Mohon tunggu...
Gerard Widy
Gerard Widy Mohon Tunggu... lainnya -

Firdaus - Dunia - Surga (neraka dimana?)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Generasi Muda yang Salah Fokus (Yani & Nadine, Amazing Race Asia)

10 Oktober 2010   15:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:33 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Alam yang kaya membodohkan dan memalaskan

Kekayaan Alam Indonesia yang berlimpah dibanding negara-negara lain menyebabkan genarasi muda Indonesia tidak cukup kuat motifasinya untuk maju dan berjuang. Segala sesuatu yang selalu relatif mudah didapat (tanpa usaha yang keras dan maksimal) menyebabkan genarasi muda Indonesia menjadi lemah dan lambat berkembang maju. Pendapat diatas mungkin langsung mendapat penyangkalan dimana didepan mata kita saat ini para generasi muda kita cukup terlihat "keren" bahkan benar-benar kaya dengan penghasilan cukup tinggi.

Negeri yang alamnya kaya ini, menjadikan generasi muda kita kerasan dengan cukup berada didalam negeri sendiri tanpa berusaha untuk lebih maju. Seperti ayam yang berada dalam lumbung padi, mereka puas dengan kondisinya saat ini dan tidak berusaha untuk melihat dunia luar yang rata-rata karena beratnya kehidupan dinegerinya, terus berusaha meningkatkan diri dan melihat dunia secara lebih luas. Alhasil mereka memiliki kekuatan dan semangat kerja keras yang lebih besar. Yang paling menonjol adalah bahwa para generasi muda di luar Indonesia selalu mampu berfikir kedepan mencari dan berusa meningkatkan kemampuan dirinya yang akhirnya menjadi kultur dirinya untuk selalu mengikuti kemajuan dunia dengan secara konkrit.

Salah Fokus menjadi Kultur Generasi Muda Indonesia

Remaja Indonesia yang hidup dalam lingkungan alam yang kaya akhirnya memiliki kultur yang lemah dalam perjuangan, tidak mampu melihat kemajuan dunia yang sesungguhnya, puas dengan apa yang ada saat ini. Lebih celaka lagi generasi diatasnya dan lingkungan disekitarnyapun mendukung "kemandegan" tersebut, akhirnya para generasi muda kita "salah fokus", dimana yang terlihat dimatanya hanyalah "kehebatan-kehebatan" relatif yang hanya ada di negeri ini. Mereka tidak menyadari bahwa dunia luar sudah jauh meninggalkan mereka. Sementara mereka "adem-ayem" dengan keterbelakangan yang oleh pandangan umum negeri ini justru dianggapsebagai "sudah mencapai kehebatan tersendiri", akhirnya mereka "salah fokus", salah memandang arti sebuah kemajuan. Hal remeh, tidak bermutu, dan tidak berharga menjadi komoditi mahal dan menghasilkan.

Celebritis Pelopor dan Contoh "Salah Fokus" yang subur

Mari kita lihat. Beberapa penyanyi Indonesia di"tanggap" diluar negeri, mereka diminta menyanyi dinegeri tetangga, untuk ditonton (sekedar ditonton) kemudian dibayar (karena negeri tetangga punya cukup uang untuk membayar mereka), di televisi Indonesia beritanya sudah menjadi :"Beberapa penyanyi kita mulai mendunia ........ ", padahal mereka keluar negeri hanya sekedar menjadi "tontonan yang dibayar", belum mau mendunia, salah fokus.

Para celebritis Indonesia banyak yang suka melatah-latahkan diri, memelihara dan memupuk latahnya (yang sebenarnya bukan latah yang sesungguhnya, karena kebiasaan sekan-akan latah beneran), malah didukung dan dipakai oleh banyak stasiun televisi, akhirnya mereka "berhasil hidupnya", dan latah-latahannya menjadi bagian aset mereka, kembali salah fokus.

Masih tentang para celebritis (di Indonesia celebritis menjadi trendsetter dan panutan generasi muda), sebagian (cukup) besar takut akan sesuatu yang remeh seperti takut ketimun, takut ayam, takut karet gelang dan takut akan hal lain yang remeh temeh. Seakan mereka mengalami trauma tak tersembuhkan akan ketakutan itu, yang sebenarnya itu mudah disembuhkan bila mereka tidak dengan sengaja memelihara ketakutan pada barang remeh dan sederhana, atau berusaha mengatasinya. Celakanya kembali stasiun TV bahkan lebih memakai celebritis jenis ini dan menjadikan ketakutannya yang mungkin terlalu dilebih-lebihkan sendiri itu menjadi aset marketing yang terus dieksploitasi, salah fokus lagi.

Kesalahan fokus ini ternyata lebih menghasilkan secara ekonomi, sehingga mereka nyaman disitu dan tidak berusaha untuk maju dan mengatasinya. Penghasilan sangat cukup dengan kondisi seperti itu, maka kesalahan fokus ini justru makin dipelihara bahkan menular dan ditularkan pada generasi muda lainnya, akhirnya generasi muda kita tidak "kemana-mana"

Menjadi Hinaan dan Diremehkan Bangsa Lain

Mari kita coba membuka mata pada dunia yang lebih luas diluar Indonesia.

Ada acara di stasiun TV asing yang bisa kita lihat melalui saluran TV kabel atau berlangganan, acaranya berlabel "Amazing Race Asia". Para peserta masing-masing berdua dan berasal dari beberapa negara di Asia tenggara dan selatan, termasuk Indonesia yang diwakili dua celebritis Indonesia (seorang presenter dan entah satunya apa?), Yani dan Nadine.

Sangat memalukan melihat acara ini. Setiap kali para peserta harus berlomba dan bersaing menyelesaikan tugas, baik fisik maupun mindgame (kecerdasan), peserta yang menyelesaikan tugas dan masuk pemberhentian diurutan terakhir akan dieliminasi. Yani dan Nadine mengenakan kaus merah denga tulisan "Indonesia", sementara peserta lain tidak ada samasekali memperlihatkan identitas asal negaranya. Dipemberhentian pertama kedua peserta tiba paling akhir, tentu karena ketidakmampuannya menyelesaikan game fisik dan mindgame yang diberikan, yang jauh dibawah kemampuan peserta negeri lain. Beruntung pemberhentian pertama ini adalah babak non eliminasi. Peserta Indonesiapun lolos karena beruntung. Peserta lain sudah mulai melihat dan menilai bahwa peserta Indonesia ini hanyalah dua manusia yang (merasa) cantik, tapi tidak ada "isinya", yang menonjol hanya mereka berdua selalu menjaga penampilan agar selalu terlihat "cantik" didepan kamera. Mereka berdua tidak pernah terlihat membawa barang-barang bergelantungan (sehingga mengurangi penampilan "cantik") seperti halnya peserta lain, yang meski tidak kalah canti bersedia tampil seperti "orang gila" dengan pakaian lusuh dan barang serta ransel bergelantungan dibadannya akibat perjuangannya dalam mencapai kemenangan. Peserta Indonesia tidak pernah mampu mengerjakan "tugas-tugas"nya tapi selalu tampil "cantik". Ini salah fokus. Salah satu peserta Indonesia bahkan menangis seperti orang kesurupan ketika diharuskan mengelus kepala ular piton yang dipegang seorang pawang ular (ini akibat karakter generasi muda yang suka "bangga" memiliki rasa takut yang seolah berlebihan pada barang, binatang tertentu yang di Indonesia bahkan menjadi aset dan kebanggaan seolah memiliki "ciri khas"). Ada peserta dari negara lain juga takut,tetapi di berpikir (dalam testimonial) ini pasti tidak berbahaya dan sudah diperhitungkan (oleh penyelenggara), akhirnya diapun berhasil tanpa harus sok histeris.

Akibat "salah fokus" para generasi muda kita yang oleh lingkungan kita bahkan didukung, akhirnya terbukti generasi muda kita terlihat "sangat bodoh" didepan generasi muda negara lain. Para peserta dari negara lain (termasuk presenter acara tersebut), bahkan nampak sudah menganggap biasa, bahwa peserta Indonesia "tidak ada isinya", hanya penampilan luarnya saja yang terlihat seakan "sebanding" dengan peserta negara lain. Otak dan karakternya, sama sekali tidak "dianggap".

Salah satu pasangan peserta yang pada penyelesaian tugas-tugasnya menemui kesulitan tetapi terus berusaha dan akhirnya berhasil,menyadari bahwa mereka berdua tertinggal jauh oleh peserta lain. Salah satu dari mereka berkata pada pasangannya :"Mungkinkah kita akan tereliminasi pada race ini....?". Pasangannya menjawab :"Tidak ...... masih ada Yani dan Nadine". Saat itu kedua pasangan Indonesia sudah melaju didepan kedua pasangan ini bukan karena berhasil menyelesaikan tugasnya, tetapi karena gagal menyelesaikan tugas itu dan lebih memilih penalti beberapa jam agar bisa meneruskan lomba.

Pada bagian ini saya yang menonton amat sangat sedih, malu bercampur marah, karena bangsaku benar-benar "tidak dianggap" karena ulah kedua peserta Indonesia yang dengan bangga bahkan memakai kaus bertulisan Indonesia, tetapi malah mencolok mata menunjukkan bahwa seolah bangsa ini "tidak ada apa-apanya" (termasuk otaknya), dibanding mereka dengan menganggap "selambat dan seburuk apapun mereka menjalankan game tersebut, tidak akan tereliminasi selama masih ada peserta Indonesia, yang tentu kondisinya "lebih parah" lagi di banding mereka. Dan benar ..... Yani dan Nadinepun tereliminasi pada Race kedua itu, yang berarti peserta pertama yang dieliminasi, ini sebagian besar karena kebiasaan "salah fokus" generasi muda kita yang didukung lingkungannya.

Bangsa Mana yang Tidak Melecehkan Indonesia?

Sebagai bangsa Indonesia, saya sakit membaca tulisan diatas, tetapi lebih sakit lagi bila menyadari bahwa bangsa ini memang dilecehkan dimana-mana didunia karena ulah kita sendiri, dan lebih sedih karena "salah fokus" dinegeri ini makin parah, namun tidak tersadari sebelum disadarkan bangsa lain.

Yani dan Nadine berpenampilan paling "OK" disitu, tetapi sebagai peserta pertama yang "KO" dengan memalukan bangsa ini. Tetapi lihatlah keesokan harinya, salah satu dari mereka tampil dengan bangga membawakan acara di satu stasiun TV Indonesia dan dielukan sebagai celebritis (diluar penampilannya di Amazing Race Asia yang tidak dilihat oleh para pe"ngelu"nya. Benar-benar salah fokus

NB: Bagi anda yang bisa menyebutkan bangsa mana yang tidak menganggap sebelah mata terhadap bangsa Indonesia, saya akan berikan hadiah, gantungan kunci cantik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun