Mohon tunggu...
Meta Sekar Puji Astuti
Meta Sekar Puji Astuti Mohon Tunggu... -

Pengarang buku "Apakah Mereka Mata-Mata?" yaitu buku mengenai kisah orang-orang Jepang di Indonesia sebelum perang (sebelum 1942). Penulis di beberapa kolom koran dan website.\r\n\r\nPengamat sejarah dan budaya. Khususnya wilayah Jepang dan Asia Tenggara. Mencoba untuk belajar apa saja. Saat ini sedang bermukim di Tokyo, Jepang, untuk melanjutkan studi serta mendampingi suami yang sedang ditugaskan di KBRI Tokyo, Jepang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar Perlakuan untuk Anak dari Jepang: Halo Pak SBY?

30 Agustus 2012   09:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:08 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: http://www.kantei.go.jp/foreign/noda/actions/201207/__icsFiles/afieldfile/2012/07/31/30kodomo1_1.jpg?w=496&s=100000

[caption id="attachment_196094" align="aligncenter" width="300" caption="Toko Mitsuyoko di Shirokanedai"][/caption]

Di sebuah wilayah Shirokanedai di Kota Minato-ku, Tokyo, berdiri sebuah kedai buah dan sayuran yang berdiri sejak zaman Meiji, tepatnya tahun ke-35 Meiji (1902). Toko ini menjadi bagian dari sejarah Shirokanedai di tengah gempuran modernisasi sekelilingnya. Saya beberapa kali belanja di kedai ini. Beberapa kali saya mengajak anak saya. Kalau anak saya datang, penjualnya biasanya memberikan 2-3 bungkus permen. Anak saya pun girang setengah mati. Saya tidak tahu sejak kapan kebiasaan ini dilakukan oleh si pemilik kedai buah ini. Sekedar menduga kebiasaan ini sudah dilakukan sejak lama.

1346318465680531025
1346318465680531025

Anak-anak di Tokyo dan Jepang pada umumnya, diberlakukan dengan baik oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. Bahkan, mereka mendapatkan perlakukan yang cukup istimewa. Tiket untuk anak-anak (usia sampai setingkat SD) biasanya setengah harga. Bahkan, di musim liburan musim panas, kadang setengah harga. Bahkan di Kyoto gratis. Jika dalam kereta penuh ada anak-anak berdiri, kadang anak-anak itu diprioritaskan untuk duduk dengan merelakan tempat duduknya sendiri. Jika anak dan ibunya terpisah, ada sebagian yang menawarkan pindah agar sang anak dekat dengan orang tuanya.

Secara umum orang tua-tua di Jepang cukup ramah dengan anak-anak. Meski pun kami adalah orang asing di Jepang dan kadang orang Jepang agak enggak untuk bergaul dengan orang asing, tapi kalau perlakuan kepada anak-anak berbeda. Kadang orang dewasa dengan rela bertanya kepada anak saya, “Ima nan nensei (sekarang kelas berapa),” kemudian terjadi percakapan yang cukup akrab. Kadang meski tidak kenal juga memberikan ekstra permen di dalam tas mereka. Sebuah toko perlengkapan sekolah di daerah Takanawa, yang dimiliki oleh kakek nenek yang telah tinggal sejak zaman Meiji, selalu memberikan origami kepada anak-anak yang datang.

Sejarah pembuatan permen dari gula di Jepang diperkenalkan oleh Portugis sejak abad ke-16. Permen keras dari gula ini disebut kompe-to dari kata confeito. Tentu saja, anak-anak jarang menolak makanan manis semacam permen ini. Permen adalah salah satu “perlengkapan” penting untuk mengambil hati anak-anak. Sejak kapan orang dewasa Jepang suka memberikan bonus permen ini, saya tidak pernah tahu. Tapi yang jelas, sebuah restauran sushi putar di dalam stasiun Meguro juga memberikan bonus permen berbentuk sushi pada saat kita membayar rekening pembayaran kita di kasir. Permennya yang berbentuk macam-macam sushi, memang menarik. Pernah suatu kali anak saya yang kecil membujuk kakaknya untuk juga ikutan mengambil permen, karena dia tahu kakaknya tidak suka permen. Biar dia mendapat bonus dua permen sushi yang cantik. Ah, dasar anak-anak.

Meski jumlah penduduk anak-anak di Jepang berkurang di saat ini, namun anak-anak diperlakukan sebagai makhluk yang kawaii (cute/lucu). Pada umumnya, petugas di tempat umum lebih ramah kepada anak-anak, jika mereka memberi peringatan atau mereka membuat kesalahan. Biasanya dengan dilakukan kata-kata yang lebih ramah dibanding kepada orang tua. Ini juga berlaku terhadap orang-orang berseragam semisal polisi atau penjaga-penjaga di tempat-tempat umum.

Suatu sore, saya mendapat telpon dari kantor polisi. Saya agak terkejut, karena si polisi menyebut ini telepon dari polisi nama anak saua. Saya sudah agak terkejut terjadi sesuatu dengan anak laki-laki saya. Ternyata, sang polisi hanya minta alamat rumah karena anak saya baru saja menyerahkan jaket yang jatuh di taman di kantor polisi yang terdekat. Alamat rumah diperlukan untuk mengirim satu kartu penghargaan bagi anak saya jika jaket itu diambil oleh pemiliknya. Wah, saya kira anak saya berbuat kriminal. Di akhir pembicaraan itu si polisi bilang kepada saya, “Anak Anda hebat lho, memberikan jaket jatuh ke polisi. Nanti kalau pulang tolong anaknya dipuji, ya?” Wah pengalaman seperti ini jarang saya dapatkan di Indonesia.

Pada tanggal akhir Juli yang lalu PM Noda, perdana menteri Jepang melakukan sidang istimewa. Sidang ini merupakan sidang perwakilan dari Parlemen Anak-Anak di dalam gedung Diet. Raut wajah PM Noda yang biasanya penuh ketegangan, kali ini agak lebih ramah dari biasanya. Ia memberikan pidato penutupan bagi parlemen yang beranggotakan anak-anak ini. Mukanya berseri-seri. “Terus terang, saya senang dan sangat semangat sekali hadir dalam sidang dalam dua hari ini,” demikian ujarnya yang diliput secara luas di media nasional Jepang.

[caption id="" align="alignnone" width="496" caption="Source: http://www.kantei.go.jp/foreign/noda/actions/201207/__icsFiles/afieldfile/2012/07/31/30kodomo3_1.jpg?w=496&s=100000"]

Source: http://www.kantei.go.jp/foreign/noda/actions/201207/__icsFiles/afieldfile/2012/07/31/30kodomo3_1.jpg?w=496&s=100000
Source: http://www.kantei.go.jp/foreign/noda/actions/201207/__icsFiles/afieldfile/2012/07/31/30kodomo3_1.jpg?w=496&s=100000
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="496" caption="Source: http://www.kantei.go.jp/foreign/noda/actions/201207/__icsFiles/afieldfile/2012/07/31/30kodomo1_1.jpg?w=496&s=100000"]
Source: http://www.kantei.go.jp/foreign/noda/actions/201207/__icsFiles/afieldfile/2012/07/31/30kodomo1_1.jpg?w=496&s=100000
Source: http://www.kantei.go.jp/foreign/noda/actions/201207/__icsFiles/afieldfile/2012/07/31/30kodomo1_1.jpg?w=496&s=100000
[/caption] Yah, memang seperti kata pepatah, “Lain Rumput Lain Belalang” memang setiap wilayah memiliki kebiasannya masing-masing. Di sebuah sore di pusat perbelanjaan atau yang sering disebut kerennya, mall di Makassar. Seorang satpam berseragam putih biru dengan nada agak tegas (menurut saya agak kasar) dengan logat Makassarnya berkata kepada dua anak yang bermain-main di dekat eskalator. “Dik, jangan kau main-main di sini. Berbahaya, kau. Sana, pergi sana,” dan pemandangan ini tidak hanya di kota Makassar saja, sepengetahuan saya.

Apa boleh buat. Kita tahu siapa presiden pak satpam berbaju putih biru itu. Kalau ada yang hendak bertanya bagaimana sikap presidennya kepada anak-anak yang tertidur di peringatan Hari Anak Nasional 2012? Saya akan berkata, “No Comment!”

Tokyo, 30 Agustus 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun