Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden Jokowi, Investasi dan Utang Bukan Satu-satunya Jalan Keluar

10 Agustus 2019   19:41 Diperbarui: 10 Agustus 2019   20:24 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prinsip ekonomi, mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya sekecil-kecilnya selalu menjadi pedoman bagi para pengusaha.  Business follows the money, bisnis bukan pengikut kebijakan. Dimana ada untung, di sana pengusaha ada.  Bagi dunia bisnis, kebijakan adalah alat pendukung untuk menambah keuntungan. Faktor pengusaha dalam pergerakan ekonomi dan penerimaan negara adalah faktor penentu. 

Perilaku mereka menjadi acuan dalam membuat kebijakan, bukan keinginan mereka yang menjadi acuan. Jika kebijakan negara mengacu kepada keinginan mereka, terutama menyangkut pajak dan investasi, maka mereka akan untung banyak, dan negara tetap saja buntung. Bukan penerimaan negara bertambah, tapi malah menurun dan kita siap menjadi penonton. 

Peningkatan besarnya utang yang digunakan secara produktif dengan diiringi peningkatan investasi diharapkan akan menggerakkan sektor perekonomian, dan memberi efek domino pada tersedianya lapangan pekerjaan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  

Kebijakan adanya penurunan tarif Pajak Penghasilan, super deduction tax, sampai pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dianggap akan mampu mengundang investasi  sehingga meningkatkan ekspor sehingga untuk mengatasi masalah defisit transaksi berjalan. 

Indonesia adalah penyedia sumber daya alam dan tenaga kerja yang murah, kegiatan ekonomi di Indonesia masih sangat menggiurkan. Faktanya pengusaha lebih suka memarkir dananya di tax heaven, di luar negeri. Berikutnya dengan alih investor, pengusaha meminta kebijakan karpet merah bagi Penanaman Modal Asing (PMA), dan selanjutnya uang-uang mereka juga yang dari luar negeri masuk kembali ke Indonesia atas nama investasi asing. Hal ini adalah sebuah hal yang lazim dilakukan. 

Skema BUT, skema perusahaan maklon, atau dengan dalih dan nama apapun, intinya adalah Indonesia hanya diambil sumber daya alamnya dan pada level tingkat produksi, sedangkan nilai tambahnya diambil dan dipindahkan ke luar negeri. Arus uang bergerak keluar, nilai tambah yang ada sebagian besar mengalir ke luar negeri. Demikian seterusnya. 

Maka kebijakan yang dibutuhkan dalam rangka investasi adalah kebijakan yang terkait dengan arus cash flow, bukan hanya masalah pajak, tetapi juga penegakan hukum. Bukan hanya masalah utang, tetapi juga regulasi yang akan membentuk perilaku dan budaya pengusaha Indonesia. Walaupun untuk bagian ini, sepertinya masih jauh dari harapan dengan politik yang masih mengandalkan modal dari investor/sponsor. 

Demikian juga permasalahan penerimaan pajak dan rendahnya tax ratio tertuang dalam rencana strategis tahun 2015-2019, bahwa permasalahan sebagian besar karena faktor pihak ketiga (eksternal), yaitu kesadaran Wajib Pajak dan koordinasi dengan pihak lain, tetapi diberi solusi Reformasi Perpajakan yang lebih menekankan pada faktor internal dan bukan kepada Wajib Pajak. Kebijakan ini kurang dapat memberikan hasil yang maksimal dalam mengatasi permasalahan yang ada di Ditjen Pajak. 

Masalah pendidikan, kesejahteraan guru hanyalah salah satu dari masalah yang ada. Masalah utama dalam masalah pendidikan adalah keseimbangan pendidikan, baik dari pikiran dan perasaan, emosional dan praktek. Keseimbangan antara teori dan praktek. Sedangkan untuk mengatasi masalah moral adalah mengembalikan kepada proses spiritual negeri yang sudah ditinggalkan untuk saat ini. 

Korupsi dilakukan oleh orang berpendidikan dan beragama. Lalu apakah pendidikan karakter berbasis agama bisa menyelesaikan masalah ini, bisa iya bisa tidak. Penerapan pendidikan agama di sekolah dan di masyarakat cenderung pada pemahaman pada teori, bukan pada prakteknya. Maka pengolahan agama dilakukan pada penajamann pikirannya, bukan pada rasanya. 

Jika mau melakukan pendidikan karakter aatau moralnya adalah melakukan tindakan prakteknya, yaitu puasa dan praktek secara langsung perilaku sosial seperti yang tertuang dalam ajaran agama. Tapi ini tidak mudah juga, karena penjajah telah mewariskan guru-guru kita yang lebih banyak mengolah pikiran daripada rasa. Mengolah intelegensia daripada softskill. Lebih suka menonton TV daripada membaca, lebih suka belanja daripada belajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun