Mohon tunggu...
mespin zulian
mespin zulian Mohon Tunggu... Guru -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Karakter Cinta Lingkungan sebagai Upaya Menyelamatkan Lingkungan

3 Mei 2016   08:12 Diperbarui: 3 Mei 2016   08:17 3337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masalah lingkungan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh seluruh dunia termasuk Indonesia. Fokus masalah ini muncul karena semakin hari bumi yang kita anggap sebagai “rumah kita” (Ensiklik Laudato Si Paus Fransiskus tentang Perawatan Rumah kita bersama) ini semakin tidak nyaman untuk ditinggali. Saat ini, rumah kita (bumi) mulai tampak sebagai tempat pembuangan sampah yang besar. Masalah ini disebabkan karena hadirnya budaya ‘membuang’ barang yang cepat disingkirkan yang hampir terjadi setiap waktu. Berbagai macam bentuk eksploitasi terhadap alam dilakukan dengan tidak bertanggung jawab, seperti pembakaran hutan dalam skala yang sangat besar, penebangan pohon secara sembarangan, sampah yang menumpuk dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan habitat ikan itu sendiri. Akibat ulah orang-orang tertentu yang tidak bertanggung jawab tersebut mengakibatkan sumber daya alam menjadi cepat habis, habitat SDA menjadi rusak, dan ekosistem menjadi tidak stabil. Tindakan tersebut tanpa disadari manusia sedang menghancurkan peradabannya sendiri. Banyak orang melakukan eksploitasi terhadap alam hanya demi mengeruk keuntungan ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak apa yang akan terjadi ke depannya. Selain masalah ekonomi, masalah lain yang juga besar adalah bertumpuknya sampah plastik yang sulit diuraikan. Membuang sampah sembarangan seolah-olah sudah menjadi budaya yang sulit dikikis habis atau dihilangkan sehingga hampir di beberapa kota besar, sampah sudah menggunung karena banyaknya.

Situasi lingkungan yang semrawut tersebut memicu beberapa kalangan untuk ikut ambil bagian dalam menyelamatkan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Beberapa penggiat lingkungan mulai sadar bahwa sudah saatnya setiap kita harus mengambil peran masing-masing demi menyelamatkan bumi ini dari kehancuran. Bahkan fakta terbaru adalah pemerintah sudah menetapkan bahwa setiap pembelian yang menggunakan kantong plastik dikenakan biaya sebesar Rp 200-,. Adapula yang membentuk gerakan peduli sampah. Para peduli sampah tersebut mengumpulkan sampah yang nantinya akan diolah secara kreatif yang menghasilkan karya-karya yang menarik, seperti sampah plastik diolah menjadi tas, sandal, taplak meja, dan berbagai macam bentuk rajutan lainnya. Kreativitas ini tentunya sangat bermanfaat bagi masyarakat jika mereka diajarkan keterampilan mendaur ulang sampah plastik menjadi sebuah karya seni.

Selain itu, demi menyelamatkan lingkungan alam, dunia pendidikan menjawab permasalahan tersebut dengan mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya mencintai dan merawat lingkungan hidup. Tentu tidak hanya sekedar mentransfer ilmu atau teori saja tetapi melakukan aksi nyata, seperti membuang sampah pada tempatnya, tidak menyisahkan makanan, mengelompokkan sampah organik dan anorganik, dan melakukan aksi kampanye lingkungan hidup kepada masyarakat. Tujuannya agar masyarakat sekitar melek terhadap persoalan lingkungan hidup dan melakukan aksi sederhana di lingkungan rumah ataupun sekitarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan formal di sekolah merupakan salah satu tempat yang baik untuk menerapkan betapa pentingnya menjaga dan merawat lingkungan.

Sebagai orang yang bergelut di dalam dunia pendidikan, penulis menyadari bahwa salah satu cara untuk menyelamatkan lingkungan adalah menerapkan pendidikan karakter. Suparno (2015: 29) menjelaskan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk membantu agar siswa-siswa mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter kuat yang diinginkannya. Artinya bahwa sejak dini anak-anak perlu dibekali dengan karakter yang kuat agar sikap-sikap positif yang ada dalam diri mereka dapat menjadi bagian hidupnya yang memengaruhi seluruh cara berpikir dan bertindak dalam hidupnya. Proses belajar di sekolah sangat memungkinkan untuk membentuk dan menanamkan sikap/karakter cinta lingkungan hidup kepada anak-anak di sekolah. Penulis sebagai calon guru SD ikut prihatin dengan keadaan alam yang semakin hari semakin memprihatinkan. Itulah sebabnya peneliti mencoba menanamkan sikap cinta lingkungan kepada anak-anak dengan cara membuat sebuah buku mewarnai tentang memelihara istana bakau di Mentawai agar anak-anak menyadari betapa pentingnya menjaga dan melestarikan bakau sebagai salah satu kekayaan hayati di Mentawai. Selain itu, penulis berharap bahwa buku tersebut merupakan salah satu cara menanamkan pendidikan karakter cinta lingkungan pada anak-anak. Davis (1998) menuliskan bahwa hubungan antara anak dengan alam sekitarnya merupakan landasan yang penting untuk membangun hubungan yang baik antara manusia dengan alam. Secara alami, anak adalah penjelajah alami. Mereka mengobservasi dan meneliti lingkungan di sekitar mereka secara alami dan belajar darinya (learning by doing).Oleh karena itu, dengan aktivitas mewarnai gambar tersebut, penulis berharap agar anak-anak di Mentawai dapat menjadi peduli terhadap lingkungan. Karenanya, Sejak dini anak-anak disadarkan bahwa setiap pribadi kita dipanggil untuk melestarikan alam ciptaan.

Refleksi dari Sebuah Pengalaman: MEREKA MENGUBAH TANGANKU MENJADI TANGAN YANG PEDULI DAN TERAMPIL

Waktu itu, saya masih mengingat bencana alam yang menimpa Mentawai. Ketika saya mengetahui berita tentang bencana gempa bumi dan tsunami pada 2010, saya tiba-tiba lemas karena langsung teriingat dengan orang tua, saudara-saudari, dan rumah yang ada di Mentawai. Saya langsung bertanya pada diri saya” apakah mereka selamat? Ketakutan yang saya rasakan menghantar saya untuk menyadari betapa pentingnya sebuah kehidupan, baik kehidupan sendiri maupun orang banyak. Bapa Paus Fransiskus pada eksiklik Laudato Si (tentang hilangnya keanekaragaman hayati Bapa Paus menyerukan bahwa setiap tahun ribuan spesies tanaman dan hewan hilang dan tidak pernah akan kita kenal lagi serta tidak pernah akan dilihat anak-anak kita, karena telah hilang untuk selamanya. Sebagian besar punah karena alasan yang berkaitan dengan aktivitas manusia. Karena kita, ribuan spesies tidak akan lagi memuliakan Allah dengan keberadaan mereka, atau menyampaikan pesan mereka kepada kita. Kita tidak punya hak seperti itu.

Seruan Bapa Paus tersebut menjadi tanggung jawab yang besar bagi saya sebagai anggota gereja katolik untuk bersedia menjaga, memelihara, dan mensyukuri semua ciptaan Tuhan. Mengapa kita harus merawat rumah kita? Mengapa “rumah”? Saya berefleksi bahwa rumah memang menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Rumah juga mempunyai arti sebagai tempat tinggal. Setiap orang akan merasa nyaman jika mempunyai rumah yang bersih, sejuk, dan nyaman untuk ditempati. Namun “Rumah” yang dimaksudkan dalam ensiklik Bapa Paus adalah Bumi ini. Bumi yang menjadi tempat hidupnya semua makhluk ciptaan-Nya. Bumi diandaikan sebagai rumah kita bersama dimana setiap anggota rumah berhak dan wajib memelihara, menjaga agar rumah tersebut menjadi tempat tinggal yang nyaman, sejuk, dan bersih. Namun pada abad ini, bumi yang menjadi rumah bersama itu justru semakin hari semakin tidak nyaman karena disebabkan oleh ulah beberapa anggota rumah yang tidak bertanggung jawab.

Saya menyadari bahwa belajar bertanggung jawab haruslah dimulai dari diri saya sendiri sebelum membuat orang sadar. Lewat pengalaman kuliah di Universitas Sanata Dharma, Kegiatan Program Pengalaman Lapangan di SD Kanisius Kadirojo, dan kegiatan lain baik di dalam maupun di luar kampus membuat saya belajar untuk menghargai dan bertanggung jawab. Selama 3 bulan berada di SD Kanisius Kadirojo, mereka telah berhasil mengubah tanganku menjadi tangan yang peduli dan terampil, mereka memberikan hal baru yang belum saya ketahui, dan membuatku menjadi orang yang semakin mencintai alam. Dari hal inilah, kegiatan PPL di SD Kanisius Kadirojo membuat saya mengalami pengalaman yang menyenangkan dan bermakna. Pengalaman bermakna tersebut adalah:  pertama, saya sangat tertarik dengan mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang dibuat oleh kurikulum sekolah untuk mendidik anak lebih dekat dengan alam dan cinta terhadap lingkungan. Dalam mata pelajaran pendidikan lingkungan hidup ini anak-anak diajarkan untuk memberdakan berbagai jenis sampah, seperti kertas, plastik, botol menjadi sebuah hasil karya seni yang indah dan bernilai ekonomis. Selain itu anak-anak diajarkan untuk peduli terhadap tumbuhan, hewan, dan lingkungan sekitar dengan mempraktekkan cara memelihara tumbuhan dan memanfaatkan lahan sekitar sekolah untuk menanam berbagai tanaman  obat. Kedua, di SD Kanisius Kadirojo ini anak-anak dilatih untuk membuat benda-benda bernilai seni, misalnya membuat lampion dari botol mizone, membuat tas, sandal, alas meja dari barang-barang bekas seperti plastik makanan yang sudah tidak berfungsi. Hasil karya yang sudah jadi akan dipamerkan oleh anak-anak ketika ada yang mengunjungi sekolah dalam rangka study tour ataupun mereka yang datang untuk belajar tentang lingkungan hidup. Ketiga, di SD Kanisius Kadirojo saya mengikuti banyak kegiatan sekolah, seperti Hari Ozon, Hari Aksara Nasional, Hari Olahraga, Hari Lingkungan Hidup, Hari Pangan Se-Dunia, Misa Sekolah dan kegiatan lain yang menjadi kegiatan rutin sekolah setiap tahunnya. Kegiatan ini mengingatkanku bahwa sebetulnya belajar itu tidak hanya mentransfer ilmu tetapi lebih kepada bagaimana anak mempunyai keterampilan (soft skill) dalam hidupnya.

Aksi nyata yang saya lakukan telah memberiku banyak perubahan ke arah yang lebih baik. Saya yang dulu tidak peduli namun pada akhirnya mereka bisa mengubah diriku menjadi pribadi yang peduli dan terampil. Tangan yang dulu pasif akhirnya berubah menjadi aktif karena bisa belajar bersama dengan guru-guru dan anak-anak dalam membuat keterampilan. Dengan kegiatan-kegiatan di sekolah ini, anak-anak dilatih untuk memanfaatkan barang-barang yang tidak berguna menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis. Sebagian orang menganggap bahwa sampah merupakan sesuatu yang menjijikkan, bau, atau sesuatu yang tidak ada gunanya sama sekali, dan sumber bersarangnya berbagai macam penyakit. Dari paradigma tersebut inilah yang membuat sebagian orang suka membuang sampah sembarangan meskipun mereka tahu bahwa membuang sampah sembarangan akan menyebabkan bau, sumber penyakit, dan lain-lain. Paradigma tersebut harus diubah menjadi paradigma yang positif yakni sampah dapat diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Dari perubahan pola pikir yang diterapkan oleh sekolah khususnya guru-guru, saat ini anak-anak tidak suka membuang sampah sembarangan, anak-anak sudah bisa membedakan mana yang sampah organik dan mana sampah yang anorganik.

Paradigma positif mengubah cara berpikir kita bahwa sampah tidak lagi menjadi hal yang menjijikkan dan menakutkan. Sampah justru menjadi sarana yang baik untuk melatih kreativitas. Dari sampah, mereka menciptakan sesuatu yang belum ada. Dari sampah anak-anak dilatih menjadi pribadi yang sabar, tangguh, dan kerja keras. Karena ketika mengolah sampah, seperti merajut, memotong, dan melipat, kesabaran, ketangguhan, dan kerja keras dibutuhkan untuk menghasilkan suatu karya yang menarik. Dari keterampilan sampah juga anak-anak dilatih untuk menghargai waktu dimana ketika ada waktu luang anak-anak cenderung memanfaatkan waktu tersebut untuk menggunting, merajut, dan melipat. Bagi kita sampah haruslah menjadi teman dekat setiap hari yang perlu dihargai dengan menempatkannya sesuai dengan kriterianya. Dengan begitu, setiap kita dapat menyadari bahwa pentingnya menjaga lingkungan mulai dari lingkungan sekitar kita. Mengolah sampah secara kreatif merupakan salah satu cara menjaga lingkungan dan jiuga dapat menghasilkan karya seni yang bernilai ekonomis.

Nilai Pendidikan Karakter: Peduli Lingkungan

Suparno (2015: 29) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang bertujuan untuk membantu agar siswa-siswi mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter kuat yang diinginkan. Misalnya nilai karakter kejujuran. Artinya pendidikan karakter kejujuran adalah suatu usaha membantu orang lain agar nilai kejujuran itu menjadi miliknya dan menjadi bagian hidupnya yang memengaruhi seluruh cara berpikir dan bertindak dalam hidupnya. Sama halnya dengan pendidikan karakter lingkungan seperti peduli lingkungan. Ini berarti suatu usaha membantu anak-anak agar sikap dan tidankannya selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang terjadi. Karakter atau sikap peduli lingkungan perlu ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak agar mereka bertumbuh menjadi pribadi yang peduli dan cinta terhadap lingkungan sekitar. Akhirnya tujuan dari sebuah pendidikan karakter cinta lingkungan adalah harapannya agar anak-anak menjadi duta lingkungan bagi sekolah, rumah, dan lingkungan sekitarnya serta menjadikan sikap atau karakter tersebut menjadi tabiatnya dalam kehidupan dimanapun dia berada. Karakter peduli lingkungan tidak hanya bersifat teoritis saja tetapi dituntut sebuah tindakan nyata yang membawa perubahan baik bagi kehidupan semua orang.

Bagaimana kita harus peduli terhadap lingkungan alam? Cukupkah hanya dengan menghargai alam saja? Bagaimana pula kita harus melawan pengrusakan lingkungan yang marak terjadi saat ini? pertanyaan ini tentunya menjadi pertanyaan refleksi bagi kita sebagai manusia ciptaan yang serupa dengan Tuhan. Satu-satunya yang penulis tawarkan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah setiap kita dituntut untuk melek ekologi. Sebagai makhluk ekologis kita manusia tentu tidak bisa hidup sendiri tanpa alam ciptaan. Nilai pendidikan karakter tentang peduli dan menghargai alam tidak hanya sekedar menjadi nilai teoritis tetapi harus dihidupi oleh setiap orang yang peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup. Proses pedulid dan menghargai harus diwujudnyatakan dalam sebuh tindakan yang bisa membawa perubahan baik bagi semua orang. Setiap kita dituntut untuk membuka hati terhadap persoalan lingkungan hidup, peduli dan bersedia menjadi tameng bagi kelestarian lingkungan sehingga “rumah kita” ini kembali menjadi tempat yang nyaman untuk berlindung. Untuk menyelamatkan alam ini tidak ada yang lain kecuali membangkitkan melek ekologi pada manusia zaman sekarang atau lebih khususnya kepada diri kita masing-masing. Karena hanya dengan demikian, kita sebagai manusia akan memperbaiki pola relasi dengan alam ciptaan.

Melek ekologi (ecoliteracy) yang dikemukakan oleh Capra adalah keadaan dimana orang telah memahami prinsip-prinsip ekologi itu dalam menata dan membangun kehidupan bersama umat manusia di bumi ini dalam dan untuk mewujudkan masyarakat berkelanjutan.Melek ekologi akan menyadarkan kita betapa pentingnya lingkungan hidup, pentingnya menjaga dan merawat bumi, ekosistem, alam sebagai tempat tinggal dan berkembangnya kehidupan. Tentu kita menyadari bahwa melek ekologi yang dikemukakan oleh Carpa tersebut berbanding terbalik apa yang terjadi saat ini dimana ada segelintir orang yang belum menyadari pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Peristiwa yang miris ini jangan sampai menyurutkan semangat kita yang masih berjuang untuk melawan pengrusakan alam yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kita harus berani hadir untuk mengkampanyekan sebuah kehidupan yang lebih baik agar setiap orang sadar bahwa bumi kita berada dalam kondisi kritis yang membahayakan kehidupan semua ciptaan. Maka, saat ini kita perlu menerapkan prinsip-prinsip ekologis sebagai panduan dasar membangun kembali masyarakat yang berkelanjutan. Hanya dengan itu kita dapat mengatasi krisis lingkungan hidup sekaligus menyelamatkan kehidupan ciptaan pada umumnya.

