Mohon tunggu...
M. Edy Sunarto
M. Edy Sunarto Mohon Tunggu... profesional -

Jawa asli, masa kecil & sekolah di Jawa Timur. Be cheerful. edysmartpro@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nikita Mirzani dan Buaya Tanggung

4 Januari 2016   10:40 Diperbarui: 8 Januari 2016   05:00 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ARTIS 20160104 Nikita Mirzani_467678_620_cdndottempodotco"][/caption]Gambar

"Buaya Tanggung dan Nikita Mirzani"

 

NM Tepergok di Transportasi Publik

Sebagaimana kisah kebanyakan, ibu-ibu atau kaum wanita adalah yang lazimnya menjadi pihak yang memperoleh perlakuan kurang pada tempatnya. Kadang sampai yang tergolong tindakan pelecehan... Lain halnya dengan yang ini, bahkan boleh dibilang berlawanan, sekarang adalah bapak-bapak yang dilecehkan...
Kisahnya begini.

Di angkot Gadang – Landungsari seorang ibu muda berparas dan postur tubuh bak artis yang beberapa waktu berselang sempat jadi hot issue, Nikita Mirzani, memangku putra kecilnya. Sedang menyusu. Anaknya agak rewel, acap melepaskan kuluman bibirnya lalu malah menangis tidak jelas.

Si ibu muda, selanjutnya sebut saja MNM aka Mirip Nikita Mirzani, tampaknya masih yakin banget akan kelaziman yang menyebut bahwa bagi anak rewel, ketika diberikan padanya minum asi bakalan segera berhenti berulah. Asi langsung dari 'sononya' tentu. Tetapi eh, kali ini ternyata eh ternyata tidak mempan.

Maka si ibu muda yang MNM itu menyodorkan 'sononya' itu ke bibir anaknya yang terkatup sembari mengultimatum.

MNM: "Eee kau koq nakal ya... Kalau kau tolak lagi, biar mama kasih sama oomnya sebelah itu lho susunya."

Sepertinya ultimatum itu mempan, si anak kembali menyusu. Ibu muda nampak lega, lantas mengipasi anaknya laiknya berharap agar anaknya menyusu sampai kenyang dan terlena tidur. Tapi kelegaan ibu tidak berlangsung lama, si anak melepaskan mulut dari puting susu ibunya. Dan menangis kembali....

Melihat tujuan masih lumayan jauh, berabe jika anaknya gak berhasil ditenangkan. Ibunya kembali memakai jurus ultimatum.

MNM: "Betul lho ya.. Susunya mama kasih oom sebelah ya..??"

Mempan lagi, si anak kembali mengulum puting susu ibunya. Di saat itu segera saja dengan wajah laiknya 'sudah sangat menderita' bapak di sebelah yang disebut oom berbisik lirih ke dekat telinga MNM si ibu muda.

Oom: "Mbak, tolong dong lekas kasih saya kepastian. Jadi mau dikasih ke saya atau tidak? Dari tadi menunggu, secara tempat mestinya saya turun sudah lewat jauh......"

Mendengar itu, MNM menatap sejenak si oom, paham belaka melihat mimik wajah pria yang mendamba. Lalu malah dengan menyunggingkan senyum 'ala NM aslinya ketika sangsi emangnya punya 65jt nih si oom, lalu balik menoleh ke anaknya dan berucap begini.

"Nah, dengar sendiri tuh nak.... Kalau kau masih saja rewel terus, oomnya beneran ngarep.com kan....," ucapnya membuat si oom Buaya Tanggung blingsatan tak keruan.

Lontaran kisah di atas langsung saja diterkam para buaya lapar. Bukannya saling bergaya bagai buaya yang seolah berebut MNM, melainkan cukup sekedar beradu komentar. Demikian itulah.

Samsi: Sobat Harry, itu tadi pengalaman pribadi yah??
Indro: Itu cerita orang koq sobat Samsi...

Ane: Sebelum sempat menuliskan tuturan ceritanya, sobat Harry yang juga duduk dalam angkot itu tentunya menyempatkan melirik dan membuktikan. Menjadi tahu benar. Sempat ikutan terbit selera dan menelan liur sendiri duluan gak yah?
Indro: Sobat Rief.... Seperti jaman kuliah dululah, tatkala menumpang bemo dari jalan Bandung ke kampus Dinoyo.... Eh...ralat: sobat Ed..

Samsi: Hehehe....... Sobat Harry mengisahkan pengalaman pribadinya sendiri.
Ane: Hahahahaha..... Iya, jika menumpang bemo ada saja peluang beroleh rejeki. Tapi ya........ masak sih sobat Harry baru turun di soto Ngelo?

Indro: Hua..ha..ha..ha..haaa.... Sebentar seusai ketawa, ijinkan aku mau menyeruput kopi dulu sobat..

Berikut ini adegan beralih dari Malang ke Surabaya. Maka topiknya pun menjadi: Banyolan Suroboyo Asli. Silakan simak.


MATA LEBAM

Waktu bertemu berbarengan mengeringkan keringat terpapar panas mentari yang benar-benar terik siang itu, Bejo menampak Bunali matanya bengkak seperti habis ditempelengi orang.

"Kenapa matamu itu?" tanya Bejo mengawali perbincangan.
Bunali: "Kejadiannya kemarin cak, pas akan beli tiket kereta di Stasiun Pasar Turi. Mengantrilah seperti biasanya. Berdiriku di belakang seorang perempuan yang perawakannya semok tinggi."

Bejo: "Lantas singkat ceritanya perempuan semok itu sampean senggol begitukah?" tanya dengan nada sok serbatahu begitu.
Bunali: "Begini lho cak sebenarnya. Rok perempuan berjilbab itu nylempit di jepitan bokongnya. Kupandang-pandang kok gak nyaman di mata begitu lho."

Bejo: "Hehehehe, terus?"
Bunali: "Lha ya sudah, lantas kutariklah roknya ke bawah, aku benarkan biar lempeng tampak rapi. Begitu. Eee, perempuan itu lha kok ya cepet bener berbalik to cak, menghadap aku. Terus tangannya melayang menempeleng. Kenalah mataku yang kiri. Masih tampak kan bengkaknya?"

"Hahahah........ Makanya, jadi orang itu jangan mudah-mudah kelayapan tanganmu," ucap Bejo menasehati. "Terus yang kanan kok sepertinya juga bengkak gitu?"
Bunali: "Itulah........ Aku pikir dia gak senang roknya aku rapikan. Makanya, roknya aku slempitkan kembali seperti semula di jepitan bokongnya. Bukannya lantas dianya senang eee...... malahan aku ditempeleng lagi............ Lha kok apes bener aku. Sebenarnya aku salah apa...?"

Komentar: Sobat Harry, pria yang hanya ngiler saja saat menumpang bemo di Malang tadi, si oom disebutnya, agaknya dikisahkan lantas salin angkutan menuju ke Surabaya. Lantas bersalin nama alias, mengantri beli karcis KA. Hingga kejadian berurusan dengan perempuan dan ditempelengi sekalian. 

Si oom Buaya Tanggung itu kayaknya memang bakat pekok ya?

 

-----oo0O0oo-----

Jakarta, 20160104

Tabik dan salam FIMORana

 

Ttd & Stempel Resmi

Departemen Entah Apa Enaknya

 

Trimsek kamsek jal Indro HD_ubts74_16/12 atas ide ceritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun