Konflik interpersonal merupakan suatu proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkikan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Setiap manusia pun dimuka bumi ini pasti pernah mengalami konflik, baik konflik kecil maupun konflik yang besar. Lalu, apa sebenarnya penyebab terjadinya konflik ini? Apakah konflik terjadi karena adanya perbedaan paham saja antar pribadi ? Menurut Wilmot dan Hocker (2006) konflik antar pribadi terjadi ketika adanya ketegangan yang diungkapkan antara orang-orang yang saling bergantungan, mereka menganggap mereka memiliki tujuan yang berbeda dan merasa perlu untuk menyelesaikan perbedaan tersebut.
      Konflik sering kali dikaitkan dengan sebagi sesuatu yang bersifat buruk, namun sebenarnya apabila konflik tersebut dapat ditangani atau diselesaikan dengan cara yang baik, maka konflik tersebut justru dapat membangun suatu hubungan menjadi lebih baik. Menurut Julia T. Wood dalam bukunya yang berjudul "Interpersonal Communication" awal terjadinya konflik atau disebut juga dengan orientasi konflik dibagi menjadi tiga yakni win-win, win-lose dan lose-lose.
Orientasi win-win merupakn orientasi dimana antar pribadi bersama-sama mencari solusi dan sama-sama mencapai tujuannya, hal ini berarti tidak ada pihak yang tak terpuaskan pada orientasi win-win ini. Beda halnya dengan orientasi win-lose dimana hanya ada satu pihak yang terpuaskan dan pihak lainnya memilih mengalah. Â Dan yang terakhir, orientasi lose-lose yakni orientasi dimana mereka memilih jalan tengah dan akhirnya tidak ada yang terpuaskan karena tujuan mereka tidak ada yang tercapai. Yang mana orientasi yang terbaik dan yang mana orientasi yang sebaiknya tidak dilakukan, sangat tergantung dari kondisi konflik tersebut dan opini masing-masing orang.
Contohnya, ada saat dimana saya dan keluarga saya menghadapi konflik yang kecil yakni memilih menu makan siang. Kami memutuskan untuk memesan salah satu ojek online untuk makan siang kali ini. Papa saya sedang sakit dan kolestrolnya sedang tinggi, sedangkan adik saya ingin makan bebek pada saat itu. Kami bisa saja memilih orientasi win-win dimana adik saya tetap membeli bebek dan sayur untuk papa saya namun kondisi keuangan kami pada saat itu mengharuskan kami berhemat. Solusi terbaik pun jatuh kepada orientasi win-lose dimana adik saya tidak jadi membeli bebek dan papa saya dapat tetap mengontrol kolestrolnya.
Saya bisa saja berkata bahwa orientasi win-win merupakan yang terbaik karena masing-masing pihak akhirnya pencapai tujuan mereka masing-masing. Namun, kembali lagi kepada kondisi konflik tersebut. Bila anda dihadapkan pada konflik dimana yang anda hadapi bukanlah teman anda namun atasan anda dan pekerjaan anda menjadi taruhannya. Memaksakan orientasi win-win tidaklah baik dalam kondisi tersebut. Mungkin bisa apabila atasan anda merupakan ataasan yang pengertian lalu bagaimana dengan atasan yang keras ? Tentu sulit bukan?
Setelah membahas orientasi konflik, kita lanjut ke respon yang diberikan saat konflik tersebut telah terjadi. Ada 4 cara merespon konflik yakni exit response, neglect respons, loyalty response, dan voice response. Exit response merupakan cara mengatasi konflik dengan meninggalkan konflik yang sudah terlanjur terjadi tersebut. Neglect response merupakan respon dimana seseorang bersikap tidak peduli atau menyangkal atau mengabaikan konflik tersebut. Loyality Response melibatkan komitmen pada suatu hubungan meskipun ada konflik atau perbedaan pendapat. Bisa dibilang loyality response ini seperti keputusan kita untuk mengalah karena adanya komitemen kita terhadap orang yang terlibat konflik dengan dia. Lalu yang terakhir, ada voice response yakni respon yang diberikan langsung saat sebuah konflik terjadi, artinya orang yang menanggapi konflik dengan menggunakan voice response akan menghadapi dan menyelesaiakan konflik tersebut secara langsung.
Keempat respon ini dibagi lagi kedalam 4 bagian yakni aktif, pasif, membangun dan menjatuhkan. Exit dan voice response termasuk kedalam aktif respon sedangkan loyality dan neglect response termasuk kedalam pasif respon. Hal ini dikarenakan exit dan voice response memberikan respon yang langsung kepada orang yang terlibat konflik dengannya berbeda dengan loyality dan neglect cenderung memberikan respon yang tidak langsung yakni diam, cuek dan tak peduli. Namun apabila dikelompokkan pada respon yang membangun dan yang menjatuhkan, pengelompokkannya pun berbeda. Exit dan neglect response termasuk kedalam kelompok repson yang tidak membangun. Mengapa ? hal ini dikarenakan exit dan neglect respons tidak menyelesaikan konflik yang telah terjadi. Orang-orang yang memilih mengambil exit dan neglect response cenderung menghindari dan tak peduli dengan konflik tersebut. Untuk legality dan voice respons dimana mereka memilih menyelesaikan konflik tersebut walaupun pada legality salah satu pihak cenderung mengalah dikarenakan adanya komitmen, mereka masuk kedalam pengelompokkan respon yang membangun.
Lalu bagaimana dengan hubungan antara orientasi konflik dengan respon yang dilakukan oleh individu saat telah terjadi konflik? Saya mencoba berpendapat mengenai hal ini, dari apa yang saya tangkap mengenai materi ini, orang yang memilih exit response cenderung berorientasi win-lose dimana seperti yang saya katakana diawal, individu dengan exit response akan menghindari konflik tersebut atau bahkan lari dari konflik yang terjadi. Maka, hanya akan ada satu pribadi yang terpuaskan pada konflik dimana salah satu individu dalam konflik tersebut memilih exit response. Dan saya pun beranggapan bahwa individu yang memilih exit response cenderung merupakan pribadi yang menganggap bahwa konflik bukanlah suatu hal yang baik dan konflik dapat menghancurkan suatu hubungan.
Untuk neglect response saya berpendapat bahwa neglect response dapat berorientasi pada dua orientasi yakni win-lose dan lose-lose. Hal ini dikarenakann neglect response merupakan respon yang cuek, yang cenderung tidak peduli dengan konflik yang terjadi. Bisa saja, individu yang memilih respon ini tidak peduli apabila "lawan"nya tidak mencapai tujuannya dan mementingkan tujuan ia sendiri tanpa peduli dengan konflik yang dibangun oleh "lawan"nya tersebut. Namun, bisa juga dikarenakan ia tidak peduli dengan konflik tersebut maka tujuannya dan tujuan "lawan" konfliknya pun tidak tercapai sehingga orientasinya lose-lose.Â
Sama halnya exit response, saya berpendapat bahwa legality response  memiliki orientasi win-lose dimana legaliy response merupakan respon dimana salah satu pribadi yang memiliki komitmen, dan memilih mengalah untuk mempertahankan komitmen tersebut sehingga hanya akan ada satu orang yang terpuaskan dan yang lainnya memilih mengalah demi mempertahankan komitmen yang telah mereka buat.
Dan yang terakhir voice response, untuk voice response mungkin sebagian orang akan langsung mengklaim bahwa orientasi voice response adalah win-win dimana semua orang akan terpuaskan dengan mencapai tujuan mereka masing-masing. Namun, menurut saya voice response tidak hanya berorientasi win-win orientation, voice response juga dapat berorientasi lose-lose, atau bahkan win-lose. Mengapa? Karena, voice response merupakan respon dimana kita langsung masuk kedalam konflik tersebut dan berusaha menyelesaikannya baik itu secara halus (confirm) atau secara kasar (discomfirm). Respon yang diberikan secara langsung ini dapat membuat keputusan-keputusan yang akhirnya memuaskan kedua belah pihak (win-win orientation) namun bisa juga menghasilkan keputusan baru dimana salah satu pihak saja yang terpuaskan (win-lose) atau bahkan akhirnya muncul keputusan lain sebagai penengah dari konflik tersebut namun tidak memuaskan kedua belah pihak (lose-lose orientation).