Untuk bulan di atas sana,
Kamu seperti sengaja menungguku di ujung gang gelap itu. Aku langsung mendongak waktu kamu mencolek daguku yang berminyak. Kamu tampak riang, tertawa lebar sampai habis wajahmu tertutup senyuman.
Jauh sekali, aku berpikir. Entah sudah berapa jam kamu membulat diatas sana. Siapa lagi yang akan kamu tunggu, setelah aku masuk dan tidak akan keluar sampai pagi? Entahlah.
Kalau bisa, aku ingin menarikmu turun, rasanya iri melihatmu bisa tertawa seperti itu di atas sana. Aku ingin berbincang, tertawa lepas, dan membagi cerita harapan dengan kamu. Jangan berkhayal, ini katamu ketika aku berkomat-kamit dalam hati sambil terus mendongak.
Mungkin aku hanya ingin naik sebentar dan meminjamimu cermin yang selalu ada di tasku. Aku ingin kamu membagi keindahanmu dengan dirimu juga. Biar kamu lihat sinar keperakanmu yang tidak pernah berkedip. Biar kamu merasa bangga, bagaimana kamu tampak menonjol berada di langit pekat yang tidak berbintang. Apa kamu masih menolakku untuk terbang ke atas sana, walau sekedar meminjamimu cermin?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H