Penulis akan mengadopsi sebagian prinsip-prinsip ekologis yang ditawarkan oleh Capra (dalam Keraf, 2014: 132) yaitu sebagai berikut. Prinspi pertama,Interdepedensi- ketergantungan timbal balik dari semua proses kehidupan satu terhadap yang lainnya (relasi ekologis). Setiap kita tentu paham bahwa kita tidak bisa hidup tanpa ada orang lain di sekitar kita. Itulah yang menjadikan kita sebagai makhluk sosial yang mempunyai ketergantungan terhadap ciptaan yang lain. Komitmen ini akan menyadarkan kita kembali bahwa setiap kita dipanggil untuk hidup bersama, berdamai dengan alam, dan berinteraksi dengan apa saja yang ada di sekitar kita. Dengan ketergantungan ini kita diharapkan mempunyai sikap respek terhadap kehidupan ciptaan lain. Prinsip kedua,prinsip daur ulang.Setiap kehidupan menghasilkan limbah buangan sisa proses kehidupan dalam dirinya yang kemudian diserap oleh kehidupan lainnya sebagai makanan yang berguna, sebagai energi dan materi yang pada gilirannya mengeluarkan lagi limbah sebagai sisa proses kehidupan selanjutnya dalam sebuah mata rantai yang berkelanjutan. Contoh sederhana dari prinsip daur ulang adalah memanfaatkan kembali benda-benda mati seperti sampah organik dan anorganik menjadi sesuatu yang bisa menghasilkan sebuah kehidupan baru bagi banyak orang. Kita diajak untuk menghargai sesuatu yang menurut kebanyakan oragn tidak mempunyai nilai, seperti sampah dan lain-lain hingga nantinya kita sendiri sadar bahwa prinsip daur ulang merupakan salah satu langkah untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancuran. Prinsip ketiga, prinsip bersinergis.Sadar atau tidak kita tidak bisa membuat sebuah perubahan besar tanpa bekerja sama dengan orang lain. Maka untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancuran kita butuh mitra atau partneragar bisa saling mendukung, saling menunjang, saling bekerja sama untuk menciptakan bumi yang nyaman demi sebuah kehidupan yang baik.

Upaya menyelamatkan lingkungan dari kehancuran menjadi tanggung jawab kita semua baik sebagai anggota masyarakat, komunitas, gereja, dan ciptaan secara keseluruhan. Maka hal konkret yang akan kita lakukan adalah memeprbaiki cara berelasi kita dengan alam, baik itu dalam mengelola alam ataupun mengonsumsinya. Arah pikiran, perasaan dan tindakan kita harus selalu mengarah pada kelestarian alam baik dalam bidang pemerintahan, pendidikan, keluarga, maupun masyarakat kita sendiri. Kita tidak bisa mengubah dunia ini menjadi baik dengan sendiri-sendiri tetapi perlu gotong royong sesuai dengan nilai ideologi yang kita anut sebagai bangsa Indonesia. Kita dipanggil untuk melestarikan alam ciptaan agar setiap kita ramah terhadap lingkungan. Tak perlu menjadi fundamentalis ekologi tapi cukuplah kita memperbaiki cara hadir kita, sebagai salah satu warga kehidupan dalam komunitas kehidupan alam semesta ini. Jadi, mari kita berpegang tangan bersama untuk menyelamatkan “rumah kita” dan serentak mengatakan “aku ingin jadi duta lingkungan untuk sekitarku”.

Referensi

Keraf, Sonny. 2014. Filsafat Lingkungan Hidup: Alam sebagai Sebuah Sistem Kehidupan. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

Suparno, Paul. 2015. Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

Awi, Lukas Tristanto. 2015. Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan.Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

Fransiskus, Paus. 2015. Ensiklik Laudato Si’ tentang Perawatan Rumah Kita Bersama. Penterjemah: Martin Harun. Jakarta: Obor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun