sedang berjuang meraih kehormatan yang sudah lama hilang, justru dibekap krisis finansial parah yang akan membawanya menuju pintu gerbang kebangkrutan.
Ditinggal Sponsor