Judul: The Makanai: Cooking for the Maiko House
Sutradara: Hirokazu Koreeda
Penulis: Hirokazu Koreeda
Pemain: Nana Mori, Natsuki Deguchi, Ai Hashimoto, Takako  Tokiwa, Mayu Matsuoka, dan Aju Makita.
Jumlah episode: 9
Durasi: 45 menit
Produksi: Â Netflix
Seharusnya (tapi, bukan berarti harus) awal tahun diisi dengan sesuatu yang menyenangkan dan yang bisa menenangkan hati. Harapannya, apabila seseorang mengawali tahun dengan cara seperti itu, maka kemungkinan besar akan banyak kebaikan yang menyertainya selama menjalani hari-harinya begitu yang panjang dan mungkin juga berat di tahun 2023 ini. Ya. Semoga begitu. Namun, jika memang kalian akan memulai awal tahun dengan ketenangan, kalian tidak akan sulit menemukannya. Di minggu kedua bulan Januari, lebih tepatnya pada tanggal 12 Januari, Netflix merilis sebuah serial Jepang karya sutradara kondang, Hirokazu Koreeda, berjudul The Makanai: Cooking for the Maiko House. Sebelumnya, serial ini diadaptasi dari manga berjudul Maiko-san Chi no Makanai-san karya Aiko Aoyama. Walaupun, tidak bisa membandingkan dengan versi manga-nya, akan tetapi bisa dirasakan bahwa Kooreda yang diketahui pernah mendapatkan penghargaan tertinggi di Festival Film Cannes lewat filmnya yang berjudul Shoplifters dan juga berkat dari gaya penyutradaraan yang terbilang khas, lebih tepatnya pada aspek estetika yang digunakannya itu, tidak dipungkiri jika Kooreda memang telah berhasil dalam menggugah perasaan nyaman bagi siapa saja yang telah menonton versi serialnya ini. Selain itu, serial The Makanai: Cooking for the Maiko House dibintangi oleh para aktris muda, seperti Nana Mori, Natsuki Deguchi, Ai Hashimoto, dan juga Aju Makita. Walaupun begitu, juga ada aktris-aktris senior lainnya yang cukup ternama, di antaranya ada Takako Tokiwa dan Keiko Matsuzaka. Seluruh aktris terlihat begitu apik dalam memerankan peran mereka masing-masing. Semua aspek, seperti mimik wajah dan gestur tubuh, sangat terlihat natural dan ekspresif serta ketika sedang berdialog tidak terlihat kekakuan, tapi mereka sudah berhasil membangun suasana menjadi tampak begitu akrab bak sebuah keluarga sesungguhnya.
Seperti pada judul, kurang lebih serial The Makanai: Cooking for the Maiko House menceritakan perjalanan dari dua orang yang bersahabat karib yang memiliki mimpi yang sama, yaitu menjadi seorang maiko. Namun, seperti yang sudah kita tahu tentang hidup, jika hidup tidak selalu berpihak pada semua mimpi seseorang, sehingga ada mimpi-mimpi yang pada akhirnya tidak menjadi kenyataan. Begitu, serial ini pun telah menyuguhkan sebuah cerita-cerita yang sangat realistis, sehingga terasa begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari siapa saja. Dapat dilihat dari adegan-adegan pada setiap episodenya, mulai dari episode awal hingga akhir, cerita akan berfokus pada keseharian dari Kiyo dan Sumire semenjak mereka tiba di Kyoto dan menetap di rumah "Saku" untuk magang atau berlatih sebelum menjadi seorang maiko. Banyak hal yang baru Kiyo dan Sumire ketahui mengenai hidup selama mereka menjalani hari-hari mereka di sana. Pada episode awal, selama pelatihan tampak Kiyo beberapa kali mengalami kesulitan dan di penghujung episode satu, akhirnya Kiyo merasa bahwa mimpinya tidak lagi menjadi seorang maiko, melainkan sebagai seorang makanai di rumah itu. Dari episode ini saja manusia seakan disadarkan bahwa ketika sebuah mimpi tidak lagi menjadi milik kita, masih ada mimpi-mimpi lain yang akan kita miliki sepenuhnya. Seperti Kiyo juga yang baru menyadari jika dia selama ini memang tidak ditakdirkan menjadi seorang maiko, melainkan makanai. Sementara itu, pada episode dua, pada satu dialog yang sangat bagus sekali yang disampaikan oleh tokoh Ryoko (diperankan oleh Aju Makita). Sebelum itu, sosok Ryoko itu di serial ini digambarkan sebagai sosok yang muram, tidak banyak bicara, tapi sekalinya berbicara dia tipe yang akan berterus terang. Ketika Ryoko mengetahui apa yang terjadi pada Kiyo yang baru saja diberitahu bahwa dirinya tidak cocok menjadi maiko dan Sumire berusaha membujuk Kiyo untuk mempertahankan mimpinya, Ryoko lantas berkata pada kedua orang yang pada akhirnya menyadarkan Kiyo dan Sumire yang sedang kalut, walaupun memang tetap dengan pandangan mata yang dingin. Ryoko berkata pada Sumire:Â
Meski gadis itu (Kiyo) berlatih lebih keras, kau pikir dia akan sebaik dirimu? Bukankah akan lebih kejam bahwa kau mengetahui itu dan menahan dia agar terus dimarahi di sampingmu?
Setelah itu, Ryoko pun berbicara pada Kiyo:Â
Tapi kurasa, pekerjaan makanai tak mudah dikuasai. Lagi pula, bukankah Sumire akan merasa lebih buruk melihatmu dalam kondisi ini? Kau harus pertimbangkan lagi.Â
Dari sini kita tahu bahwa Ryoko berusaha menenangkan mereka dan secara tidak langsung juga sedang "meminta" mereka untuk menerima apa pun yang telah terjadi sebab sebuah mimpi yang memiliki kemungkinan besar tidak akan terwujud, maka tinggalkanlah segera, bukan justru memaksakan diri untuk meraihnya karena justru akan menambah rasa sakit. Wah, memang benar-benar indah sekali pesan yang disampaikan dari serial ini. Padahal, ini baru dua episode awal, selanjutnya masih banyak lagi pesan penuh kehangatan yang hadir dalam serial ini yang tentunya akan menambah perspektif baru dalam memandang hidup.Â
Sedikit beralih, pada teknik penyutradaraan Kooreda selama memproduksi serial ini. Seperti yang sudah-sudah, film Kooreda pada umumnya akan memiliki nuansa yang lambat, tenang, dan dialog dominan seperti berbisik. Kooreda juga selalu memperhatikan detail-detail sekecil apa pun. Gaya peyutradaraan Kooreda itu, semua pun terlihat jelas pada setiap episode dalam serial The Makanai: Cooking for the Maiko House ini.  Adegan-adegannya dapat dirasakan berjalan pelan, tapi bukan yang memberi kesan membosankan, melainkan justru dengan tempo yang pelan itu menghadirkan ketenangan setiap kali melihatnya. Kemudian, pada saat adegan Kiyo memasak berbagai makanan, Kooreda akan menggunakan angle camera close-up, sehingga kita dapat dengan jelas mengikuti gerakan tangan Kiyo selama proses memasak. Hasil makanan yang telah jadi pun diambil dengan angle close-up, sehingga benar-benar berhasil menimbulkan nuansa menggiurkan yang akhirnya membuat setiap perut orang yang menonton keroncongan alias merasa lapar. Tidak sampai di situ, daya tarik Kooreda yang menonjol lainnya adalah penggunaan tone warna pada filmnya. Secara keseluruhan, tone warna biru dan  kuning (secara umum) digunakan di serial ini, sehingga  tampak halus, remang, dingin, dan juga hangat. Dengan tone warna yang demikian, tentu sudah pasti nuansa yang ingin ditampilkan oleh Kooreda adalah nuansa-nuansa yang penuh kedamaian dan keharmonisan yang memang terpancar khususnya di rumah "Saku" itu. Kooreda pun sukses membuat setiap adegan terasa hangat dan tenang, maka tiap-tiap adegan terasa benar-benar "nyata".
Serial The Makanai: Cooking for the Maiko House ini bisa menjadi tontonan cocok dan wajib di awal tahun apabila  kalian ingin memulai tahun yang baru ini dengan perasaan penuh ketenteraman. Maka dari itu, langsung saja tonton serial ini di platform streaming Netflix. Semoga setelah menonton ini, paling tidak hati kalian yang awalnya gundah, bisa menjadi agak sedikit merasa damai. Selamat tahun baru, walaupun sudah sangat terlambat. Berbahagia selalu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H