Di Indonesia saat ini mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi kurang pada anak balita, usia masuk sekolah baik pada laki-laki dan perempuan. Masalah gizi pada usia sekolah yang dapat mengakibatkan rendahnya kualiatas tingkat pendidikan dan tingginya angka putus sekolah. Â Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang memiliki hubungan dengan ketidakcukupan zat gizi yang berkepanjangan sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis.
Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari. Hal tersebut yang membuat stunting menjadi salah satu fokus pada target perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025. Berdasarkan data survei status gizi pada periode 2019-2022, angka kejadian stunting di Indonesia menurun. Pada tahun 2022, angka stunting turun menjadi 21,6 persen dari tahun sebelumnya 24,4 persen. Angka ini menyusut dari kondisi tahun 2019 yang 27,7 persen. Yang bila di rata-rata pada kurun 2019-2022, angka stunting di Indonesia menurun 2,03 persen per tahun.
Stunting (kerdil) itu sendiri adalah suatu kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Menurut World Health Organization (WHO) (2014) dalam Global Nutrition Targets 2025, stunting dianggap sebagai suatu gangguan pertumbuhan irreversibel yang sebagian besar dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat dan infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan.
Menurut Kementrian kesehatan RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal. Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran.
Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yaitu:
- Pertumbuhan melambat
- Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
- Pertumbuhan gigi terlambat
- Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
- Usia 8 -- 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya
- Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
- Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
- Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Pada 1000 hari pertama kehidupan harus dijaga baik nutrisi maupun faktor di luar itu yang mempengaruhi stunting. Seribu hari pertama kehidupan adalah pembuahan/hamil ditambah usia 2 tahun balita. Saat itulah stunting harus dicegah dengan pemenuhan nutrisi dan lain-lain. Jika memang ada faktor yang tidak baik yang bisa mengakibatkan stunting, di 1000 hari pertama itulah semua dapat diperbaiki.
1000 Hari Pertama Kehidupan adalah masa selama 270 hari dalam kandungan sampai dengan anak berusia 2 tahun. 1000 Hari Pertama Kehidupan dimulai sejak sembilan bulan dalam kandungan (9x30 hari) = 270 hari, tahun pertama kelahiran (365 hari), dan tahun kedua kelahiran (365). Ketiga tahap tersebut disebut 1000 hari awal kehidupan.
1000 Hari Pertama Kehidupan sangat penting karena seluruh organ penting dan sistem tubuh mulai terbentuk dengan pesat. Perkembangan yang dimulai adalah kesehatan saluran cerna, perkembangan organ metabolik, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, dan kematangan sistem imun. 1000 Hari Pertama Kehidupan ini sangat penting karena ini adalah periode emas dan tidak bisa diulang.
Daftar Pustaka
Sulastri D. Faktor determinan kejadian stunting pada anak usia sekolah di kecamatan lubuk kilangan Kota Padang. J Kesehat - Maj Kedokteran Andalas. 2012;36(1):39--50.