Mohon tunggu...
Mevlana Yasin
Mevlana Yasin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Personal Blogger

Blogger pribadi yang bercita-cita menjadi jurnalis sepak bola.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Analisa Resolusi Konflik Antara Kelompok Pro Demokrasi dan Kerajaan Eswatini

30 September 2022   09:42 Diperbarui: 30 September 2022   09:47 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eswatini merupakan negara mozambik yang terletak di Afrika selatan. Eswatini juga merupakan salah satu negara dengan sistem pemerintahan monarki absolut terakhir di benua tersebut. Eswatini di pimpin oleh Raja Mswati III. Beliau memimpin sejak beliau mendapatkan tahta pada tahun 1968. 

Di Era kepemimpinan Raja Mswati III, Eswatini memeiliki pendapatan perkapita sebesar  4,5 juta USD. Hal tersebut membuat Eswatini termasuk kedalam salah satu negara miskin  di dunia. Mayoritas warga negaranya berprofesi sebagai petani dan buruh. Masyarakat di sana sudah menderita kemiskinan sejak lama. 

Di tengah kemiskinan yang melanda, keluarga kerajaan justru hidup dalam kemewahan. Maka dari itu para rakyat merasa tidak puas dan marah Ketika mereka hidup di dalam kemiskinan sedangkan Keluarga kerajaan hidup dengan mewah. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial di Eswatini. Menurut pandangan Komunisme Kesenjangan sosial antara kaum borjuis (keluarga kerajaan) dan kaum proletary (masyarakat Eswatini yang di dominasi oleh buruh tani) dapat menyebabkan ketidakpuasan dan ketidak percayaan kaum proletar terhadap kaum borjuis. Ketidakpercayaan ini akan menyebabkan pemberontakan dari kaum proletary terhadap kaum borjuis yang terjadi di negara Eswatini.

Untuk menganalisa konflik ini penulis di sini menggunakan pohon konflik yang merupakan salah satu dari Analitic Tools. Untuk pohon konflik disini terdiri dari :

Daun Konflik : Terjadi kerusuhan antara masyarakat eswatini yang tergabung dalam kelompok protes Anti-monarki yang berhadapan dengan pasukan militer pemerintahan yang terjadi pada bulan Juli 2021. Dilansir dari Daily Times pada saat terjadinya kerusuhan antara masyarakat dan pasukan militer Toko-toko dijarah dan dibakar selama bentrokan yang terjadi di kota Msunduza, suatu kota di dekat ibu kota Mbabane. Untuk mencegah pecahnya gelombang revolusi pemerintah mengerahkan pasukan militernya. Menurut Al Afrika setidaknya terdaoat 80 korban berjatuhan pada saat konflik tersebut. Menurut sudut pandang realisme Tindakan yang di lakukan oleh pemerintah Eswatini dalam menangani hal ini adalah Tindakan yang tepat hal ini berkaitan dengan konsep nasional interest yang mana pemerintah akan melakukan apapun demi menjalankan kepentingan mereka. Pemerintah Eswatini sadar bahwasannya gelombang revolusioner ini berbahaya dan dapat mengancam eksistensi mereka sebagai pemegang tertinggi kekuasaan di Eswatini.

Batang Konflik : Pada tahun 2011 Eswatini mengalami krisis ekonomi yang cukup serius. Krisis yang dialami oleh eswatini ini menyebabkan Eswatini harus berhutang kepada Afrika selatan sebesar 350 juta dolar (2,4miliar rand). Krisis ini menyebabkan terjadinya demo yang sangat besar yang di lakukan oleh persatuan pekerca eswatini ( TUCOSWA) (Mthembu, 2022). Pada tahun 2018 TUCOSWA Kembali melakukan pergerakan dengan melakukan demo mogok kerja selama 3 hari. Hal ini membuat keadaan Eswatini semakin kacau. Konflik ini di sebabkan oleh penurunan upah yang di berikan kepada pekerja (Maphala, 2021). Theori yang relevan dengan hal ini adalah bad government. Pada kasus ini Eswatini memiliki administrasi pemerintahan yang buruk hal ini membuat terjadinya demo.

Akar Konflik : Partai politik adalah suatu hal yang dilarang di negara Eswatini. Larangan tersebut di keluarkan oleh Raja Sobhuza II tak lama setelah kemerdekaan, yang menciptakan kosongnya  aktivitas  politik selama lebih dari 50 tahun. Absennya partai politik dinegara telah mengakibatkan serikat pekerja (TUCOSWA) mengambil suara guna melakukan reformasi politik (Maphala, 2021). Theori yang di gunakan adalah  Tindakan Sosial.  Berdasarkan theory Tindakan sosial Larangan yang di berikan oleh raja Sobhuza II mengenai larangan pendirian  partai politik memengaruhi kebebasan masyarakat dalam berpolitik. Hal ini membuat masyarakat membuat suatu kubu untuk menyaingi pemerintahan pusat.

Resolusi konflik yang di tawarkan mengacu pada variavel yang di gunakan pada artikel ini adalah negara maka disini penulis akan menggunakan konsep national interest yang mana negara hanya mempedulikan 2 hal yaitu keamanan dan kekuasaan, maka di sini pemerintah dapat menggunakan powernya untuk mengadakan forum antara pemerintah dan rakyat, hal ini dapat di lakukan guna rakyat mengerti dan mendapatkan jawaban dari apa yang selama ini di keluh kesahkan. Selama ini Rakyat Eswatini yang tergabung dalam Gerakan Pro demokrasi menilai bahwasannya pemerintah sangat tertutup di karenakan larangan beroperasinya partai polittik. 

References

Data, W. B. (2021). The World Bank Data. Retrieved from https://data.worldbank.org: https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD?locations=SZ

Maphala, N. (2021). Kingdom of Eswatini: Conflict Insights. Africa Portal.

Mthembu, M. V. (2022). PRO-DEMOCRACY PROTESTS IN THE KONGDOM OF ESWATINI 2018-2019. Popular Protest, Political Opportunities, and Change in Africa.

https://dailytimes.com.pk/779731/clashes-at-eswatini-anti-monarchy-protests/ 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun