Jadilah pohon yang tumbuh disamping kamarku
Agar aku mendengar cerita, daunmu yang jatuh
Agar aku terhibur oleh tarian rantingmu
Selalu dan selalulah, duhai mata rinduku
Temani malam hariku, mendengar daunmu jatuh tertiup angin
Melihat bayang-bayang rantingmu menari dari jendela kamarku
Selalu dan teruslah seperti itu
Menemaniku dalam sunyi dan ketakutanku pada gulita
Tapi sejak kemarin malam, bayanganmu
Yang menari itu telah terenggut dari ujung ranjangku
Mata kapak telah menemuimu, sebagai algojo yang menutup ceritamu                                                                            Kenangan dirimu mengepung seluruh rinduku
Batas waktumu telah menjemput
Tapi, mengapa bayanganmu telah mengikatku
Menceburkan diri dalam kolam kerinduan yang tak bertepi
Ceritamu telah usai dan tak mungkin bangkit lagi
Kini jadilah rembulan,
Agar aku melihat sinarmu mengetuk jendela kamarku
Hiburlah sepiku, meski dengan setangkai mawar dalam debu
Aku ingin melihat bayanganmu dalam bayanganku
Agar aku tak merasa sendiri
Di kamarku yang telah menjadi asing bagiku
Aku mendengar lolongan anjing yang menangis
Apakah lolongan itu datang bersama sang maut menjemput ku ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H