Judul: The Codex
Penulis: Rizki Ridyasmara
Penerbit: Pustaka Al Kautsar
Identitas: 434 hlm; 13.5 x 20.5 cm. Cetakan keempat, maret 2013
ISBN: 978 979 19163 5 6
"Anda adalah apa yang Anda makan."
Cover buku ini sudah begitu mencuri perhatian dengan kata-kata "Konspirasi jahat di atas meja makan kita" dan beragam testimoni lainnya.
Untuk penulisnya sendiri, ini bukan kali pertama saya membaca karyanya. Kalau tidak salah, saya membaca karya pertamanya berjudul "Jacatra secret" terbitan serambi. Tak jauh berbeda, novel sebelumnya juga mengungkap beragam kode, simbol pagan dan mason di kota jakarta. Di novel the codex ini, rizki kembali mengungkap konspirasi dan sedikit kode dalam simbol negara amerika.
Melalui tokoh Alda Adrina--seorang saintis yang bekerja di La rocher laboratory--, George Marshall--mantan suami alda yang beralih profesi dari sniper pasukan rahasia australi menjadi seorang novelis--saya diajak mengikuti petualangan menegangkan yang melibatkan CIA hingga mafiosso italia.
Semua ini terjadi karena sebuah microchip yang ditinggalkan oleh Dr. Pannier. Rentetan peristiwa yang diwarnai pembunuhan kejam dan beragam pembunuh bayaran terlatih, mengungkap suatu peristiwa menakjubkan. Bahwa ada konspirasi nyata dalam makanan yang kita asup tiap harinya.
Dalam novel ini, disajikan beberapa lampiran fakta mengenai nama bahan kimia, produk transgenik, skandal korporasi multinasional (seperti Mc'D dan bayer), dan nama saintis dunia yang meninggal misterius. Semua itu mengacu pada satu program yang dianut oleh Amerika; Depopulation program. Sebuah program pemusnahan manusia melalui beragam cara, baik lambat (melalui makanan, penyakit, dll), atau pun cepat (melalui konflik, peperangan, dll).
Ada beberapa pemikiran menarik pula dalam novel ini yang membuat saya tercengan dan berpikir ulang. Seperti pernyataan bahwa tsunami aceh 2004 adalah kamuflase, gempa artifisial uang dirancang karena ledakan micronuklir amerika. Serta virus pembunuh massal yang hanya akan membunuh satu ras, satu gen yang sudah dikenali, biasanya membunuh orang-orang kulit hitam seperti afrika, yaitu HIV.
Walau saat membaca novel ini, saya merasa seperti berada di karya Dan Brown, karena tutur katanya yang begitu mirip dan tokoh yang dipilihnya pun memiliki kesamaan karakter dengan Robert Langdon. Tapi, saya tak tahu, apakah itu memang terkait karena penulisnya berkiblat ke sana atau tidak.
Terlepas itu semua, menurut saya novel ini menarik sekali! Novel ini saya baca mulai pukul 10 dan selesai pukul 13.00.
Saya memberikan 5 bintang dari 5.
Meta morfillah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H