Mohon tunggu...
Meta Tangkudung
Meta Tangkudung Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Love my family..Love life..Living in peace with people and mother earth

Life is a journey to learn, grow and forgive

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gunung Sinai: Berpelana Unta, ditemani Sejuta Bintang Surga

22 November 2019   10:51 Diperbarui: 25 November 2019   07:46 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemurahan Tuhan tidak pernah habis di hidupku...

Ketika suami dan saya diberi kesempatan ziarah rohani hampir dua minggu...

Terlalu banyak pengalaman spiritual yang membuat jiwa terharu...

Semuanya hanya bermuara di satu...

Kami memuji KebesaranMu...

Rute perjalanan ziarah rohani kami dimulai dari Mesir lanjut ke Yerusalem dan berakhir di Jordan. Selain beribadah kami juga dibawa ke tempat wisata. Mengunjungi Pyramid dan Sphinx, bangunan megah dan raksasa yang ciptakan oleh manusia beribu- ribu tahun yang lalu. Selama berada di Mesir sosok Nabi Musa sangat mendominasi cerita dari berbagai tempat yang kami kunjungi. Kisah bayi Musa lahir dan dihanyutkan di Sungai Nil menggunakan keranjang yang dianyam dari tanaman Papyrus. Gunung Sinai tempat nabi Musa menerima sepuluh perintah Allah dan Laut merah yang airnya biru teduh, seakan menjadi saksi bisu saat nabi hebat itu membelah laut untuk menyelamatkan bangsa Israel dari Firaun dan tentaranya.

Malam itu kami bersepuluh dari rombongan empat puluh orang group Nazaret tour bertekad untuk mendaki Gunung Sinai yang berada di Mesir. Rombongan kami menginap di hotel bernama Morgenland. Sebuah hotel di kaki gunung Sinai, hotel sederhana ini dilengkapi kolam renang yang menghadap bukit- bukit batu. Hotel ini terkenal karena kedekatannya dengan tempat awal pendakian ke atas Gunung Sinai. Kami diinfokan oleh Tour leader kami untuk berkumpul jam 1 dinihari di daerah toko- toko kecil  di dalam hotel yang menjual souvenir khas Mesir. Tidak lupa menggunakan Long John dan berbagai baju hangat karena infonya cuaca di atas gunung akan sangat dingin. Sebelum berangkat kami diperlengkapi jaket kuning seragam untuk membedakan kami dengan banyaknya group lain yang mungkin mendaki juga ke atas.

Sekitar pukul 2 pagi dengan berkendara bis dan mobil kami akhirnya melewati penjagaan ketat para tentara Mesir. Sampailah kami di titik awal pendakian Gunung Sinai. Waktu sudah menunjukkan lebih dari pukul 2.30 pagi dan semuanya terlihat samar- samar ketika seseorang dari suku Bedouin menarik tangan saya. Mata saya mulai melihat unta- unta yang begitu banyak dan baunya yang khas. Oh iya selama perjalanan ke di daerah ini kita harap berhati- hati karena kemungkinan menginjak 'ranjau' buangan unta. Akhirnya saya berhenti di salah satu unta yang sedang duduk dan saya diperintahkan untuk naik ke atas unta. Setelah beberapa kali berusaha dan setengah melompat, akhirnya saya berhasil duduk berpelana di atas unta tinggi dan perkasa. Seketika itu juga perasaan takut dan khawatir datang menghinggap di sekujur tubuh. Saat itu saya seperti tersadar bahwa duduk di atas unta ini kelihatannya seperti zero safety. Tanpa seat belt, tanpa tali tanpa pegangan apapun selain pasrah sempurna.

Selama perjalanan tangan kiri memegang senter kecil yang tidak saya nyalakan dan tangan kanan memegang pundak.  Sambil mengikuti irama bergerak ke depan dan belakang, sang unta berjalan anggun menelusuri  jalan yang kecil berlebar tidak lebih dari 2 meter. Detak jantung berdetak keras setelah melewati jalan berkelok- kelok mendaki dengan pemandangan trek jalan yang semakin meninggi sehingga pemandangan di sebelah kiri dan kanan bergantian terlihat seperti jurang yang semakin dalam dan gunung batu- batuan yang tampak tak beraturan.  Entah kenapa unta yang saya naiki terlihat tergesa- gesa dan setelah beberapa menit unta saya berada di barisan paling depan. Otomotis di depan saya tidak terlihat apa- apa kecuali pemandangan gunung, bukit dan jalan berpasir.

Karena joki unta tidak keliatan sejauh mata memandang, untuk pertama kalinya saya memutuskan untuk berbicara dengan unta yang yang saya tungganggi, “My great camel, untaku yang kuat dan hebat, aku tau kamu pasti akan mengantarkanku dengan selamat..bolehkah kita tidak berada di posisi paling depan?” Sambil tetap berdoa agar saya dan group tidak jatuh dari unta dan berharap posisi barisan saya berubah. Semoga posisi unta saya berada dekat unta yang dinaiki suami. Bak binatang peliharaan yang biasanya punya hubungan khusus dengan majikannya. Unta super manis ini seakan memperlambat langkah kakinya, perlahan tapi pasti tiga unta mendahului saya. Super ajaib, saya mendengar suara yang sangat saya kenal tepat di belakang saya,” Say, posisi duduk kamu kayak masih agak miring ke kiri deh…kurang ke tengah…..”. 

Ketika jiwa dan pikiran saya masih penuh doa dan nyanyian, saya memutuskan untuk memandang langit hitam kelam di atas saya. Tak kuasa air mata turun, karena rasa emosional dan terharu yang tiba- tiba datang menyelimuti.  Rasanya jutaan bintang dan bulan purnama terang sedang menyapa dari langit dengan begitu cantik dan luar biasa. Ini pertama kalinya saya menyaksikan begitu banyak bintang dan bahkan berkesempatan melihat empat bintang jatuh. Diam- diam saya membuat permintaan dalam hati, salah satu permintaan yang saya panjatkan agar keluarga dan anak- anak yang saya tinggalkan di Balikpapan senantiasa baik dan sehat.  

Akhirnya sisa perjalanan berpelana unta saya habiskan untuk memandang langit di atas. Mungkin bagi ilmuwaan yang mengerti rasi bintang akan mudah untuk menemukan berbagai bentuk rasi bintang. Imajinasi liar mulai membentuk rasi yang saya buat sendiri,,,hehehhee, ada rasi berbentuk layang- layang, gawang bola, rumah, dan masih banyak lagi. Ada beberapa bintang yang terlihat besar namun punya ekor berupa bintang- bintang kecil. Ada bintang yang nampak kedap kedip seperti lagu Twinkle- twinkle litlle star. Pengalaman sejuta bintang pernah saya alami ketika berada di planetarium. Malam menjelang pagi itu di atas Gunung Sinai dengan berpelana unta, saya ditemani sejuta bintang surga Mahakarya Yang Mahakuasa.

Setelah turun dari unta, group kami masuk ke tempat warung kopi kecil, tempat peristirahatan sejenak sebelum melanjutkan pendakian dengan menaiki 750 anak tangga batu untuk sampai di puncak Gunung Sinai. Namun karena suami saya sedang dalam keadaan tubuh yang kurang baik akhirnya group kami berhenti sebelum di puncak. Setelah beribadah sebentar kami memutuskan turun dan kembali ke titik awal pendakian. Ada rasa haru dan bangga melihat keteguhan dua anggota group kami yang tetap bersikukuh untuk naik sampai ke Puncak dan berhasil sampai di sana. Bila naik unta diperlukan 1.5 jam, saat turun diperlukan kira- kira 2,5  jam berjalan kaki. Pemandangan sunrise yang menyembul di antara bukit- bukit sekitar Gunung Sinai menemani kami. Keindahan ini mengingatkan saya akan sunrise di Gunung Bromo. Seiring sinar merekah bertambah jelas pula  pandangan mata melihat jalan berkelok- kelok dan layaknya jurang yang kami lewati beberapa jam sebelumnya dengan unta. Pelukis Agung seakan sedang memperlihatkan kepiawaiannya dalam melukis dan lambat tapi pasti tampaklah semua ciptaanNya yang megah dan menakjubkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun