Jo menoleh ke arahku. Alisnya yang sebelah mengernyit. Menampakkan kebingungan.
“Yaah.. lo gak pernah cerita sama mereka, karena lo berpikir bahwa hubungan lo sama mereka enggak akan lama. Jadi, buat apa cerita? Cuma buang-buang energi, toh!? Makanya lo lebih terbuka sama gw, karena gw sahabat lo, enggak ada kata ‘putus’ dalam persahabatan. Gitu?”
“Gila, lo, Tha! Pemikiran lo canggih banget. Cocok lo jadi detektif.”
Terasa sindiran dalam nada suara Jo. Dia kesal. Tapi, aku kan lebih kesal. Biar saja, sekali-sekali aku tak memedulikan tatapan marahnya.
“Apa kalau gw jadi cewek lo, lo bakal kayak gitu juga ke gw, Jo?”
“Case closed! Gw enggak suka berandai-andai, Tha.”
Jo beranjak pergi. Meninggalkan aku yang cemberut sebelum akhirnya mengalah dan mengikutinya. Aku tak mengerti pemikiran lelaki. Mungkin sama dengan lelaki yang tak pernah mengerti tentang kami, wanita.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H