Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Demokrasi

7 Maret 2021   23:45 Diperbarui: 8 Maret 2021   00:27 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai kawan kabar apa yang dibawa dunia kali ini?
Bertanya burung bulbul kepada angin yang datang dari selatan
"Demokrasi telah mati di negeri seribu pagoda" berkata angin dengan mimik sejuta sendu
"Apa gerangan yang bisa membunuhnya?"
"Sudah matikah semua rakyat disana, bukankah nyawa demokrasi adalah nafas dari rakyatnya?" burung bulbul kebingungan
"Lupakah kamu wahai kawan, setiap kali skandal ruang kosong kekuasaan diisi oleh letusan senapan, maka demokrasi akan mengubur dirinya sendiri" angin berkata sambil berlalu menuju Utara.

Tatkala demokrasi telah dibungkam senjata
Kita hanya bisa tinggal dengan menyimpan luka dan rasa kecewa
Kita jadi bertanya kenapa di ladang demokrasi justru masih ada pikiran tirani yang hidup?
Padahal kita harusnya sadar keterbukaan demokrasi adalah makanan empuk bagi ambisi  berkuasa
Petruk mungkin bisa jadi ratu, tapi iblis pun mau jadi raja.

Terserempak angin kembali dengan tergopoh-gopoh, wajah pucat pasi
" Demokrasi telah menjadi tirani di negeri seribu partai" berkata angin dengan nafas tersengal
"Apa gerangan yang bisa mengubahnya?"
"Sudah matikah semua rakyat disana, bukankah demokrasi adalah budak dari rakyatnya?"
"Lupakah kamu wahai kawan, bukankah Seneca telah mengingatkan bahwa demokrasi itu lebih kejam daripada perang ataupun tirani.

Tatkala demokrasi telah menjadi oligarki
Kita hanya bisa pergi dengan membawa luka dan rasa kecewa
Kita jadi bertanya kenapa di ladang demokrasi justru tanamannya berbuah tirani?
Padahal kita harusnya sadar keterbukaan demokrasi sangatlah rentan dimanfaatkan, Petruk mungkin bisa jadi ratu, tapi iblis pun bisa jadi raja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun