Mungkin masih banyak diantara kita yang belum tahu tentang propinsi Sulawesi Tenggara. Mungkin orang-orang lebih familiar dengan Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara atau bahkan mungkin lebih familiar dengan Sulawesi Tengah dan Gorontalo.
Padahal potensi sumberdaya alam Sulawesi Tenggara tidak kalah loh dengan daerah lain di Indonesia. Sebut saja satu-satunya daerah penghasil aspal alam di Indonesia adalah Sulawesi Tenggara, tepatnya di wilayah kabupaten Buton.
Walau belum dieksplotasi secara maksimal karena ada kendala dari teknologi pemanfaatan aspal alam yang belum efektif, namun seiring dengan kemajuan teknologi termasuk teknologi pengolahan dan pemanfaatan aspal alam yang sudah canggih, aspal alam Buton sudah dapat diolah dan dimanfaatkan dengan baik bahkan dengan kualitas yang terbaik.
Demikian pula dengan potensi mineral tambang nikel dan juga emas, Sulawesi Tenggara merupakan daerah penghasil nikel yang terbesar di Indonesia, jika potensi nikel yang merupakan bahan utama komponen untuk baterai elektrik bisa dimaksimalkan, maka bisa dipastikan Sulawesi Tenggara akan menjadi ujung tombak dan pusat pengembangan baterai elektrik di dunia.
Namun saya disini bukan hendak berbicara tentang potensi sumberdaya alam Sulawesi Tenggara. Tapi saya ingin berbicara tentang sekilas budaya dan kearifan lokal suku yang ada di Sulawesi Tenggara (Sultra), yakni suku Muna, dimana di Sultra selain suku Muna, ada juga suku Tolaki, Buton, Moronene, Wakatobi dan Wawonii.
Salah satu daerah di Sultra adalah Muna, yakni sebuah pulau yang terdiri dari 3 kabupaten. Pulau Muna merupakan pulau karang yang cukup keras yang dulu kala terkenal dengan kualitas kayu jatinya. Ya, di Muna pohon jati cocok untuk tumbuh ditanahnya yang keras dan kering.Â
Saking kerasnya tanah Muna sehingga padi agak sulit untuk tumbuh subur, secara turun temurun masyarakat Muna lebih memenuhi kebutuhan karbohidrat mereka dengan tanaman jagung dan ubi kayu.
Jagung merupakan bahan makanan pokok sejak dulu bagi masyarakat Muna. Sehingga dalam perkebunan jagung, mereka memiliki tradisi-tradisi turun-temurun yang tetap mereka pertahankan mulai dari proses pembukaan lahan hingga proses tanam dan panen semua diatur dalam tradisi adat yang merupakan kearifan lokal masyarakat Muna.
Salah satu tradisi menarik dalam budaya Muna adalah pada masa panen jagung. Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat suku Muna, saat panen pemilik kebun akan membuat acara pesta panen, yang biasanya dilaksanakan saat usia tanaman jagung memasuki 60 hari.
Bagi masyarakat Muna jagung yang dipanen di usia 60 hari merupakan jagung terbaik, yang sangat cocok untuk mereka jadikan olahan makanan mereka, dimana usia jagung 60 hari itu jagung telah matang tapi masih memiliki banyak kandungan air.
Sebelum memulai pesta panen, pemilik kebun akan mengundang keluarga dan kerabatnya bukan hanya yang tinggal di kampung situ, tapi juga dari kampung lain termasuk juga yang tinggal di Kota.