PENDAHULUAN
Pendidikan pada dasarnya merupakan hak bagi seluruh rakyat seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pendidikan nasional ditujukan untuk semua warga negara. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, pemerintah telah mewajibkan belajar 6 tahun, kemudian meningkatkan program belajar 9 tahun, dan hingga sekarang mengagendakan program wajib belajar 12 tahun. Untuk mencapai program pemerintah tersebut negara memberikan jaminan-jaminan agar pendidikan seluruh masyarakat menjadi merata seperti adanya program beasiswa-beasiswa yang bertujuan untuk membantu masyarakat terkait biaya yang digunakan untuk menempuh pendidikan.
Menurut Tobroni dalam (Nugraha, Ruswandi, & Erihadiana, 2020) pendidikan multikultural adalah pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik tanpa memandang kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, budaya, dan agama. Pendidikan multikultural adalah sebuah ide, pendekatan untuk perbaikan sekolah dan gerakan kesetaraan, keadilan sosial dan demokrasi. Sedangkan menurut (Banks, 2013) multikultural adalah cara memandang realitas dan cara berpikir, tentang beragam kelompok etnis, ras dan budaya.Â
Pendidikan multikultural bertujuan untuk menyatukan gagasan bahwa semua siswa, yang terlepas dari jenis kelamin, orientasi seksual, kelas sosial, karakteristik etnis, ras, dan budaya mereka harus memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Gagasan penting lainnya dalam pendidikan multikultural adalah bahwa beberapa siswa dengan karakteristik ini memiliki kesempatan yang lebih baik untuk belajar di sekolah sekaligus sebagai gerakan reformasi untuk mencoba mengubah sekolah dan lembaga pendidikan meskipun memiliki budaya yang berbeda-beda untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar (Banks, 2013).
Budaya patriarki mengacu kepada konteks sosial budaya yang memberikan paradigma bahwa laki-laki adalah yang utama dan mereka yang memiliki kendali terhadap perempuan. Ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam pendidikan disebabkan oleh budaya patriarki yang sebagian besar telah merambah di belahan dunia termasuk Indonesia (Nursaptini, Sobri, Sutisna, Syazali, & Widodo, 2019). Logika patriarki merupakan suatu yang dianggap menindas bagi perempuan yang mengakibatkan dominasi laki-laki yang berlebihan mencakup aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, serta pendidikan (Rokhmansyah, 2016).
Budaya patriarki menempatkan kaum laki-laki sebagai penguasa dan perempuan harus tunduk kepada laki-laki. Pandangan mengenai patriarki seringkali mempengaruhi pola pikir manusia yang kemudian menimbulkan asumsi bahwa perempuan adalah kepala dapur keluarga meskipun telah menempuh pendidikan tinggi (Sulistyowati, 2021). Pandangan ini secara langsung mendorong pertumbuhan budaya patriarki.
Tujuan penulis mengangkat isu terkait budaya patriarki dalam pendidikan karena budaya patriarki yang masih melekat pada pemikiran masyarakat menyebabkan rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, terutama bagi kaum perempuan. Bukan hanya laki-laki, perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi, berhak mempunyai mimpi dan cita-citanya, serta perempuan juga berhak memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki.
PEMBAHASAN
Budaya Patriarki dalam Pendidikan
Budaya patriarki mengacu kepada konteks sosial budaya yang memberikan paradigma bahwa laki-laki adalah yang utama dan mereka yang memiliki kendali terhadap perempuan. Keterbatasan peran perempuan yang didasari adanya budaya patriarki mengakibatkan perempuan terjebak dalam posisi yang dianggap rendah. Oleh karena itu, dapat terjadi ketidakadilan gender di tengah masyarakat yang menerapkan system patriarki, di mana perempuan cenderung menjadi pihak yang mengalami kelemahan (Ayu, Ari, & Janottama, 2021).
Budaya patriarki menempatkan kaum laki-laki sebagai penguasa dan perempuan harus tunduk kepada laki-laki. Pandangan mengenai patriarki seringkali mempengaruhi pola pikir manusia yang kemudian menimbulkan asumsi bahwa perempuan adalah kepala dapur keluarga meskipun telah menempuh pendidikan tinggi (Sulistyowati, 2021). Pandangan ini secara langsung mendorong pertumbuhan budaya patriarki. Budaya patriarki yang masih melekat pada pemikiran masyarakat menyebabkan rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, terutama bagi kaum perempuan. Bukan hanya laki-laki, perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi, berhak mempunyai mimpi dan cita-citanya, serta perempuan juga berhak memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki.