Ada rasa getir di ujung lidahnya, seteguk es teh manis menari dalam inginnya, gersang hari, memanggil semua dahaga, bayangan rumah sudah penuh di pelupuk matanya
Hilir mudik kendaraan melaju kencang, tak pernah berhenti mengisi jalanan, ia pun hanya memandang kosong, menunggu saatnya untuk menyeberang
Namun mendadak telinganya seperti ditampar, suara yang sangat keras memekak, dari klakson bus ugal-ugalan yang sekedipan mata nyaris melumat tubuh keringnya
Ada yang mengiris sakit di hatinya, sumpah serapahnya mengalir deras, yang sudah sangat lama tak pernah diucapkannya, tapi ia segera sadar keadaan dirinya
Seperti anjing yang kehilangan sepotong tulang ia melengos, mungkin karena ia masih ingin seteguk es teh manis, bayangan rumah kembali melambai-lambai.