Mohon tunggu...
Dony Wardhana
Dony Wardhana Mohon Tunggu... -

Photographer dan penggemar arloji...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mencium Hajar Aswad

13 April 2015   12:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:10 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya bercerita tentang pengalaman mencium hajar aswad, biasanya tanggapan dari beberapa teman adalah, "itu kan cuma sunnah, kenapa harus repot-repot dan bersusah payah melakukannya?" Ada juga yang malah mengutip hadits terkenal tentang perkataan Umar yang berbunyi "“Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudhorot (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu.” (HR. Muslim no. 1270).

Yang lebih mengenaskan lagi jika mendengar tanggapan "kenapa harus melakukannya dengan menyakiti sesama muslim (bedesak-desakan maksudnya), kan tidak menyakiti sesama muslim itu wajib, sedangkan menciumnya hanya sunnah."

Lantas dalam hati, siapa yang menyakiti? Siapa yang berniat menyakiti sesama muslim?  Aku melakukannya dengan hanya mengikuti arus manusia yang mendekat ke hajar aswad. Tidak ada sikut-menyikut, mendorong, apalagi memukul. Jika ditanya balik, apakah yang berkata seperti di atas itu memang pernah menciumnya? Atau jika pernah menciumnya, apakah mereka menciumnya dengan kekerasan? Sampai-sampai menyamaratakan bahwa orang yang berhasil mencium hajar aswad pasti melakukan kekerasan untuk dapat mencium hajar aswad?

Jika mau diteliti lagi, hadits perkataan Umar tersebut bahkan menunjukkan keutamaan mencium hajar aswad. Bahkan Umar yang tidak mau menciumnya, "terpaksa" melakukannya karena Nabi kita melakukan hal tersebut. Mencium Hajar Aswad adalah salah satu sunnah yang dimuliakan oleh Nabi kita. Tidak pada tempatnya kita mengecilkan arti sunnah itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun