Jika kita berbicara tentang kata "maaf", pasti semua orang pernah merasakan betapa sebuah kata ini tidak semudah pengucapannya.
Kita pasti paham bahwa kata maaf jika berdiri sendiri, tanpa ada gengsi, tanpa ada ego, tanpa ada marah yang mengiringinya, maka ia adalah sesuatu yang sangat ringan. Tapi jika kata maaf itu lahir dari sesuatu yang menyinggung gengsi, ego, harga diri dan rasa marah seseorang, maka kata "maaf" itu akan menjadi sesuatu yang sangat berat, baik itu untuk dimohonkan apalagi untuk diberikan.
Padahal yang namanya dosa yang tidak atau belum dimaafkan akan menjadi penghalang bagi diterimanya amal kebaikan.
Sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari:
"Orang yang pernah menzalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal saleh, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal saleh, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi" (HR. Bukhari no.2449).
Meminta maaf adalah tindakan sederhana, namun masih banyak yang enggan melakukan karena faktor gengsi, ego dan harga diri. Padahal, di dalam meminta maaf ini terkandung kemuliaan.
Meminta maaf adalah sesuatu yang penting untuk disegerakan sebagaimana firman Allah:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa."(QS Ali 'Imran: 133).
Tidak ada cara terbaik untuk memadamkan perbuatan buruk orang lain kepada kita kecuali dengan cara kita berbuat baik (ihsan) kepadanya. Sebab jika ada orang misalnya yang berbuat buruk kepada kita kemudian kita membalas keburukan tersebut. Dan sangat mungkin orang tersebut juga akan kembali membalasnya. Akhirnya kita sibuk untuk saling balas membalas keburukan dengan keburukan. Tapi jika seseorang berbuat buruk kepada kita, lalu kita malah membalasnya dengan berbuat kebaikan kepadanya, maka semuanya akan selesai.
Meski memaafkan adalah perbuatan yang mulia, tapi sangat berat bagi seseorang untuk melakukannya. Namun jika kita bisa menghadapi semua itu, kita bisa ikhlas memaafkan maka pertolongan Allah SWT akan selalu bersama kita, sebagaimana hadits riwayat Muslim:
"Wahai Rasulullah, saya memiliki kerabat, saya sambung tapi mereka malah memutuskan, mereka berbuat buruk kepada saya tapi saya berusaha untuk berbuat baik kepada mereka. Mereka berbuat jahil kepada saya tapi saya sabar tidak ingin membalas dengan yang sama. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, 'jika yang kamu katakan itu benar, maka seakan-akan kamu menaburkan debu panas ke wajahnya dan senantiasa Allah akan menolong kamu selama kamu terus berbuat seperti itu'" (HR. Muslim).
Kemuliaan memaafkan orang yang dzalim kepada kita sesungguhnya adalah ampunan Allah, sebagaimana dalam kisah Allah Subhanahu wa Ta'ala menegur Abu Bakar yang tidak mau memaafkan orang yang menuduh istri Rasulullah Aisyah telah berzina. Dimana Aisyah Radhiyallahu Anha dituduh berzina dengan seorang Sahabat. Sehingga kemudian tuduhan itu tersebar menjadi isu yang hangat di kota Madinah. Lalu Allah turunkan ayat yang menyebutkan tentang bersihnya Aisyah dari tuduhan tersebut. Dan ternyata diantara yang menuduh dan menyebarkan tuduhan itu ada seorang kerabat dari Abu Bakar yang miskin, dimana Abu Bakar selalu menolongnya dengan memberi makan kepadanya serta mencukupi kebutuhan dia sehari-hari.
Melihat ternyata saudaranya itu ikut menyebarkan tuduhan tersebut, maka Abu Bakar bersumpah tidak akan pernah lagi memberikan kebaikan kepadanya. Maka Allah turunkan ayat:
"Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? " (QS. An-Nur[24]: 22).
Begitu banyak tuntunan yang menyuruh kita untuk menjadi orang yang pemaaf, seperti Qur'an Surat Al-A'Raf ayat 199:
"Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh."
Bahkan ini termasuk sifat mulia para hamba Allah yang bertakwa, sebagaimana dalam firman-Nya:
"Orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang selalu menahan amarahnya, serta mudah memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." [QS. Ali 'Imran/3:134].
Ternyata perkara maaf memaafkan adalah perkara yang mempunyai nilai kemuliaan di hadapan Allah SWT sebagaimana dalam Hadits riwayat Muslim:
"Tidaklah seseorang memaafkan, kecuali Allah SWT akan menambah keimanannya."
Menunda apalagi mengabaikan permintaan maaf adalah kebodohan yang nyata, demikian pula menunda dan menolak memaafkan adalah kerugian.
Meski meminta dan memberi maaf itu tak harus menunggu lebaran, tapi jika sekiranya belum sempat saling maaf memaafkan, maka di hari yang Fitri ini, dimana setelah sebulan penuh kita digembleng dan menggembleng diri untuk melawan hawa nafsu, amarah dan godaan syaitan, inilah saat yang paling indah untuk saling bermaaf-maafan.
Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon maaf lahir dan bathin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H