Mohon tunggu...
meuti bulan
meuti bulan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menulis dan Freelancer.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berdamai dengan Diri Selama Isoman

5 Juli 2021   19:24 Diperbarui: 8 Juli 2021   19:39 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

              

5 M - Protokol Kesehatan
5 M - Protokol Kesehatan
          Tak ada yang pernah tahu rencana Tuhan, tak ada yang pernah bisa menebak jalan hidup seseorang, seperti saya yang tak pernah menduga jika harus menjalani sebuah ujian hidup, yaitu, berhadapan 'langsung' dengan Corona.

            Gencarnya berita di media yang selalu membahas tentang perkembangan Corona terpaksa saya hindari, saya tak ingin, jika pikiran dan hati saya, menjadi semakin terbebani dengan berita di luar yang menggelinding bagaikan bola liar. 

Saya harus tetap waras! Sehat secara jasmani dan rohani, sebab, saya harus merawat suami yang positif covid- 19, selain itu, ada anak-anak yang harus tetap saya perhatikan kesehatan dan kebahagiaan mereka. 

            Selama 10 hari, tenaga, batin dan pikiran tercurah penuh untuk keluarga, benar-benar saya tinggalkan semua kegiatan saya, focus pada tujuan saya  yaitu, kesembuhan suami dan, kesehatan kami semua di rumah.

            Saya  sebenarnya sangat menyadari, jika, ada kemungkinan bisa  terpapar virus tersebut, namun, ketika benar-benar harus menghadapi kenyataan buruk , bahwa suami terpapar covid-19, semua menjadi tidak mudah, sempat ada sebuah proses penyangkalan dalam diri, kenapa suami bisa terpapar? Mengapa harus terpapar? 

Namun melihat kondisi suami, akal sehat saya kembali berkata, bahwa siapapun bisa terpapar virus tersebut, jika, ikhtiar melindungi diri sudah di lakukan namun, masih tetap terpapar, maka itu adalah bagian dari sebuah takdir.

            Akhirnya saya berpikir, alih-alih terus menyangkal, saya harus belajar untuk menerima kenyataan dan menghadapinya. Sebab, dukungan dari orang terdekat pasti akan bisa menjadi obat terbaik bagi pasien, berbekal keyakinan itu, saya mengajak suami berdiskusi. Ada dua pilihan, suami ke Rumah sakit atau suami Isoman, dan, akhirnya kami memilih yang kedua

            Berhadapan dengan situasi yang sulit, sebisa mungkin saya tidak panik, bersikap tenang, adalah cara terbaik agar bisa mengambil langkah yang tepat dan berpikir jernih. Karena itu, sebelum memutuskan untuk melakukan isoman, saya harus berpikir taktis, saya harus memastikan kondisi suami terlebih dahulu, bisa atau tidak, jika dia memperoleh perawatan di rumah, ketika yakin jika, suami bisa untuk dirawat di rumah, maka selanjutnya adalah, saya pastikan kesehatan  anak-anak tetap terjaga, dan mereka  bisa tetap bahagia dan bermain dengan gembira selama isoman, sebab, selama berhari-hari kedepan kami sekeluarga tidak bisa kemana-mana.

            Saya harus memastikan jika selama isoman, stok dan ketahanan rumah terjaga, maka,  saya belanja besar-besar-an, bukan karena panic bullying, karena memang adanya kebutuhan  stok makanan yang harus tercukupi, sebagai amunisi  selama menjalani isolasi. Kebutuhan obat, vitamin, buah dan snack menjadi salah satu kebutuhan yang harus tersedia,kebutuhan tambahan lainnya adalah handsanityzer.

           Jujur saja, proses menjalani isoman memang tidak mudah, melakukan perubahan  perilaku adalah mutlak. Agar kompak, jam istirahat  semua sama, yaitu tepat jam 21.00 WIB.  Pagi hari  hal pertama yang di lakukan adalah meminum air hangat yang berisi buah kurma yang sudah di hancurkan, dilanjutkan dengan berjemur, khusus suami saya wajibkan untuk berjemur tepat waktu, setelah itu meminum vitamin, dan sarapan. 

Menu sarapan saya pastikan setiap hari berbeda, saya tata secantik mungkin sesuai kemampuan saya, paling tidak, meski dia tidak bisa merasakan, namun setidaknya indera penglihatannya masih berfungsi baik, sehingga bisa menggugah selera makannya kembali,  selain itu, porsi nasi untuk suami saya kurangi, tujuannya, agar konsumsi gula dalam tubuhnya lebih terkontrol, kemudian menu  tambahan lainnya adalah susu,buah, vitamin dan tentunya obat.

            Olah raga menjadi salah satu hal yang wajib di lakukan, sebelum isoman, saya yang suka yoga di sanggar bersama kawan-kawan, kini, harus ber-yoga ria bersama dengan anak-anak di rumah, agar tidak bosan terkadang saya dan anak-anak zumba bersama, meski terkadang sesi olahraga selalu berakhir dengan tubuh saya menjadi media anak-anak untuk bermain, namun, bagi saya itu tidak mengapa, sebab,yang penting adalah anak-anak masih bisa tertawa dan ceria. 

Suamipun saya wajibkan untuk berolah raga kecil, saya bersyukur semua bersedia dan kompak untuk melakukan kegiatan tersebut. Terutama suami, dia terlihat tidak menyerah dan berjuang untuk sembuh, hal itulah yang memompa semangat dan keyakinan saya, jika suami akan segera pulih kembali.

            Hari demi hari di lalui, perlahan kondisi suami semakin membaik, proses isoman ini mampu merubah perilaku menjadi jauh lebih disiplin dan berhati-hati, bagi saya, keputusan untuk tidak mendengarkan berita tentang perkembangan covid- 19 adalah sebuah keputusan tepat, sebab, saya bisa tetap bahagia, dan tersenyum meski kondisi sedang tidak bersahabat. Ibaratnya sementara saya mengisolasi diri, dan hanya focus pada pada kesembuhan suami dan kesehatan kami sekeluarga.

            Selama proses ini, saya menemukan banyak hal, dukungan dari keluarga dan teman adalah support system yang mengharukan sekaligus membahagiakan, meski sederhana, namun, perhatian mereka bagi saya mempunyai makna yang berarti . Dukungan  mereka membuat kami semua merasa diberikan kekuatan dan keyakinan untuk menjalani proses ini. 

Namun hal yang utama, yang tetap menjadi pegangan saya adalah, bahwa kekuatan terbesar berasal  dari dalam diri sendiri,dan Tuhan, sebab, ketika merasa lelah maka, yang bisa membangkitkan motivasi kita, bukan hanya dari luar  saja tapi juga dari dalam  diri sendiri. 

Saya selalu menekankan, bahwa apa yang terjadi saat ini, bukan atas kehendak saya, melainkan sudah menjadi ketentuanNYA, toh, saat ini, yang sedang berjuang bukan hanya kami sekeluarga saja, melainkan juga banyak orang di luar sana.

            Masih banyak masyarakat yang sedang berjuang melawan covid-19, dan  perjuangan mereka lebih berat  di banding kami. Kini, suami sudah pulih kembali, masa isoman pun telah berakhir, namun, perjuangan masih panjang, Disiplin diri dalam menerapkan protocol kesehatan masih menjadi yang utama. Sebuah saran sederhana dari saya, sebisa mungkin ketika  melakukan isoman kita tetap berbahagia, karena masih ada banyak hal baik di sekitar kita.  Saya pribadi, menemukan kebaikan dari masa isoman, yaitu bisa lebih menghabiskan banyak waktu  bersama dengan anak.

Banyak pejuang covid- 19 yang membutuhkan dukungan, dan untuk benar-benar bebas dari virus tersebut masih membutuhkan perjuangan panjang, mematuhi protokol kesehatan adalah bentuk perjuangan kita.  Saat ini, banyak tenaga medis dan paramedis yang bertumbangan, selain itu tenaga mereka juga terbatas, karenanya, jadikanlah diri kita sebagai garda terdepan dalam perjuangan, bukan medis dan paramedis, dengan begitu kita sudah membantu mereka. 

Percayalah bahwa kita semua adalah pejuang  tangguh untuk menghadapi segala hal, sebab, manusia memliki kemampuan beradaptasi yang jauh lebih baik dibanding makhluk lain, bahkan ketika mengalami masa sulit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun