Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Fase Kritis Penentuan Koalisi Parpol dalam Pencalonan Cakada

17 Juli 2024   00:29 Diperbarui: 17 Juli 2024   00:48 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelaksanaan Pilkada serentak memang masih hitungan bulan lagi, tetapi nuansanya sudah semakin menghangat dan para kandidatnya pun sudah mulai mengerucut.

Setelah komposisi perolehan kursi DPRD telah ditetapkan, kalkulasi dukungan 20% dari Partai Politik yang mendapat kursi DPRD 20 persen atau suara total 25 persen pada Pemilu 2024 menjadi hal yang menarik.

Di beberapa wilayah mungkin ada figur yang menjadi rebutan partai untuk didukung maju sebagai kandidat. Tetapi di tempat lain malah parpol yang jadi rebutan oleh para kandidat untuk dijadikan kendaraan pendukung untuk maju dalam pencalonan.

Di momentum ini, lembaga-lembaga survey sudah pasti panen job. Popularitas (terkenal), akseptabilitas (tingkat penerimaan) dan elektabilitas (tingkat keterpilihan) adalah modal amat sangat penting bagi calon yang akan bertarung dalam pemilihan (Election).

Meski hasil survey tersebut bukan jaminan mutlak untuk menggambarkan hasil akhir, apalagi untuk survey-survey pesanan yang disesuaikan dengan kebutuhan sang pemesan.

Tetapi survey sedikit tidaknya dibutuhkan partai untuk melihat potensi perolehan suara pasangan calon nantinya. Sesuatu yang wajar, karena partai membutuhkan calon yang berpeluang menang paling besar.

Tetapi tunggu dulu, dibalik itu semua ada fenomena yang boleh dikata sangat memprihatinkan yang dapat merusak iklim demokrasi di negeri ini.

Ditahap pencalonan ini, sangat mungkin terjadi intervensi, baik itu dari elit kekuasaan lokal maupun elit kekuasaan di pusat. Baik itu karena intervensi 'kepentingan' oknum maupun karena godaan finansial.

Terus terang, jujur saja kendaraan politik itu ada harganya dan bukan 'murah'. Makanya tak heran ketika pernah ada ketua partai yang mempertanyakan, "kalau ingin maju, punya duit berapa? "

Kondisi ini bisa jadi membuka jalan bagi calon yang sesungguhnya tidak layak, bisa lolos mulai dari pendaftaran hingga ke penetapan oleh KPU, hanya karena punya uang terus merasa layak menjadi Cakada, hal inilah yang akan merusak kualitas demokrasi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun